"Ke ruanganku sekarang!" titah Julian saat melangkah menuju ruangannnya dan melewati Maulia yang tengah berkutat dengan dokumen laporan di atas meja.
"Baik, Pak." Maulia menunda pekerjaannya sejenak dan langsung masuk ruangan sang bos.
"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya Maulia setelah masuk ruangan dan menutup pintu. Kini ia berdiri tidak jauh dari Julian yang memilih duduk di sofa, bukannya di kursi kebesaran milik pria itu.
"Tadi kamu makan siang di mana?"
Maulia cukup tidak menyangka dengan pertanyaan pertama kali yang dilontarkan oleh bosnya itu.
"Saya makan di foodcourt, Pak."
"Sama Gio?"
"Iya, Pak. Tadi saya diajak makan ke foodcourt sama Pak Gio."
"Kenapa kamu mau?"
"Karena kebetulan tujuan saya memang ke sana, Pak, jadi saya sekalian aja berangkat bareng Pak Gio, padahal saya sudah sempat menolak, tapi dia bilang jangan sungkan."
"Terus di foodcourt kalian ngapain aja?" Kali ini Gio bertanya seraya bersedekap.
"Cuma makan kok, Pak. Dan, sedikit ngobrol."
"Apa aja obrolan kalian?"
Maulia dibuat menelan saliva dengan susah payah saat ditanya sebegitu intesnnya oleh Julian yang tidak biasanya seperti itu. Apalagi pertanyaan itu tidak berkaitan dengan pekerjaan mereka.
"Masalah sepele kok, Pak. Pak Gio nanya beberapa hal dan saya jawab apa adanya."
"Berarti obrolan kalian bukan soal kerjaan! Kenapa sih kamu mau aja diajak makan siang sama dia? Kenapa kamu nggak nolak bagaimanapun caranya! Aku nggak suka ya, Lia, sekretarisku didekatin sama dia, apalagi aku tau dia itu orang yang seperti apa. Kalau dia sampai berani dekatin kamu, artinya dia punya tujuan nggak baik ke kamu!"
Maulia menganggukkan kepala.
"Maaf, Pak, saya terima tawaran dari Pak Gio karena sekalian seperti yang tadi saya sampaikan. Kebetulan kita mau pergi ke tempat yang sama. Kalau soal tujuan kenapa Pak Gio dekatin saya, Bapak jangan khawatir, saya akan jaga diri baik-baik. Saya janji nggak akan membuat masalah selama bekerja sama Bapak."
"Apa maksud kamu ngomong kayak gitu, Lia? Jadi kamu tetap mau didekatin sama dia walau aku udah kasih tau kamu kalau dia itu bukan orang baik?" Julian seolah tidak suka mendengar jawaban Maulia. Bukan seperti itu yang diharapkan.
"Bapak tenang aja, saya tidak akan melanggar etik yang jadi larangan keras di perusahaan ini. Saya nggak akan dekat sama Pak Gio lebih dari seorang teman."
"Sekadar berteman pun aku nggak mau kamu dekat sama dia, Lia. Kamu ngerti itu nggak sih, Lia?"
"Tapi apa alasannya, Pak? Kenapa Bapak selalu larang saya berteman dengan seseorang sekalipun itu berkaitan sama kerjaan?" Dengan memberanikan diri, Maulia bertanya. Ia merasa perlu mengetahui alasan Julian yang selalu bersikap demikian padanya.
"Karena aku nggak suka kamu dekat sama laki-laki lain!"
"Maksud Bapak apa? Kenapa Bapak nggak suka kalau saya berteman dengan yang lain? Apa Bapak tahu, sebelum Bapak menginjakkan kaki di perusahaan ini, saya bebas dekat dengan siapa aja, saya berteman sama semua orang demi menjalin hubungan baik, tapi sejak saya jadi sekretaris Bapak, ruang lingkup saya sangat terbatas." Maulia protes karena merasa apa yang Julian lakukan tidak selayaknya atasan.
"Jadi selama ini kamu keberatan sama peraturanku, Lia?" Julian bertanya seraya bangkit dari atas sofa. Lalu ia melangkah mendekati Maulia dan berdiri dengan jarak yang sangat dekat dari sang mantan istri.
"Saya nggak keberatan, Pak, selagi itu masih di batas normal. Tapi, terlalu banyak peraturan dan larangan yang Bapak buat sampai saya bingung sama hubungan di antara kita. Selama enam bulan ini kita hanya sebatas atasan dan bawahan, tapi kenapa Bapak memperlakukan saya seolah-olah saya ini pasangan Bapak yang nggak boleh ini dan itu?"
Julian terdiam sejenak. Ia memandangi wajah Maulia yang melakukan protes padanya.
"Jadi mau kamu gimana? Kamu mau aku memperlakukan kamu seperti apa?"
"Perlakukan saya sebagaimana mesti, Pak!" pinta Maulia. Hanya itu agar ia tidak menyalahartikan perlakuan Julian selama ini padanya. Walau sebenarnya Maulia senang karena Julian seakan cemburu jika ia berdekatan dengan pria lain, tetapi Julian tidak pernah mengakuinya, pria itu malah mengatakan yang tidak-tidak yang akhirnya melukai hati Maulia.
"Kamu merasa kalau perlakuanku selama ini ke kamu berlebihan sebagai seorang atasan?" Julian bertanya untuk memastikan.
"Iya, Pak, dan saya nggak suka diperlakukan seperti itu." Maulia menjawab dengan napas tertahan karena jarak tubuh mereka sangat dekat dan itu membuatnya gugup.
"Ok, kalau itu mau kamu. Mulai sekarang kamu bebas mau melakukan apa pun yang buat kamu bahagia!" jawab Julian mengakhiri perkataannya dan langsung memutar tubuhnya untuk duduk di kursi kerja.
Tidak hanya Maulia yang lelah dengan larangan yang selama ini dibuat Julian, mungkin pria itu pun lelah dengan apa yang dibuatnya, dan itu semua hanya untuk menyenangkan hatinya. Ya, Julian merasa tidak suka jika Maulia yang pernah menjadi istrinya dekat-dekat dengan pria lain. Hanya saja ia tidak pernah menyampaikan alasan dengan baik dan berakhir dengan luapan amarah, seperti apa yang terjadi barusan.
Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Maulia pun pamit undur diri. Ia tidak ingin berkata jika itu hanya akan membuat Julian bertambah marah. Sesampainya di meja kerja, Maulia menghirup napas sebanyak-banyaknya. Ia coba menetralisir sesak di d**a dan mengontrol perasaannya yang bergemuruh.
"Kalau kamu cemburu, kenapa kamu nggak jujur aja? Kenapa kamu malah bersikap kayak gini yang cuma bikin aku tambah bingung? Seperti apa perasaan kamu sebenarnya ke aku, Mas?"
Maulia melontarkan pertanyaan demi pertanyaan yang memenuhi isi kepala. Namun, wanita itu segera sadar dari segala macam pertanyaan yang hadir.
"Ya ampun, mikir apa sih aku ini? Kenapa aku bisa punya pikiran kalau dia anggap aku lebih dari seorang sekretaris! Nggak mungkinlah! Memangnya aku ini siapa? Dia itu udah punya tunangan dan nggak lama lagi mereka bakal nikah. Aku cuma orang nggak penting di hidupnya dan dia ngatur-ngatur aku nggak boleh berteman sama ini itu cuma buat jaga image kalau aku ini sekretaris milik laki-laki berkelas!" Maulia menyadarkan diri sendiri yang sempat berpikir terlalu jauh. Ia tidak ingin sakit jika jatuh dari ketinggian yang tak terjangkau.