Larangan Keras

1325 Kata
Enam bulan berlalu, Maulia berhasil menjalani pekerjaan seperempat perjalanan dengan baik. Ia berusaha tidak menimbulkan percik kemarahan Julian yang mampu membuatnya terluka akan perkataan pria itu jika marah. Beruntung, selama enam bulan terakhir tidak ada satupun keluhan yang disampaikan Julian soal pekerjaannya karena memang Maulia melakukan pekerjaan sebaik-baiknya. Bahkan berkat kemampuan Maulia di jabatan sebelumnya, ia berhasil meyakinkan klien untuk bekerja sama dengan perusahaan Julian membangun hotel bintang empat di Kalimantan yang masuk dalam proyek besar. Tidak hanya itu, ada beberapa klien yang membeli properti mewah milik perusahaan berkat kemampuan Maulia dalam merayu klien menggunakan kelebihan-kelebihan yang dimiliki perusahaan Julian dan perusahaan lain tidak memiliki kelebihan tersebut. Julian dibuat takjub dengan kemampuan bicara Maulia. Wanita itu berhasil menjual beberapa properti perusahaan dalam jumlah yang lumayan banyak selama enam bulan menjadi sekretarisnya. Padahal, Maulia tidak memiliki tugas untuk menjual, hanya saja tiap pertemuan penting dengan klien Maulia selalu membantu Julian untuk meyakinkan klien sampai deal. Siang itu, sebelum jam makan siang seorang wanita datang menghampiri meja kerja Maulia. "Julian ada di dalam, kan?" Maulia yang sejak tadi fokus dengan komputer dan tengah mengerjakan laporan, segera bangkit dari duduknya. "Ada, Mbak. Tapi Pak Julian lagi ada tamu di ruangannya. Apa Mbak sudah buat janji bertemu dengan Bapak?" "Belum, soalnya Julian nggak bisa dihubungi dari kemarin. Kamu sekretaris baru ya, kok bisa nggak kenal aku?" Maulia tersenyum sebelum menjawab, tapi memang sebelumnya ia tidak pernah bertemu dengan tamu wanita yang ada di hadapannya saat ini. "Oh maaf, Mbak. Saya belum kenal sama Mbak. Kalau boleh tahu Mbak siapanya Pak Julian ya?" "Mbak-Mbak terus. Memangnya aku mbak kamu? Panggil aku Nona Diana karena aku ini tunangannya Julian!" Maulia segera mengangguk paham. Namun, jauh di lubuk hati terdalam ada perasaan kaget karena baru mengetahui Julian sudah memiliki tunangan. Tidak ada yang aneh jika wanita cantik itu adalah tunangan mantan suaminya, mereka tampak serasi, dan pastinya wanita itu berasal dari keluarga kaya raya, terlihat dari penampilannya dari atas sampai bawah. "Maaf, Nona, saya tidak tahu. Tapi mulai sekarang saya akan mengingat Nona sebagai tunangan Bapak." "Ya, kalau aku datang disambut baik-baik ya biar kamu nggak aku laporin ke Julian!" ucap wanita yang bernama Diana itu dengan sorot mata sinis. "Baik, Nona." Maulia pun segera keluar dari meja kerja dan hendak mengantarkan Diana untuk menunggu di ruang tunggu. "Nggak perlu, aku tunggu di sini aja! Tamunya udah dari tadi, kan?" Diana menolak dan malah menyadarkan tubuhnya di dinding. "Sudah dari satu jam lalu, Nona. Tapi khawatir masih lama, bagaimana kalau Nona Diana duduk di ruang tunggu? Saya akan membuatkan minuman untuk Nona." Maulia coba membujuk karena takut jika Diana merasa tidak dilayani dengan baik oleh sekretaris tunangannya. "Nggak usah, aku nggak haus. Tapi aku mau tanya deh sama kamu, udah berapa lama kerja di sini dan jadi sekretarisnya Julian?" "Sebelumnya saya kerja di perusahaan ini sebagai staf marketing executive selama dua tahun, Nona, lalu enam bulan lalu saya ditunjuk sebagai sekretaris Pak Julian. Jadi ya masih terhitung baru." "Oh berarti kamu jadi sekretaris tunanganku dari awal dia gantiin Om Stefan di perusahaan ini. Tapi kok aku pernah ke sini dua kali nggak pernah ketemu kamu?" "Mungkin saat Nona datang saya sedang di lapangan sama Pak Kevin tanpa Pak Julian, jadi kita nggak ketemu." "Bisa jadi sih. Oh ya, aku boleh minta tolong sama kamu?" "Dengan senang hati, Nona. Apa yang bisa saya bantu?" "Kamu kan sering pergi sama Julian kalau meeting di luar, kamu juga setiap hari ketemu sama dia, dan hampir seharian kalian selalu bareng. Nah aku mau minta tolong sama kamu buat awasin Julian dan kasih info ke aku kalau dia macam-macam di luar sana sama cewek lain atau ada cewek gatel yang berani goda dia. Bisa?" Maulia cukup terkejut mendengar permintaan tolong semacam itu. Seakan-akan Diana tidak mempercayai Julian dan menjadikan Maulia sebagai mata-matanya. "Please, kamu bisa kan nolongin aku, Maulia?" Diana kembali bertanya pada Maulia yang namanya ia ketahui dari meja kerja wanita itu. "Aku cuma bisa minta tolong satu hal ini sama kamu dan nggak bisa ke yang lain, tolongin aku ya. Soalnya Julian pernah cerita kalau dia selalu pergi sama sekretarisnya untuk urus kerjaan apapun di luar sana." "Baik, Nona. Saya akan menjaga Pak Julian untuk Nona Diana." Baru selesai Maulia mengatakan itu, pintu ruangan Julian terbuka, dan tamu yang datang pun melangkah keluar dari dalam ruangan. Maulia segera membungkuk hormat saat pimpinan dari perusahaan elektronik yang tadi datang ditemani sekretarisnya mulai pergi meninggalkan pelataran ruang kerja Julian. Dengan cepat Diana langsung masuk untuk menemui sang tunangan. Sementara Maulia kembali ke meja kerjanya dan berniat untuk melanjutkan pekerjaannya, tetapi pikirannya saat ini sedang tidak baik-baik saja, tak bisa dipungkiri perasaannya gelisah tak menentu. Namun, semua itu tak berlangsung lama saat Maulia mendengar suara pintu ruangan Julian terbuka. Sepasang manusia yang tampak serasi keluar dari balik pintu besar di depannya. Di sebelah Julian tampak Diana memeluk lengan sang tunangan, senyum merekah menghiasi wajah cantiknya, sementara Julian tampak dingin seperti biasanya. Bahkan, sorot matanya menatap tajam ke arah Maulia yang pandangannya tampak sendu. Namun, Maulia segera bangkit dari duduknya untuk memberikan salam pada Julian selaku atasannya. "Saya makan siang di luar sama Diana, kamu nggak perlu pesankan saya makanan siang ini." Julian berucap dengan formal di hadapan wanita yang datang untuk mengajaknya makan siang bersama. Sementara itu Maulia langsung mengangguk paham. "Baik, Pak." Tidak lupa ia mengulas senyuman wajah hatinya terasa perih. Diana pun mengajak Julian untuk segera berlalu, tetapi ketika baru melangkah pergi, langkah Julian berhenti tepat di lorong saat melihat sepupunya yang merupakan salah satu jajaran direktur hendak datang ke arah tempat ruangan Julian berada. "Aku makan siang di luar, kalau mau bahas kerjaan dua jam lagi datang ke ruanganku!" ucap Julian yang secara tiba-tiba padahal sepupunya yang bernama Gio belum mengatakan apa pun. "Aku ke sini bukan mau ketemu kamu. Jadi pergilah, selamat makan siang bersama tunanganmu." Gio berucap dengan senyuman merekah, seolah dirinya tengah merasa bahagia. "Terus ngapain kamu ke sini?" Mata nyalang Julian seakan menyala menatap Gio yang sejak kemarin terus saja memerhatikan Maulia ketika di ruang meeting. "Aku mau ketemu sekretaris kamu. Sekalian mau ajak dia makan siang di luar. Boleh kan?" Rahang Julian mengeras dengan tangan kanan yang mengepal. "Jangan berani-beraninya kamu ganggu sekretarisku, Gio!" "Aku nggak gangguin dia kok, aku cuma mau berhubungan baik sama dia. Lagian dia cuma jadi sekretarismu kalau di kantor, kalau di luar dia bebas, kan!" "Iya, Sayang, biarin ajalah kalau Gio mau deketin Maulia. Apa yang Gio bilang benar, kan?" Diana ikut menimpali agar Julian tidak terlalu keras. "Masalahnya aku nggak suka kalau sekretarisku jadi rusak gara-gara berhubungan sama orang kayak dia!" Julian mengarahkan telunjuknya tepat di hadapan Gio, membuat pria yang ditunjuk tertawa. "Keep calm, Jul. Aku nggak akan seberani itu karena kalau aku lihat dia perempuan baik-baik jadi aku akan memperlakukannya dengan baik." "Jauhi dia sialan! Dari sekian banyak perempuan di perusahaan ini, kenapa sekarang malah ganggu dia?" Perkataan Julian semakin membuat Gio ingin tertawa keras. "Jul, kalau kamu bersikap kayak gitu di depan Diana, aku jadi mikir kalau kamu ada apa-apa sama sekretarismu. Apa benar begitu?" Kata-kata Gio telak mengembalikan kesadaran Julian yang hampir meluapkan kemarahannya. "Jangan ngaco kalau ngomong, Maulia itu sekretarisku!" Julian langsung mengklarifikasi setelah menatap wajah Diana yang mengerutkan kedua alis mendengar tuduhan Gio pada tunangannya. "Sayang, omongan Gio nggak benar kan? Kamu punya aku, nggak mungkin kan kamu ada something sama sekretarismu itu?" Diana mulai bertanya, seketika ketenangannya terusik karena perkataan Gio. "Jangan dengarkan omongan Gio. Dia itu gila dan mengada-ngada. Mending sekarang kita pergi karena waktuku nggak banyak!" Julian yang tidak tenang meninggalkan perusahaan terlalu lama dan membiarkan Gio memiliki banyak waktu untuk menggoda Maulia, segera memutuskan pergi. Diana tersenyum lega mendengar penjelasan Julian walau sang tunangan tidak berusaha meyakinkannya. Ia pun kembali memeluk lengan kekar Julian dan melanjutkan langkah mereka menuju lift untuk pergi ke restoran yang sudah Diana booking. "Kurang aja lo, Gio! Berani lo main-main sama gue, gue bikin tamat karir lo di sini!" batin Julian saat melangkah memasuki lift yang pintunya sudah terbuka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN