Pertunangan Hana

1202 Kata
Angga menunggu mamanya duduk di ruangannya. Di ruangan kerja Angga ada satu set sofa di sana untuk menerima tamu. Dia berjalan duluan dan duduk di sana. "Mama lihat kaki kamu baik-baik aja. Itu kamu bisa jalan bener kok. Jangan-jangan kamu bohong ya, Sayang?" Bu Indah ikut duduk di sofa, dia duduk di hadapan Angga. "Mama tahu kan kalau keseleo itu bisa sembuh karena kalau posisi yang salahnya udah kembali normal? Terus setelahnya enggak akan sakit lagi?" Bu Indah mengangguk. "Aku ketemu tukang pijat yang bener kemarin, langsung deh tak panggil ke rumah. Dapet rekomendasi dari temen gitu. Pokoknya keren itu tukang pijatnya deh." Angga berharap dalam hati mamanya akan percaya kali ini. Itu sudah cukup bagi Angga. "Iya juga sih. Tapi, Sayang, kamu harus hati-hati ya biar kaki kamu enggak keseleo lagi. Mama jadi khawatir kalau denger kamu keseleo begitu." Bu Indah akhirnya bisa bernapas lega karena merasa Angga tidak berbohong padanya. "Terus Sera bilang apa lagi ke Mama?" Angga sangat penasaran dengan ini. Dia ingin mendengar semua dari mamanya apa yang diucapkan Sera. "Sera? Enggak banyak dia cerita. Cuma katanya dia pengen ngajak kamu jalan, tapi kamu katanya mau datang ke undangan temen kamu tuh. Kenapa enggak diajak aja Seranya?" "Gini deh, Ma. Aku tahu maksud Mama sebenarnya baik tapi aku boleh enggak sih kalau bilang jujur ke Mama? Tapi sebelumnya Mama harus janji enggak akan marah sama aku?" Bu Indah menarik napas panjang. Dia sepertinya sadar Angga akan mengatakan sesuatu yang mungkin tidak akan enak didengarnya. Namun, mau tidak mau, Bu Indah harus mau mendengarnya. "Mau bilang apa? Kamu enggak suka sama Sera? Gitu kan maksudnya?" "Iya itu. Lebih baik aku ngomong sekarang kan?" "Kurang apa Sera itu di mata kamu?" Angga menggaruk-garuk kepala sambil mencari alasan menolak Sera yang bisa dimengerti oleh mamanya. "Jangan bilang kamu udah punya seseorang tapi enggak berani bilang sama Mama? Kalau cuma nolak doang tanpa alasan itu enggak mungkin, Nak." "Alasannya enggak suka sama Sera ya gitu, orangnya suka maksa deh. Aku enggak suka. Masa misalnya nanti aku kerja terus dia minta ditemenin ke salon terus dia ngadu ke Mama, masa aku harus ninggalin kerjaan. Gimana menurut Mama?" Angga menatap wajah mamanya lurus-lurus memperhatikan setiap perubahan ekspresi wajah mamanya. "Hmm ... masa sih Sera gitu?" "Iya. Dia suka maksa kok, pokoknya cari celah supaya keinginannya terpenuhi. Awalnya aja ngajak jalan malam minggu, lama-lama kerja dia minta ketemuan, bisa aja kan, Ma?" "Ya udah kalau kamu enggak suka. Mama cariin yang lain, ya?" "Jangan. Kali ini tolong jangan dulu. Aku pengen fokus kerja dulu. Aku baru pulang loh ini, Ma. Masa udah sibuk mikirin pacaran atau nikah, yah ada ntar kerjaan jadi enggak bener semua." "Mama pikir ucapan kamu ada benarnya juga. Ya udah kalau gitu ntar Mama bilang ama Sera kalau kamu sibuk kerja dulu deh kalau gitu. Mudah-mudahan dia ngerti." Angga bisa bernapas lega untuk sementara waktu. Dia tetap harus siap jika beberapa bulan ke depan mamanya akan mulai menjodohkannya dengan anak temannya lagi dan dituntut untuk menikah. *** Hari Sabtu, hari di mana Angga harus datang ke acara pertunangan Hana dan calon suaminya. Dia sudah memastikan akan mengajak Esti dan Arya untuk datang ke sana. Esti tidak boleh menolak dengan alasan apa pun. Sudah sejak pagi dia sibuk mengatur jadwal hari ini. Jam berapa mereka harus ke salon, jam berapa harus jalan dari rumah. Dia pastikan jadwal mereka hari itu tidak akan meleset. "Kita makan siang di luar aja, ya?" "Iya, Tuan. Udah berapa kali tadi ngomong begitu? Enggak bosen? Ini aja baru jam 9 pagi." Esti berkata sambil menjemur pakaian. Angga sudah tidak sabar ingin keluar bersama Esti dan Arya. Ditambah dia merasa senang karena bisa mengajak Esti ke acara pertunangan Hana. "Harap maklum aja, aku enggak pengen telat dateng gitu. Mudah-mudahan semua rencana aku berjalan lancar hari ini deh. Aamiin." "Tuan kan cuma tamu aja. Kenapa harus takut telat datang?" Esti merasa heran dengan majikannya kali ini. "Enggak apa-apa dong. Kalau datang duluan kan bisa pulang duluan. Pokoknya kita di sana cuma sampai jam 9 malam aja. Setelahnya aku anter kamu pulang, kita kan ngajak Arya, kasian kalau dia diajak pergi sampai terlalu malam." "Iya aja deh. Terserah Tuan aja. Yang penting pulangnya ke rumah Mak Entin." "Kamu kok pasrah gitu sih? Aku perhatiin kamu sekarang enggak pengen ngajak aku berantem lagi, enggak seru tahu enggak sih." "Capek berantem terus sama Tuan. Enggak bakalan menang juga." "Bagus deh. Gimana kalau kita jalan aja sekarang? Belum ke mana-mana sih. Tapi muter aja sambil nungguin jam makan siang, ke salon, ganti baju terus jalan ke tempat acaranya Hana." "Ya sudah, ayo aja." *** Angga, Arya dan Esti sudah bersiap dan tinggal berangkat menuju acara pertunangan Hana. Angga mengenakan setelah jas sedangkan Esti mengenakan dress biru tua dengan panjang sampai bawah lutut, dan Arya memakai kemeja dan celana panjang. Sebelum berangkat Angga ingat sesuatu. Dia mengambil sepatu yang minggu lalu dia beli untuk Esti. Dia berikan sandal itu untuk Esti. Sandal wedges dengan tinggi 5cm. "Pake ini, sebenarnya ini tuh dibeli buat kamu kok. Tapi karena aku takut kamu banyak protes aku cari alasan untuk ngajak kamu beli sandal ini." "Aku punya sandal bagus juga buat apa, Tuan? Aku kan enggak ke mana-mana. Cuma ke sini aja, pulang juga ke rumah Mak Entin." "Mulai kan protes lagi. Udah pake aja. Nanti bisa dipake lagi hari Senin pas daftar acara pelatihan desainer. Terus pake buat selama acara itu juga bisa. Jadi enggak mubazir." Esti menerima sandal yang diberikan Angga dengan pasrah. Dia pakai sandal itu saat itu juga. "Nah kan cakep. Orangnya cantik, sandalnya juga pas. Ayo jalan sekarang." Angga melihat Esti hari ini terlihat semakin cantik. Dia memang meminta pada orang salon agar tidak memulas make up yang berlebihan di wajah Esti. Dia hanya meminta wajah Esti terlihat lebih segar dari biasanya saja. Saat berjalan menuju parkiran, ponsel Angga berdering ada panggilan dari mamanya. "Iya, kenapa, Ma?" tanya Angga sambil meminta Esti memegang tangan Arya. "Kamu udah mau berangkat? Sendiri?" "Iya, ini lagi jalan ke parkiran. Kenapa, Ma? Aku pergi sama temen kok. Enggak sendiri ke sananya." "Cuma tanya aja. Ya udah ketemu di sana ya." "Ok." Panggilan telepon berakhir dan Angga menyimpan kembali ponselnya di saku. *** Angga mengajak Esti dan Arya menemui Hana sebelum acara mulai untuk memberikan ucapan selamat. Mereka sudah tiba di sana sebelum acara mulai. "Selamat, ya, Hana. Kayaknya memang dia tuh jodoh kamu deh." "Makasih ya, Ngga. Semua juga kan berkat bantuan kamu. Aku malah belum sempet balas budi nih. Jadi gimana? Masih butuh bantuan enggak? Tapi kayaknya enggak perlu, ya? Karena kamu udah berhasil ngajak seseorang ke sini." Hana melirik Esti. "Eh, tapi sebenernya belum kok. Perjuangan aku masih panjang. Doain aja jalannya mulus." "Aamiin. Apa pun itu yang terbaik buat kamu." "Aamiin. Makasih doanya, ya. Aku keluar dulu." Setelah bersalaman dengan Hana, Angga mengajak Esti keluar untuk duduk di tempat duduk tamu. Dia duduk bersebelahan dengan Esti, karena memang tamu bebas duduk di mana saja. Tidak dipisah khusus untuk perempuan dan laki-laki. "Kamu datang sama siapa, Nak?" sapa Bu Indah. Suaranya membuat Angga dan Esti menoleh. "Loh, bukannya kamu Esti yang waktu itu minta kerja di rumah Angga, ya?" Bu Indah masih bisa mengenali wajah Esti walaupun baru ketemu satu kali di rumahnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN