1. Tukang Parkir

2058 Kata
Jaka terbangun pagi itu saat dia merasa kantung kemihnya penuh. Hmm, kenapa juga harus ada keinginan buang air saat mata tidak ingin terbuka?? Dengan terpaksa pria itu bangkit dari kasur empuknya yang berukuran king dan melangkah menuju kamar mandi. Dengan mata setengah tertutup, dia membuka tutup toilet. Setelah mengeluarkan semua cairan yang harus dikeluarkan, tangannya meraba-raba, mencari selang untuk membersihkan tubuhnya. Dapat! Bibirnya tersenyum miring. Ternyata dia hafal semua benda di kamar mandi meski matanya tertutup. Jaka mengarahkan selang. Inginnya cepat-cepat kembali ke kasur dan melanjutkan tidurnya. Namun tiba-tiba, dia malah menyemprot kakinya. Ujung selangnya menyemprot tidak pas di tempat yang dia mau. “Sial!” Mata Jaka langsung terbuka. Air selang yang harusnya membasuh area pribadinya justru membasuh celananya. Alhasil, celana tidurnya yang lembut itu menjadi basah. “Ck! Terpaksa mandi nih.” Dengan berat hati, Jaka akhirnya memilih mandi. Tidak perlu waktu lama untuk membersihkan tubuhnya. Lima menit kemudian, dia sudah keluar dengan jubah mandi menutupi tubuhnya. Seperti biasa, Jaka mengecek ponselnya, membuka email-email dari perusahaan-perusahaan sekuritas, mencari berita ter up to date tentang perekonomian Indonesia dan dunia. Tiba-tiba, senyumnya meningkat saat melihat membaca berita tentang Rusia yang akan memangkas pasokan gas alam cari ke beberapa negara di Eropa. Dia juga membaca tentang cuaca dingin yang berlangsung lebih lama di banyak negara. “Sepertinya harga batu bara akan meningkat,” ucapnya dengan senyum lebar. “Aku harus menambah sahamku di emiten batu bara.” Senyum lebar semakin terpampang di wajahnya. Dia sudah membayangkan beberapa bulan lagi, rekeningnya akan bertambah gendut karena batu bara. Setelah yakin tidak ada yang menarik, dia menutup ponsel dan membuka lemarinya, mengambil kaos polos oblong dan celana pendek. Setelah menyisir rambutnya dan memastikan penampilannya tidak terlalu buruk, dia keluar kamar. Dapur adalah tujuannya. Perutnya sudah lapar. Namun sepertinya dia harus menahan langkahnya ke dapur karena ponselnya tiba-tiba berdering. “Halo, pagi,” ucap Jaka degan nada datar tanpa melihat nama si penelepon. “Assalamu’alaikum!” seru yang berada di ujung telepon. “Eh??” Jaka tersentak mendengar suara ibunya. Saking tidak percayanya, dia sampai melihat layar di ponselnya. Dan ini benar-benar ibunya!! “Hehe, wa’alaikum salam, Bu. Apa kabar, Bu? Ibu sehat?” Jaka segera mengubah nada suaranya menjadi sangat lembut. Dia bahan menyematkan senyum meski ibunya tidak bisa melihat. “Sehat, Nak. Dan akan lebih sehat lagi kalau kamu segera pulang bawa calon mantu untuk ibu,” kekeh ibunya. “Bu, kita sudah pernah membahas ini. Jaka masih belum menemukan yang pas.” “Memangnya kunci pake pas gitu?” “Bu?!” “Iya-iya, ibu tahu. Kamu masih belum ingin. Adikmu itu sudah serius pacaran sama Haikal. Kalau Haikal datang bertamu meminta adikmu bagaimana?” “Ya nggak apa-apa, Bu. Biar Nia menikah lebih dulu. Memang sudah jodohnya dia.” Jaka mendengar ibunya menghela nafasnya. “Ibu dan bapak sebenarnya ingin kamu lebih dulu menikah. Kamu ‘kan lebih tua. Tahun depan kamu sudah tiga puluh tahun lho.” “Iya, Bu. Jaka ingat kok, sama umur. Ibu tenang aja. Doakan Jaka segera ketemu yang cocok.” “Apa perempuan di kota itu jelek-jelek?” Jaka tertawa mendengarnya. Dia langsung teringat Sabtu malam kemarin saat dia berkumpul dengan sesama investor di sebuah hotel. Hanya ada sekitar dua puluh orang membahas tentang peluang pasar enam bulan sampai satu tahun mendatang. Mereka menyewa sebuah ruang rapat tertutup yang kedap suara. Di akhir acara, ternyata panitia menyediakan banyak wanita cantik untuk menemani malam minggu mereka. Jaka harus mengakui kalau semua wanita panggilan itu sangat cantik. Jaka juga yakin kalau panitia sudah menyeleksi ketat wanita-wanita yang disuguhkan. Mereka semua terlihat ‘mahal’. Seandainya Jaka tidak teringat ibu dan adiknya di kampung, mungkin dia akan membawa satu ke kamar. Namun, otaknya masih sadar untuk tidak melakukan hal itu. Dengan sopan, dia pamit dan langsung pulang ke apartemen. “Semua wanita itu cantik, Bu. Hanya saja Jaka memang belum bertemu yang cocok. Doakan saja ya, Bu.” “Bagaimana kalau ibu kenalkan kamu dengan putrinya Pak Dukuh saja? Dia cantik, sopan juga.” Memori Jaka langsung memutar sosok wanita yang dimaksud ibunya, tapi sekali lagi, Jaka tidak merasakan ada yang istimewa pada gadis itu. Belum sempat Jaka menjawab, suara ayahnya tiba-tiba terdengar. “Sudah! Jangan dengarkan ibumu! Kamu fokus kerja di sana. Ayah doakan segera bertemu jodoh. Ayo, Bu, tutup ponselnya. Perutku sudah lapar.” Jaka langsung tertawa mendengarnya. “Bu, ternyata pacarmu sudah kelaparan. Sudah ya, Bu, kapan-kapan kita sambung lagi. Assalamu’alaikum.” “Ck, Ayah ini! Ya sudah, Wa’alaikum salam.” Dan panggilan pun berakhir. Jaka tinggal sendiri di apartemen ini. Apartemen dengan dua kamar yang cukup mewah. Dia membelinya dari hasil jual beli saham. Kalau kau pikir Jaka adalah lulusan S1 di bidang ekonomi dan bekerja di perusahaan besar, maka kamu salah. Jaka hanyalah lulusan D2 perhotelan dan tidak bekerja di persahaan mana pun. Dia adalah seorang investor muda berumur 29 tahun. Dia memiliki setidaknya dua puluh persen saham PT. Karunia Laut. Dia juga memiliki sekitar lima persen saham di perusahaan rokok terbesar di Indonesia. Ada juga sahamnya di perusahaan batu bara, ritel, bank, dan banyak lagi. Dengan memiliki semua itu, setiap tahunnya Jaka mengantongi milyaran rupiah dari dividen tanpa harus bekerja di balik meja. Orang tua Jaka hanyalah petani di desa. Meski memiliki sawah dan ladang yang cukup luas dan Jaka sama sekali tidak tertarik untuk meneruskan usaha ayahnya. Lalu saat guru ekonomi SMA-nya mengenalkan saham dan kepemilikan perusahaan, Jaka langsung tertarik. Didukung dengan otaknya yang cerdas dan pantang menyerah, Jaka mulai mempelajari saham dan semua yang berhubungan dengan manajemen perusahaan. Pak Darminto, nama guru ekonomi itu, bahkan meminjamkan buku-buku tentang keuangan dan tokoh-tokoh dunia dan Indonesia yang sukses mendulang rupiah, menggemukkan rekening karena saham. Pemuda itu semakin giat belajar menghitung valuasi, membandingkan harga perusahaan dengan harga saham yang beredar, membandingkan laba perusahaan tiap kuartal, dan sebagainya. Pak Darminto selalu memuji ketepatan Jaka menghitung dan menganalisis sebuah perusahaan. Hingga suatu saat, Jaka tidak membayarkan biaya daftar ulang dan SPP sekolahnya dan memakai uang itu untuk mulai bermain saham. Lima bulan kemudian, dia menjadi multi bagger. Harga saham yang dia beli seharga 500 rupiah berubah menjadi 1200 rupiah. Sejak saat itu dia berjanji untuk menekuni dunia saham. Bagaimana dengan nasib SPP dan daftar ulangnya? Mau tidak mau orang tuanya mengeluarkan uang kembali. Itu pun setelah menghukum Jaka dengan bekerja di sawah. Jaka hanya menurut. Dia mengerjakan semua hukuman ayahnya tanpa protes. Dia yakin bisa sukses suatu saat nanti. Dan dia berjanji akan menyenangkan kedua orang tua dan adik-adiknya. Di dapur, Jaka hanya bisa mengela nafas. Tidak apa-apa di sana. Hanya tersisa s**u dan sosis di lemari esnya. Sepertinya sudah waktunya belanja. Lebih baik dia sarapan bubur langganannya saja. Kebetulan saja tukang bubur itu mangkal di dekat PT. Karunia Laut. Sudah lama juga dia tidak makan di sana. Dengan mengendarai motor matic besar, Jaka menuju tempat sarapan favoritnya. Jaka memang lebih suka menggunakan motor daripada mobil. Lebih ringkas dan lebih cepat sampai. Salah satu pesan Pak Darminto yang selalu diingatnya adalah, “Jadilah kaya dan berguna. Jangan berlagak kaya dan bermasalah.” Itulah yang membuat Jaka selalu bersikap dan berpenampilan layaknya pengangguran atau karyawan biasa. Dia tidak pernah menggunakan jas atau pakaian bermerk. Lexus dan Audi miliknya terparkir indah di garasi. Jika bukan karena menghadiri undangan rapat saham atau undangan formal lainnya, dia tidak akan mengeluarkan kendaraan mewahnya. Bubur ayam Rohmah sudah menjadi langganannya sejak dulu. berada di depan PT. Karunia Laut sejak perusahaan itu belum IPO dan Jaka mulai menabung saham di sana. Kebetulan putra pemilik perusahaan itu adalah temannya. Melihat kinerja perusahaan yang bagus, Jaka tertarik untuk menyuntikkan dana. Sedikit demi sedikit hingga dia memiliki 20% sahamnya. Jaka pun segera keluar dari apartemennya. Dia cukup nyaman dengan celana pendek biasa dan kaos oblong polos berwarna abu-abu. Di parkiran, kakinya langsung melangkah menuju motor matic besar kesayangannya. Area parkir pagi cukup sepi. Mungkin karena belum ada yang berangkat kerja. Saat hendak memasang helm, dia dikejutkan oleh suara benda jatuh yang dibarengi jeritan seorang wanita. Jaka langsung menoleh. Dan tawanya meluncur begitu saja saat melihat seorang gadis jatuh di jalan paving. Jelas saja si gadis marah! Dia malah menyuruh Jaka untuk mengeluarkan motornya. Tanpa banyak kata, Jaka membantunya. Kasihan gadis itu. Badannya pasti sakit semua karena posisi jatuh yang terlentang. Untung saja sepertinya kepalanya tidak berdarah. Jadi, Jaka berbaik hati membantunya mengeluarkan motor. Lalu tanpa kata, gadis itu pergi begitu saja. Jaka hanya menggelengkan kepalanya. Jaka sengaja memarkirkan motornya di area parkir PT. Karunia Laut. Untung saja satpam yang bertugas sudah mengenalnya. Jadi tidak ada masalah meski dia hanya menggunakan kaos dan celana pendek. “Selamat pagi, Pak Arjuna,” sapa seorang satpam. “Pagi,” jawab Jaka singkat tapi ramah. Di dunia saham, dia memang dikenal sebagai Arjuna, alih-alih Jaka. Memang namanya Arjuna Jayantaka. Pak Darminto yang usul waktu itu. Katanya agar bisa membawa hoki karena Arjuna adalah tokoh hebat. “Sarapan, Pak?” tanya satpam tadi. “Iya.” “Silakan, Pak. Biar saya yang mencarikan parkir motornya.” Jaka mengangguk. Dia pun turun dan menyerahkan motornya pada satpam itu. Baru lima langkah dia pergi, terdengar suara benda jatuh di belakangnya dengan keras. Jaka segera menoleh dan mendekat. Dia pikir motornya yang jatuh ternyata bukan. “Gadis ini!!” jeritnya dalam hati. Ini adalah gadis yang area parkir apartemen. Seorang gadis dengan seragam khas pegawai PT. Karunia Laut terjatuh dari motornya. Sepertinya dia terjatuh saat hendak memarkirkan motornya. Wajahnya putih dan pipinya bulat menggemaskan. Rambutnya yang hanya dikuncir tampak berantakan karena jatuh tadi. Jaka tidak yakin dia terpesona oleh kecantikan gadis itu atau hanya karena kasihan. Yang pasti, matanya tetap setia memandanginya. Matanya seakan berat memandang obyek lain selain wajah cantik, pipi bulat, dan matanya yang sedikit sipit itu. Seketika, fokus Jaka kembali saat dia mendengar gadis itu meringis menahan perih di siku dan lututnya. “Kau tidak apa-apa?” tanya Jaka pada gadis itu. Gadis itu hanya menatapnya sambil membersihkan lutut dan sikunya lalu mengulurkan tangannya. Merasa pria di depannya ini tidak kunjung meraih tangannya, dia menjadi geram. “Hei! Kamu ini niat nolong aku atau nggak sih?” sembur Sheila. “Iya.” Jaka mengulurkan tangannya, menarik Sheila agar bisa berdiri dengan baik. Setelah yakin kakinya kuat, Jaka melepaskan tangannya. Satpam yang melihat bosnya dibentak seperti itu langsung mendekat. Mulutnya sudah geram ingin menyembur. Dan betapa terkejutnya dia saat tahu siapa gadis itu. “Mbak Sheila??” Sheila menoleh. “Eh, Pak Pri! Sini bantu Sheila, Pak.” Supri langsung merasa bingung. Di satu sisi, ada bos yang menanam saham di perusahaan ini. Di satu sisi, dia sudah kenal baik dengan pegawai bagian administrasi itu. “Pak Pri, bantu Sheila dong! Biar dia yang urus motor Sheila,” ucap Sheila sekali lagi. Supri meringis. Kakinya melangkah ragu mendekati dua orang itu. Dia merasa bersalah pada Jaka, tapi juga iba pada Sheila. “A-anu, Mbak Sheila, biar Pak Pri saja yang memarkir motornya,” ucapnya sambil tersenyum kikuk. “Tidak apa-apa, Pak. Pak Pri bantu mbaknya saja. Biar saya yang memarkir motornya,” ucap Jaka tiba-tiba. Jaka tersenyum lebar pada Supri. Biar saja gadis ini menganggapnya tukang parkir. Sepertinya cukup menyenangkan bisa berdekatan dengan gadis ini. Supri langsung menoleh. Dia tidak percaya dengan telinganya. Mungkin dia salah dengar. Tidak mungkin seorang Arjuna Jayantaka memarkirkan motor karyawannya. Ya, Supri tahu kalau Arjuna alias Jaka adalah bos yang baik meski irit bicara, tapi memarkirkan motor adalah pekerjaan rendahan! “Biar saya yang memarkirkan motornya, Pak Pri,” ucap Jaka sekali lagi. Tangannya bahkan sudah memegang kemudi motor Sheila. Mau tidak mau, Supri pun mendekati Sheila. Gadis itu pun langsung menyambut uluran tangan Supri. Sekali lagi, Supri melirik Jaka. Namun pria itu justru tersenyum lebar dan mengangkat jempolnya. Dengan langkah tertatih, dia berjalan. Sheila berjalan berpegangan pada Pak Supri. “Aku lagi sedih Pak Pri! Ternyata Roy selingkuh. Ceweknya cantik banget. Pagi-pagi dia Cuma pakai kaosnya Roy di apartemen Roy b******k itu!” Lamat-lamat, Jaka mendengar curhatan Sheila. Dilihatnya bibir Sheila yang masih bergerak, menceritakan kesialannya mengenal pacar seburuk Roy. Supri hanya manggut-manggut mendengarnya. Bibir Jaka otomatis membentuk senyum tipis. Ah, sepertinya gadis itu sedang patah hati. Mungkin itu yang menyebabkannya tidak bisa fokus berkendara dan akhirnya terjatuh. Mungkin mulai hari ini dia akan datang lebih awal untuk memarkirkan motor Sheila. Jaka tidak keberatan. Lagi pula, hidungnya bisa mencium wangi Sheila dari kemudi motornya. Ya ampun, harum sekali. Seperti bau bayi, baby cologne. Dan sepertinya mulai hari ini, Jaka akan suka dengan wangi bayi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN