“Pak, tolong berhenti di sini.” Neeta meminta sopir taksi online untuk menepi.
Dalam perjalanannya menuju kediaman Bu Minah, Neeta tak sengaja melihat sebuah bangunan terbengkalai yang begitu tinggi. Niatnya hanya satu. Neeta mendadak ingin mengakhiri hidupnya alih-alih merepotkan Bu Minah nanti. Saat melihat bangunan terbengkalai yang begitu tinggi itu, Neeta berpikir ingin mengakhiri hidupnya di sana.
Neeta menurunkan semua barang miliknya dari taksi online. Di depan bangunan terbengkalai itu, Neeta berdiri sembari mendongakkan kepalanya ke atas. Memandang puncak dari bangunan terbengkalai itu.
Dengan hati yang mantap, Neeta membawa barang miliknya ke tepian dan meninggalkan barang-barang miliknya di sana. Sementara kedua kakinya melangkah masuk ke dalam bangunan dengan hati yang berkecamuk dan pikiran yang kosong. Bagi Neeta, mungkin mengakhiri hidupnya adalah jalan yang terbaik. Seharusnya dia melakukan hal ini sejak dulu. Sejak kedua orangtuanya meninggal dunia karena kecelakaan.
Kedua kaki Neeta mulai menapaki undakan tangga yang terlihat kusam. Keseluruhan bangunan ini nampak sangat mengerikan dan banyak lumut yang tumbuh menghiasi temboknya. Tidak ada ketakutan sama sekali dalam hati Neeta sekarang. Dia hanya merasa sangat sedih dan tak bisa memikirkan apa pun selain mengakhiri hidupnya.
Sekarang Neeta berada di puncak bangunan. Dia terus meyakinkan diri untuk melangkahkan kedua kakinya. Neeta berhenti saat kakinya menapak bagian ujung bangunan itu. Neeta menundukkan kepalanya menatap bebatuan di bawah sana. Neeta yakin dia pasti akan langsung meninggal dunia jika menjatuhkan diri dari atas bangunan ini.
“Mama... Papa... Neeta datang. Maafkan Neeta memilih untuk mendatangi kalian dengan cara kayak gini. Neeta nggak sanggup lagi hidup di dunia ini,” lirihnya dengan air mata yang terus mengucur dari pelupuk mata.
Sekarang Neeta mantap ingin menjatuhkan dirinya ke bawah sana. Namun dia tertahan saat sebuah suara berisik samar-samar masuk ke dalam telinganya. Neeta terkesiap dan mengurungkan niatnya untuk menjatuhkan diri. Apa di gedung ini ada orang lain selain Neeta?
Neeta berusaha mengabaikan suara berisik itu dan mengumpulkan kembali niatnya untuk menjatuhkan diri dari atas bangunan berlantai delapan ini. Namun lagi-lagi Neeta tertahan sebab suara berisik itu semakin terdengar jelas di telinganya. Semakin Neeta mendengarkan, semakin suara itu terdengar jelas.
“Seperti suara pukulan.” Neeta menggumam dengan pelan. Tanpa Neeta sadari kedua kakinya melangkah mendatangi sumber suara.
Neeta berjalan dengan perlahan dan sempat ingin memutar langkahnya kembali ke tempatnya tadi. Namun dia juga merasa penasaran dengan suara berisik itu. Hingga Neeta dikejutkan dengan sebuah pemandangan yang tak biasa. Sebuah pemandangan yang hanya dia saksikan di dalam sebuah film saja. Seorang pria yang diikat di sebuah kursi dengan beberapa orang mengelilinginya.
Pria itu nampak tak berdaya. Dia hanya bisa pasrah saat beberapa orang yang mengenakan topeng terus melayangkan pukulan ke tubuhnya. Entah siapa pria itu dan kenapa dia sampai berada di sini dengan beberapa orang bertopeng itu.
Bugh!
Bugh!
Bugh!
Sebuah pukulan terus melayang dan mendarat di wajah serta tubuh pria berjas cokelat itu. Neeta mendadak panik dan dibingungkan dengan situasi ini. Apa yang harus Neeta lakukan sekarang? Apakah dengan dirinya berteriak, semua pria bertopeng itu akan berhenti? Sudah jelas tidak! Yang ada Neeta hanya akan menjadi korban mereka selanjutnya. Tapi, bukankah tujuan Neeta juga ingin mati?
Tubuh Neeta menggigil saat suara pukulan itu terus menggema di telinganya. Sampai matanya bertatapan dengan pria berjas cokelat yang menjadi korban pengeroyokan itu. Neeta hampir berteriak dan langsung jatuh merosot berjongkok ke bawah.
“Di-dia tersenyum?” Neeta bergumam tak percaya. Apa yang baru saja dilihatnya tadi? Pria itu tersenyum ke arah Neeta.
Apa pria berjas cokelat kehilangan akal sehatnya? Dia juga sama sekali tak mengeluarkan suara ataupun mengerang kesakitan saat dihujam dengan sebuah pukulan yang diberikan secara intens.
“Kata Bos habisi saja. Kalau begitu, ayo kita selesaikan semua ini.” Neeta hampir berteriak saat mendengar salah satu dari beberapa pria bertopeng itu bersuara seperti demikian. Dengan cepat Neeta menutup mulutnya dengan rapat agar tak mengeluarkan suara.
Bagaimana ini? Apa yang harus Neeta lakukan? Haruskah dia berlari ke sana sekarang dan menghentikan pengeroyokan ini. Jangankan berlari ke sana, Neeta bahkan tidak bisa berdiri karena kedua kakinya terasa lemas sekali.
Kedua mata Neeta membulat sempurna saat salah satu pria bertopeng melayangkan sebuah pukulan di kepala pria berjas cokelat menggunakan sebuah balok. Diiringi dengan air mata yang menetes dari pelupuk matanya saat pria berjas cokelat ambruk bersamaan dengan kursi yang mengikat tubuhnya.
Apa ini pembunuhan berencana?
“Ba-bagaimana ini?” Neeta terus membatin dalam hatinya.
Setelah membuat pria berjas cokelat ambruk ke lantai. Para pria bertopeng hitam pun langsung membuka langkah meninggalkan pria berjas cokelat yang tergeletak dengan bersimbah darah.
Mulanya Neeta ingin segera kabur dari tempat ini. Namun saat dia mengingat sekelebat bayangan pria berjas cokelat tersenyum kepadanya tadi. Neeta mengurungkan niatnya. Kedua kakinya melangkah mendatangi pria berjas cokelat yang terbaring tak sadarkan diri. Sembari kepalanya sibuk memikirkan apa yang harus dia lakukan sekarang ini.
“Ambulan, aku harus memanggil ambulan dari rumah sakit terdekat.” Neeta berusaha mengingat rumah sakit apa yang terdekat dengan area ini. Dengan kedua kaki yang gemetar, Neeta melangkah untuk memastikan jika para pria bertopeng sudah pergi dari bangunan ini sebelum dirinya memanggil petugas medis.
Neeta begitu menggigil ketakutan. Dia sampai menjatuhkan ponselnya saat berusaha mencari nomor kontak rumah sakit terdekat. Apa Neeta nantinya akan terlibat dengan semua ini? Haruskah dia meninggalkannya saja dan membiarkan pria berjas cokelat ini meregang nyawa?
Tidak. Bukan seperti ini seharusnya. Neeta datang ke bangunan ini untuk mengakhiri hidupnya. Bukan menyelamatkan hidup orang lain. Tapi, apa hati nuraninya sama sekali sudah tak berfungsi?
“Halo....” sapa petugas rumah sakit di seberang sana. Panggilan Neeta baru saja tersambung.
“Ha-halo....” Neeta menjawab dengan gugup. Namun kemudian dia berhasil menjelaskan situasi yang dia hadapi sekarang.
Petugas rumah sakit itu pun meminta Neeta untuk tenang dan memberikan sebuah instruksi untuk Neeta lakukan sebelum mereka tiba di sana. Di mana Neeta harus menahan pendarahan yang terjadi pada pria berjas cokelat dengan menekan area luka dengan kuat.
Dengan segenap keberanian Neeta melakukan instruksi yang diberikan kepadanya. Neeta menekan dengan kuat area luka yang terus mengeluarkan darah segar itu. Sambil kedua matanya terus mengeluarkan air mata. Neeta terus meminta pria berjas cokelat untuk tetap bertahan.
“Kumohon. Kamu harus bertahan....”