Rain terlihat sangat terkejut mendengar pengakuan dari istrinya. Perasaan bersalah tiba-tiba muncul saat melihat mata sayu itu. Sebagai pria yang sudah lama tidak pernah membuka hati, sikap Vania ini membuat Rain sangat tersentuh. Lagipula ia juga berpikir keras, apa yang salah dari Vania? Wanita mandiri yang nyaris sempurna. Bahkan banyak sekali pria diluar sana yang menginginkan Vania. Tapi kenapa? Rain tidak bisa menyukainya atau bahkan sedikit saja meliriknya?
"Aku butuh waktu, aku pergi."
Memilih pergi akhirnya menjadi keputusan Rain. Tubuh mungil itu luruh ke lantai begitu Rain meninggalkan rumah. Rain benar-benar perlu waktu untuk memenangkan hatinya sendiri dan menurut Rain satu-satunya hal yang membuatnya tenang adalah bertemu Elea. Jadi ia memutuskan mengendarai mobilnya menuju kampus wanita itu.
*
Elea menikmati makanan yang baru ia pesan. Ia merasa hidupnya sudah sangat baik sekarang. Bisa membeli semua benda yang ia inginkan tanpa harus menunggu tabungan cukup. Memiliki banyak teman meski kebanyakan dari mereka adalah teman fake, seorang teman yang ada ketika dirinya punya, sedangkan saat dirinya jatuh? Mereka seolah tidak mengenalnya.
Miris memang, sejak kecil dirinya selalu tersingkir dari circle pertemanan karena keterbatasan biaya. Sekarang Elea justru memilih menjadi seorang p3lacur dan seolah menutup mata dengan perbuatannya yang sebenarnya sudah keluar jalur itu.
"Kenapa makan sendirian?"
Suara berat itu terdengar mengusik lamunan Elea. Dilihatnya Gavin yang duduk di depannya. Masih tampan seperti yang ia ingat, bahkan perasaan itu masih ada.
"Kau masih suka makan mie pedas lagi? Ingatlah perutmu bisa sakit nanti," tutur Gavin terdengar penuh perhatian.
Elea menarik sudut bibirnya, senyuman sinis itu terlihat. "Untuk apa kau kesini? Pergilah, jangan peduli padaku."
"Elea." Entah apa yang Gavin pikirkan, pria itu tiba-tiba saja meraih tangan Elea lalu menggenggamnya.
"Gavin!" Elea reflek menarik tangannya dengan cukup kasar.
"Tenang saja, aku hanya ingin menyentuh tanganmu. Bukan menidurimu," tukas Gavin.
Elea mendengus sebal, ia buru-buru mengambil tasnya dan ingin secepatnya pergi. Namun, ucapan Gavin membuat langkahnya seketika berhenti.
"Kau sangat berubah, Elea. Rasanya baru beberapa bulan kita putus, tapi kau sudah bisa memiliki segalanya. Aku jadi curiga, darimana kau mendapatkan uang sebanyak dan secepat ini? Apa kau menjadi simpanan om-om berperut buncit yang haus akan belaian?" cemooh Gavin.
"Kurang ajar, tutup mulutmu, Gavin!" Elea langsung marah tidak terima, wanita itu mengangkat tangannya dan tak segan langsung menampar pipi Gavin dengan keras.
Gavin terkejut dan langsung merah, pria itu menarik tangan Elea dengan kasar.
"Lepas!" bentak Elea berontak.
"Kau sangat berani sekarang? Dan kenapa kau marah, ucapanku benar bukan? Tubuhmu ini ...." Gavin menyoroti tubuh seksi Elea dengan matanya yang tajam, jujur ia sangat tertarik dengan lekuk tubuh bak gitar Spanyol itu. Semuanya sangat sempurna.
Elea yang melihat tatapan Gavin itu semakin marah, ia langsung menendang kaki Gavin dengan sangat keras.
"Aduh! b******k kau!"
Gavin tidak bisa menahan amarahnya, pria itu tak segan mengangkat tangannya untuk memukul wanita yang telah berani melawan dirinya itu. Namun, sebelum tangannya menyentuh wajah Elea ada seseorang yang menarik tangannya dari belakang dan tanpa peringatan memberikan bogem mentah ke pipinya.
"Akhhhhhhhh!"
Elea begitu terkejut saat melihat tubuh Gavin timbang, tapi ia lebih kaget saat melihat sosok Rain yang berdiri dengan wajahnya yang begitu dingin.
"Siapa kau?" Gavin berteriak keras, pipinya sangat sakit sekali.
"Kau tidak perlu tahu siapa namaku. Tapi kau perlu tahu, siapa pun yang menyentuh wanitaku, aku tak segan akan membuatnya menyesal telah hidup di dunia ini. Termasuk kau!" ucap Rain dengan aura dinginnya yang mengancam membuat siapa pun yang mendengarnya membeku seketika.
Elea justru terpana, apakah ia tadi tidak salah dengar? Rain menyebut dirinya wanitanya?
Rain tidak peduli saat ini menjadi pusat perhatian saat datang ke kampus. Pria itu langsung mendekati Elea dan menarik tangannya untuk pergi. Isi kepalanya saat ini seolah penuh dengan masalah yang Rain sendiri tidak tahu bagaimana jalan keluarnya.
"Rain, pelan-pelan jalannya!" teriak Elea mulai kewalahan mengikuti langkah Rain yang sangat cepat.
Rain tidak menghiraukan Elea sama sekali, pria itu terus menarik tangan Elea dan membawanya ke mobil. Tanpa mengatakan apa pun saja Elea tahu kalau Rain sedang marah. Pria itu bahkan mendorongnya dengan cukup kasar ke dalam mobil.
Elea tidak berani bertanya apa pun, wanita itu hanya diam saat Rain membawa mobilnya pergi dengan kecepatan yang sangat tinggi. Sungguh Elea tidak pernah melihat wajah Rain semenyermakan isi sebelumnya, ia jadi bertanya-tanya apa yang sebenarnya membuat Rain bisa semarah ini.
Mobil itu terus melaju dengan kecepatan yang sangat tinggi sampai kemudian mereka tiba di sebuah basemen perusahaan. Elea sempat terkejut saat Rain membawanya ke sana, ia melihat sekelilingnya yang begitu sepi. Sepertinya itu parkiran khusus untuk Rain.
"Untuk apa kita kesini?" tanya Elea bingung.
"Berhenti bertanya hal yang tidak penting, Eleanor. Kau sama seperti kakakmu, sangat memuakkan!" bentak Rain.
"Apa?" Elea terkejut, tapi wajahnya tiba-tiba berubah kesal. "Jangan coba-coba menyamakan diriku dengan dia, Rain!" Elea sangat marah, ia sangat benci jika disamakan atau dibandingkan dengan kakaknya. Mereka sangat berbeda.
"Jangan berteriak padaku!" Rain semakin marah, benar-benar benci jika ada yang berani membantah dirinya.
"Kenapa? Kau ingin memarahiku karena ada masalah? Tidak bisa, aku tidak salah. Aku tidak mau kau menjadikanku alasan kemarahanmu," sergah Elea justru semakin kesal.
Tidak ingin disalahkan karena merasa dirinya tidak salah, Elea membuka pintu mobil itu dan ingin pergi. Tapi Rain justru terpancing dan tak segan menarik tangan Elea sangat kasar hingga wanita itu kesakitan.
"Apaan sih, lepasin nggak?" bentak Elea kesal.
"Kau tahu aku sangat benci jika dibantah. Jangan melewati batasanmu, Eleanor!"
"Melewati batasan mana? Kau yang seharusnya introspeksi diri, Rain. Hubungan kita ini bukan hubungan romantis seperti hubungan diluar sana. Apa kau lupa itu, jika kau memang sudah tidak menyukai sikapmu, maka hentikan saja hubungan gila ini!" jerit Elea.
"Apa maksudmu, ha? Apa selama ini belum cukup yang aku berikan padamu? Apa kau juga tidak merasa selama ini aku selalu memberikan hal yang tidak pernah aku berikan kepada wanita lain selain dirimu?" Rain semakin murka, ia menganggap Elea justru tidak menginginkannya. Bahkan sampai detik ini Rain belum pernah merasa ingin berganti perempuan seperti dulu dan merelakan mengacuhkan perhatian dari Vania yang jelas menginginkannya, tapi wanita ini?
Elea terkesiap, melihat sorot mata Rain membuat ia sadar jika pria didepannya ini ternyata tidak main-main. Elea justru takut jika Rain akan menjadikan perasaan itu menjadi hal yang serius.
"Kau hanya pria licik, cepat lepaskan aku!" kata Elea menarik-narik tangannya.
Rain yang melihat hal itu sangat geram sekali, cengkeramannya semakin kuat. Tak peduli Elea kesakitan atau tidak. "Baik, sepertinya apa yang aku lakukan selama ini memang tidak cukup untukmu, Elea. Sekarang akan aku tunjukkan padamu bagaimana aku bersikap kepada para pel4curku yang lainnya!"
Rain tidak menghiraukan penolakan dari Elea, pria itu mencium Elea dengan sangat kasar. Ia mendorong wanita itu hingga kepalanya terbentur pintu mobil, tak segan ia merobek baju Elea dengan beringas dan mengerikan gigitan yang sangat menyakitkan bagi Elea.
"Hentikan, Rain. Sakit!" Elea berusaha menolak, ia tidak mau Rain menyentuhnya dalam keadaan penuh amarah seperti ini.
Namun, sepertinya Rain sudah begitu marah hingga tidak bisa mengkondisikan dirinya. Pria itu benar-benar tidak peduli Elea menangis meminta ampun sekalipun, ia tetap melampiaskan hasratnya dengan kasar pada Elea, tidak menghiraukan wanita itu bercinta dengan posisi nyaman atau tidak. Yang jelas ia begitu marah karena Elea berani menolaknya.
Bersambung.