In the Dark

1397 Kata
Sorot lampu kamar Allison redup, nyaris gelap. Ia bersandar pada ambang pintu kaca, menghadap kolam. Kepulan asap rokok tampak tebal, berembus keluar dari mulutnya sedari tadi. Hingga detik ini, Allison belum mampu melupakan malam panas kemarin. Tidak semenit pun. Leon, berhasil meninggalkan bekas cukup kuat. Permasalahannya, Allison penasaran, dengan sosok yang membuatnya jatuh terlalu lelah pada lubang kenikmatan,  hilang tanpa meninggalkan jejak, atau sekadar nama. Ponsel ditangan Allison bergetar, memanggil gadis itu untuk melupakan dosa terindah malam itu. Allison menatap layar, menekannya malas. "Jay." "Aku di luar mansion! Kita harus bicara sekarang!" Allison beralih tempat, menyibak tirai panjang yang menutupi jendela. Ia menggigit bibir, menatap sebuah Ferrari hitam terparkir pada gerbang masuk. "Aku turun!"jelas Allison, memutuskan sambungan telpon Jayler. Melangkah pergi. ____________________ "Kau mengabaikan ku, ada masalah?" Jayler meraih salah satu tangan Allison, mencoba menyatukan jemari mereka.  Namun, Allison menahan diri, lekas bergeser dan menepis pria tersebut. "Kau tidak bertanya pada kekasih mu?"tanya Allison, menatap Jayler tajam. "Maksudmu,, Axtena?" "Apa kau memiliki hubungan lain yang tidak aku ketahui, Jayler?" "Allison.." "Jayler! Aku hampir mati karena Axtena malam itu, kau tidak tahu?"teriak Allison, menunjuk dirinya sendiri. Menatap Jayler lekat, penuh emosi. "Aku tidak paham maksudmu,"jelas Jayler singkat. Allison tersenyum remeh, memutar pandangan ke luar kaca gelap mobil. "Allison.. Aku men....." "Jayler, aku benar-benar muak! Jika kau tidak bisa meninggalkan Axtena, Aku yang akan mundur!"cecar Allison tegas, meremas kedua tangannya. "Aku butuh... Allison!" Brak!! "Allison! Allison! Allys! f**k!"Jayler memukul setir mobil. Meninju nya keras. Allison keluar, meninggalkan ruang pengap tersebut sambil membanting pintu. Berlari masuk ke mansion. "Tidak. Kau tidak akan bisa hidup tanpa ku, Allison. Tidak. Aku tidak akan kehilangan mu,"gumam Jayler terdengar pasti, menatap Allison dari kejauhan. Lantas, sebuah SUV melewatinya, bergerak masuk. Jayler melirik, berusaha mengenali sosok yang berada di dalam mobil. Ia menelan ludah keras, memicingkan matanya tajam dari kegelapan. Markus sengaja membuka jendela, ikut memastikannya Jayler, sampai kedua mata mereka bertemu beberapa detik, dan berlalu begitu saja. "Dia pergi, sir,"ucap sopir yang membawa Markus, mengintip dari celah spion. Markus diam, menaikkan dagu congkak dan tersenyum tipis. _______________________ Keesokan harinya... Leon kembali ke mansion, menatap kamar luas yang menghadap laut. Indah, seperti biasa. Ia menarik napas, menyentuh perutnya. Berucap syukur, Tuhan memberinya kesempatan hidup agar melihat isi dunia seperti pagi ini. Leon menarik dompet dari saku celana, mencari sesuatu yang tersembunyi di celah sana. Leon tersenyum, mengusap secarik foto lama. Tentangnya, tentang Allison. Gadis yang membuat hatinya begitu dingin. Leon tidak pernah membuka peluang bagi wanita lain atas hatinya. "Leon!"sergah Justin, mendaratkan diri pada bibir pintu. Leon memutar pandangan, mengarah ke arah sahabatnya itu. "Kau ingin menemui pemimpin Loz Arcasas?"tanya Justin tegang. Leon mengulum bibir, menyimpan foto pada tempatnya kembali. "Ya. Kenapa?" "Apa kepalamu terbentur sesuatu, hingga kau ingin menemui kaum berengsek itu?"teriak Justin, mengayun kaki mendekat. "Aku akan berdamai!" "Mustahil. Mereka menembak mati Callum dalle untuk merebut wilayah Southsiders. Kau akan kehilangan suara karena itu,"nasehat Justin terdengar waras. "Aku punya rencana." "Kau tidak akan mendapat dukungan untuk melakukan itu,"tegas Justin. "Termasuk kau?" "Aku?" "Ya. Kau. Kau juga tidak akan mendukung ku?"desak Leon. "Ya. Apa boleh buat. Aku terpaksa mendukung mu,"usik Justin menggaruk rambutnya yang hitam. "Kalau begitu, kau punya tugas. Yakinkan semua anggota untuk mendukung ku!" "Aku? Kau meminta bantuan ku untuk...." "Jaga Mississippi. Aku akan menangani masalah yang ada di Bogota,"singgung Leon. "Kau tidak ikut ke Mississippi?"tanya Justin. Menatap Leon menggelengkan kepala lemah. "Belum waktunya! Kau harus memimpin Southsiders Mississippi,"pinta Leon. "Mereka tidak akan mendengarkan suaraku!" "Buktikan bahwa pikiran mu salah. Aku menaruh harapan padamu!"tunjuk Leon, terdengar pasrah. Justin diam sejenak, tersenyum lebar. "Kau sangat romantis. Aku benar-benar mencintai mu,"Justin mendekati Leon, mengangkat tubuh pria itu dan menggendong nya. "Justin. Lepaskan aku!" "Kau terbaik!"puji Justin, mengangkat tubuh Leon ke atas. Leon bergerak, berusaha meloloskan diri. Namun, pria itu belum terlalu pulih. Perutnya terguncang, sakit. Sulit membuatnya bergerak banyak. "Ti amo, mi amor,"teriak Justin, memeluk Leon. Lantas, mendengar suara piring jatuh ke lantai. Justin dan Leon menoleh ke arah pintu, melihat Alicia, berdiri tegang. Syok. "L-Leon?"gumam Alicia pelan. Menarik napas, memegang d**a dengan dua tangan. "Mom.... Aku...."Leon berteriak, membuat Alicia mengambil langkah. Ia pergi, mendadak bisu. "Sial... Turunkan aku!"pinta Leon. Justin membuka tangan, bergerak mundur sepuluh langkah. "Dasar gila,"tuding Leon, berlari keluar mengejar Alicia. Menjelaskan sesuatu yang ia lihat. Justin terkekeh, menertawakan Leon, sengaja mempermalukan pria tersebut. _______________________ Plak!! Axtena menampar wajah Jayler keras. Menghempas wajah pria itu kuat hingga beralih arah. "Apa katamu? Putus? Aku melakukan banyak hal untuk mu, Jayler!"teriak Axtena seperti kerasukan, mengepal tinju, siap memukul. "Aku mencintai Allison,"aku Jayler pelan. Mengangkat kepala, menghadap Axtena dengan pandangan kokoh. "Berengsek!"suara Axtena serak, ia menahan napas, mengusap mata yang tampak basah. "I'm sorry." "Berengsek! Kau berengsek Jayler... Kau berengsek! Kau meninggalkan ku demi wanita jalang itu, kau.... ahhh!"Axtena menjerit, memukul Jayler sekuat tenaga, hingga tangannya di tahan. "Ahw. Jayler, sakit..."ringis Axtena, merasakan kedua tangannya di remas semakin kuat. Jayler mendongak, merapatkan barisan gigi begitu keras. "Jay...." "Akan ku hancurkan hidup mu, jika kau berani mengusik Allison lagi,"ancam Jayler, memicingkan mata yang berubah merah. Memendam emosi. "Jay.. Please..."bisik Axtena penuh permohonan. Mengangguk atas kalimat Jayler. Hingga pria itu mendorong nya jauh. "Ingat itu!"tutut Jayler, sebelum bergerak pergi. Axtena menahan tangis, bergetar takut dan berjalan mundur. "Aku tidak akan diam, Jay. Tidak! Lihat apa yang akan ku lakukan pada kalian nanti,"geram Axtena, melipat kedua tangannya di d**a, mengusap bagian sakit akibat cengkeraman Jayler. ______________________ Greendale Kelab | 22.57 Allison masih berusaha, mencari Leon dengan segala kemampuan. Kali ini menggunakan browser. Mengetik semua kata yang terlintas di benaknya. Isi pencariannya aneh. Kaku. "Kau bertengkar dengan Jayler?"selidik Trevor, meletakkan minuman beralkohol di atas meja. Membagikan minuman pada Zion dan Allison. "Kau tahu dari mana?"tanya Allison. "Axtena mendatangiku, dia ingin agar aku bisa membujuk Jayler,"jelas Trevor. "Hmm. b***h!"gemam Allison. "Aku dengar, kau menyerang Axtena, benar?"tanya Zion, mengambil tempat. "Dia mengatakan itu? "Hmm.." "Si Dajjal itu yang menyerang ku lebih dulu. Jika aku tidak memikirkan hukum, sudah ku robek mulutnya!" Zion dan Trevor saling memandang, menatap ngeri pada pernyataan Allison. Gadis itu menghisap ganja, berusaha mencari ketenangan. "Daddy mu tidak tahu kalau kau menghisap ganja?"tanya Trevor. "Dia tahu pun aku tidak peduli,"cemooh Allison asal. "Aku penasaran bagaimana Axtena menyerang mu!"ujar Zion, setelah membakar rokoknya. Pria itu baru bergabung di dalam Loz Arcasas, mengikuti jejak Trevor. "Dia menyewa dua orang pemuda untuk memperkosaku. Kau tidak tahu kalau kejadian itu di sini, Trev?"tanya Allison, membuat kening Trevor berkerut. "Di sini? Dua hari lalu, aku dengar ada seorang gadis..... Jadi, itu kau?"Trevor tersentak kaget, membulatkan mata pada Allison jelas. "Hmm.. Jika bukan karena bantuan pria asing itu, aku mungkin sudah mati,"jelas Allison. "Kau tahu siapa pria itu?" "Tidak... Dia...."Allison menelan ludah, mengerem informasi yang tidak ingin ia ceritakan. Allison tidak punya muka, untuk mengatakan pada dua sahabatnya bawa ia di tinggal seorang pria dan frustrasi karena itu. "Dia.. Kenapa?"pancing Zion. Ingin tahu lebih banyak. "Dia orang gila,"celetuk Allison, kembali teralih pada ponselnya. Trevor menghadap Zion, memberi kode sesuatu yang seharusnya mereka bicarakan. Meski baru,  baik Trevor atau Loz Arcasas tidak merahasiakan apapun dari Zion. "Allison!"tegur seseorang, Berdiri tegas di samping gadis itu. Allison mengeluh, menutup matanya rapat. "Ikut denganku!" "Kalian dengar suara hantu di sini?"tanya Allison pada Trevor dan Zion. Keduanya tidak menjawab, tersenyum satu sama lain. "Jangan bertingkah seperti anak kecil. Kalian bertunangan, 'kan?"sindir Zion. Allison membuka mata, menatapnya tajam, marah karena mereka mendukung Jayler. "Allison... Aku serius!"tegas Jayler lantang. Allison mengabaikan, bergerak melewati Jayler menuju toilet. "Kejar!"teriak Zion penuh dukungan. Jayler melirik, lantas, mengikuti saran Zion, segera menuju Allison, menangkap lengan gadis itu sebelum ia masuk ke dalam ruang privasi wanita tersebut. "Kau ingin masuk ke dalam?"tanya Allison. "Aku sudah mengakhiri hubungan ku dengan Axtena!"Jayler menjelaskan, menahan Allison lebih lama. Gadis itu mengerutkan kening, menatapnya lama, lalu menunduk, menatap lantai marmer yang mahal. "Aku benar-benar mencintai mu, Allison. Please!"gumam Jayler perlahan menarik tubuh gadis itu. "Aku tidak ingin kehilangan mu,"ucap Jayler lagi, terdengar memaksa. Allison menahan napas nya sesaat, mengikuti tarikan Jayler, hingga tubuh keduanya begitu dekat. "Allison...."bisik Jayler, berhasil mendekap gadis itu lama, mengembalikan ratu miliknya di tempat yang ia inginkan. Allison bernapas lega, membalas pelukan Jayler, merasakan panas tubuh pria itu seakan menjaganya. "Aku mencintai mu, Jay,"gumam Allison serak, meletakkan kepalanya di d**a pria itu. Menghirup harum aroma nya dalam. Jayler mengangguk, mengecup puncak kepala gadis itu sesaat. "Aku juga mencintai mu,"bisik Jayler, mengusap punggung Allison, tersenyum tipis memaknai kemenangan atas hati Allison.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN