Play with Fire

1358 Kata
Southwind Apartemens, Biloxi, Ms. | 09.45 Allison menghirup serbuk kokain, menarik nya cepat, langsung lewat hidung. Ia menelan ludah, mendongakkan kepalanya ke atas. Merasakan benda terlarang tersebut bereaksi atas tubuhnya. Ahhh... Gadis itu membuang napas, menekan hidungnya keras. Rasa sakit akan segera berganti dengan kenikmatan panjang. Allison bersandar di kursi mobil, meluruskan kaki melewati setir, hingga mengenai kaca. Mata hijau nya beredar di sekitar tempat, menunggu salah satu pemilik apartemen keluar. Sekaligus, berjaga dari pengawal daddy-nya, Allison membawa kabur mobil Markus setelah pria tersebut menyita asetnya. Ponsel gadis itu berdering, mengusik ketegangan. Allison melirik, memerhatikan nama Jayler tertera di layar. Namun, saat gadis itu ingin menyambutnya, Allison menangkap sosok yang tengah ia nantikan sejak sepuluh menit lalu, Axtena violet. "Sorry Jay,"gumam Allison, mengabaikan panggilan. Ia keluar, turun dari mobil untuk mendekati Axtena yang baru saja keluar dari taksi. "Hey, Axtena!"sergah Allison, membuat pemilik nama berputar, menoleh ke arah sumber suara. "Allys......"tegur Axtena manis. Menekan silikon ponselnya keras. Berusaha menutupi diri. "Berapa kau membayar dua orang pria untuk memperkosaku?"tanya Allison tegas. Menarik satu hisapan rokok yang nyaris habis. "A-apa maksud mu? Aku tidak....." "Jangan membohongi ku, b***h. Kau sengaja membuat ku meminum campuran kokain dan perangsang, agar mempermudah rencana mu,"cecar Allison sarkas. Lebih mendekatkan diri di hadapan Axtena, wanita itu diam, membalas tatapan tajam Allison. "Jadi dengan siapa kau tidur semalam? Hmm?"Axtena mendongak, berusaha melawan. Allison tersenyum miring, salut atas keberanian Axtena terhadapnya. "Orang seperti mu, pasti punya cara untuk menggoda pria manapun, kau mungkin..... Ahhhh... Allison.... Sakit... Lepas!!" Axtena mengerang, memegang kepalanya, Allison menarik rambut wanita itu, meremas dan menariknya keras tanpa ampun, hingga Axtena harus mendongak ke atas. "Allison... Lepas!" "Sakit?"tanya Allison, terus menarik rambut wanita itu. Semakin Axtena melawan, cengkeraman yang diberikan Allison semakin keras. "Akan ku balas.... Ahkk!"Allison mengguncang kepala Axtena. Tidak memberi kesempatan pada wanita itu untuk bicara, wanita itu menatap Allison dengan mata berkaca-kaca. "Dengar, b***h. Ini peringatan untukmu, jangan pernah berharap bahwa kau bisa melawan ku!" "Bisa. Aku bisa melawan mu!"Axtena menarik tangan Allison, merendahkan ke bawah lalu menggigit gadis itu. Allison tidak kehilangan akal, menekan ujung rokok miliknya ke lengan Axtena, gigitan wanita itu lepas, Axtena mundur, nyaris jatuh ke tanah. Dengan cepat, Allison menangkap tubuh wanita itu, mencekik leher Axtena keras dengan satu tangan. "Alli...."isak Axtena serak, berusaha menarik cengkeraman Allison yang semakin kuat, hingga napas Axtena menipis, Allison mengeram, merapatkan barisan gigi miliknya. "Kau sama sekali bukan tandingan ku!"sentak Allison, melepaskan Axtena sambil membanting tubuh wanita itu sekuat tenaga. Axtena terpental, menjauh dari Allison, sambil memegang leher. Ia menangis, mengais-ngais oksigen yang sangat dibutuhkan. Allison melempar rokoknya ke arah Axtena, membuat wanita itu tersentak takut. Allison mencebik, tersenyum mengejek, lalu berjalan memutar menjauhi Axtena. "Dasar gila!!!"teriak Axtena lantang, menangis kencang dengan d**a berdegup keras, karena takut. Allison tidak menimpali, tetap melanjutkan langkah sambil mengangkat jari tangan nya ke atas. Gadis itu pergi, meninggalkan Axtena setelah puas memberinya pelajaran. ___________________ "Kenapa? Allison berulah lagi?"tanya Taylor, menatap kekacauan Meison del Catrine. Allison menusuk ban mobil yang ada di bagasi dengan pisau. Bahkan gadis itu sengaja, membiarkan sebuah pisau menancap pada salah satu ban. Markus dan Megan menoleh bersamaan, mengeluh kasar tanpa berniat menjawab. "Sungguh, aku sama sekali tidak terkejut,"gumam Taylor. Megan melipat kedua tangannya di d**a, bersandar pada salah satu mobil, ia melirik Markus. Pria tersebut terlihat tidak baik akhir-akhir ini. "Dimana Andrea?"tanya Markus, mengarahkan pandangan pada Taylor. "Seperti biasa, dia sibuk di restauran,"jelas Taylor singkat, mengedarkan mata ke tiap mobil yang rusak. Sesekali, Ia sering datang ke mansion Markus, mengecek keadaan Paris yang tinggal bersama keluarga Grint. Putrinya, terlalu dekat bersama Sky. Markus kadang membutuhkan Taylor, untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan penting. Ia tahu, wanita itu bisa di andalkan. Kinerjanya tidak menurun sedikitpun. Andrea sukses dengan bisnis kuliner, restauran mereka ramai, sangat berkelas dan berhasil membuka cabang di beberapa kota. "Aku ingin ke Bogota, awasi Allison selama aku pergi,"pinta Markus. "Bogota? Kenapa mendadak?" "Ada urusan penting,"singkat Markus. "Kau ingin menemui keluarga Savalas?"tuduh Megan, tanpa mengalihkan pandangan. Markus mengangguk, menarik sebilah pisau tajam dari ban mobilnya, memeriksa benda itu sesaat. Menatapnya lama. "Aku tidak bisa membiarkan putriku terus seperti ini, Megan,"ujar Markus pelan. "Lalu apa gunanya pertunangan Jayler dan Allison?"tandas Megan. "Itu hanya bisnis. Mereka akan berakhir dalam enam bulan. Bagaimanapun, hubungan mereka tidak akan lebih dari itu." "Mereka saling mencintai,"sanggah Megan. "Kenali semua orang di sekitar mu. Aku tidak akan membiarkan Allison bersama pria itu." "Pria seperti apa Jayler di matamu?"tanya Megan tegas. "Aku sudah memberi mu clue. Jika aku bilang tidak, maka tetap harus tidak!" "Biarkan putri mu memilih. Dia sudah dewasa! Aku tidak akan membiarkan mu mengatur kehidupan Allison,"tukas Megan. "Percayalah. Dia akan memihak pada pilihan ku!"Markus tersenyum tipis, mengedarkan mata pada Taylor dan Megan bergantian. Memberi clue yang cukup jelas untuk mereka pahami. Markus bergerak menuju pengawal, memerintahkan beberapa dari mereka untuk mengurus mobil-mobilnya yang rusak. Ia akan berkemas, bertolak menuju Bogota sore ini juga. _____________________ Bogota, Republik Colombia | 1 Day Later Leon termanggu, duduk di atas kursi roda, menatap kota lewat kaca besar dari ruang rawat inap. Sejak sadar, nama Allison terus terucap dari mulutnya. Ia khawatir, takut, merasa bertanggung jawab atas apa yang mereka lewati kemarin. Leon menatap ponsel, menunggu seseorang lekas membalas pesannya.  "Kau sendiri?"tegur seseorang, terdengar begitu berat. Leon menoleh, memutar kursi nya ke lawan arah, menangkap sosok familiar yang tengah berdiri tegap di hadapannya. Markus Gringer Grint, pria itu terlihat kuat, seakan tidak menua, masih terlihat begitu tampan seperti sejak terakhir kali mereka bertemu. "S-sir...."sebut Leon pelan. Lalu di susul dengan penampakan daddy nya sendiri, George savalas. Memasuki kamar dan mendekat. "Bagaimana keadaan mu? Baik?"tanya Markus, menggeser kursi lebih dekat. Duduk tidak jauh dari Leon. " Jauh lebih baik,"jawab Leon singkat. "Aku tidak tahu, kalau kau akan berkunjung ke sini, sir,"sambung Leon, tanpa mengalihkan pandangan. "Kau tidak bersama keluargamu?"sanggah George. Membuat Leon langsung menelan ludah, terlihat belum siap dengan kehadiran Allison. "Tidak. Ada hal yang harus kita bicarakan,"ujar Markus, mengulum bibir. "Kenapa? Kau punya masalah?"tanya George perhatian. Markus menaikkan pandangan, menatap keadaan Leon. "Aku tahu, ini bukan waktu yang tepat. Tapi, aku sangat berharap padamu, Leon." "Apa yang bisa ku bantu?"tanya Leon, ketika Markus menghentikan ucapannya. "Ya. Aku butuh bantuan mu,"ucap Markus terhenti sejenak, guna menyelami dasar kornea mata Leon yang lekat memandang nya beberapa saat. Hening tanpa kata. "Aku... Ingin kau mendekati putri ku, Allison,"pinta Markus. "Bukankah putrimu bertunangan dengan...." "Itu hanya bisnis yang aku dan Alther sepakati. Jayler dan Leon hanya sebagai pendukung utama dari pencapaian ini,"jelas Markus tidak ingin mendalami kontrak rahasianya. Menggambarkan garis besar yang ia rasa cukup. Leon bungkam, berpikir singkat, mencoba menyusun kata yang sedang bersarang di kepalanya. "Southsiders masih membutuhkan ku!" "Leon!"sentak George mendengar penolakan yang keluar dari mulut putranya. "Kami tengah berada di dalam konflik melawan Loz Arcasas. Jika aku memaksakan diri, Allison dalam bahaya,"jelas Leon membuat George dan Markus bertatapan singkat. "Konflik?"tanya Markus. "Loz arcasas ingin membunuh setiap pemimpin Southsiders. Berusaha melemahkan dan merebut wilayah milik kami,"sebut Leon  terdengar mudah di pahami Markus. "Dan, aku ingin mengakui sesuatu hal padamu, sir,"Leon bergumam, semakin keras menancapkan kukunya pada ban kursi rodanya. "Apa yang ingin kau......" Drrrttt!! "Sorry.."Markus menahan kalimatnya, merasakan ponsel di dalam sakunya bergetar. "Sebentar. Aku harus mengangkat panggilan dari istriku,"ucap Markus, beranjak dari tempatnya, bergeser sedikit menjauh sesaat. "Markus. Allison akan membakar semua mobil mu jika kau tidak mengembalikan black card miliknya hari ini juga." "Apa?"teriak Markus, membulatkan matanya ke arah Leon. "Dia serius. Markus di mana kau letakkan black card nya?"teriak Megan. Sesekali memanggil nama Allison, mencegah gadis itu menyiram bensin pada salah satu mobil. "Anak itu........"Markus mengepal tangan, mengendurkan kancing pakaiannya lebih turun. "Di brangkas kamar,"ujar Markus berat, terpaksa mengembalikan aset milik Allison. "Markus..."tegur George melihat pria itu menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku. Markus memegang dadanya, kembali menahan sakit. "Kau tidak apa-apa?" "Ya."Markus terlihat mengatur napas. Menepuk dadanya pelan. Berusaha lebih rileks. Lalu berjalan kembali mendekati Leon. "Sungguh, jika aku mati mendadak karena Allison. Kau yang harus menjaga nya. Kapan pun kau siap, pintu keluarga Grint terbuka untuk mu, aku mempercayai mu, Leon,"tunjuk Markus, memberi keyakinan dan dorongan penuh pada Leon, seakan tidak memberi pilihan lain pada pria tersebut. Leon tersenyum, lalu mengangguk penuh janji.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN