“Anak itu, harus bisa jatuh ke tangan kamu.” Agatha menghela napasnya. Ia menatap sang Papa dengan wajah lelah. “Aku nggak yakin, Pa, kalau itu. Ini buat ketemu aja susahnya minta ampun.” “Kita ambil mereka secara pelan-pelan. Kita cuci otak mereka, biar mereka mau ikut kamu. Terus habis itu, baru kita ajukan hak asuh ke pengadilan.” Agatha berdecak kesal. “Nggak semudah itu, Pa. Kalau mau cuci otak mereka, Agatha harus bisa bawa mereka ke rumah. Sedangkan ini aja cuma diizinin ketemu satu jam, ditungguin papanya lagi.” “Terus ngapain kamu ketemu mereka, kalau nggak ada tujuan apa-apa?” “Ya ini baru permulaan. Aku mau kangen-kangenan sama mereka dulu.” “Siapa yang kangen? Kamu? Nggak percaya Papa.” Agatha mendengus kesal. “Gini-gini aku masih punya hati ya, Pa. Bertahun-tahu