"M-maaf." Zea berkata dengan gugup sambil menundukkan kepala. Ia benar-benar merasa bersalah karena sudah lancang memasuki kamar orang, bahkan sampai memegang barang pribadinya juga. "Baru kali ini, ada orang asing yang berani masuk ke kamar saya." Untuk menutupi rasa takutnya, Zea memainkan jari jemarinya sendiri. Ia tidak berani menatap Aldi. Karena dari suaranya saja, terdengar jika pria itu sedang marah. "Jangan mentang-mentang kamu dekat sama saya, terus merasa bisa seenaknya sendiri. Adab itu lebih penting dari pada ilmu." Demi Tuhan, Zea ingin menangis sekarang. Ia kesal dan marah pada dirinya sendiri. Kenapa ia bisa seceroboh ini? Kalau ia tidak nekat masuk ke kamar, mungkin kata-kata pedas itu tidak akan keluar dari mulut Aldi. "Saya minta maaf. Niat saya cuma bersih-ber