Sembilan

1449 Kata
Rabu (12.19), 09 Juni 2021 ---------------------- Ratna ingin mendengus kesal mendengar ucapan Freddy, namun dia tidak sanggup melakukannya. Bibirnya malah melengkung membentuk senyuman. Mengikuti dorongan hati, wanita itu merebahkan kepalanya di bahu Freddy. Menikmati kehangatan yang menguar dari tubuh lelaki itu. Tinggal seminggu lagi. Setelah itu dia akan kembali dalam kesendiriannya. Jadi, apa salahnya kalau dia mencoba menikmati keberadaan seseorang yang bisa dijadikannya tempat bersandar? “Merasa lebih baik?” tanya Freddy serak. Ratna mengernyit mendengar suara Freddy lalu mendongak menatap mata abu-abu itu. “Kau tidak terserang flu, kan? Sudah beberapa kali aku mendengar suaramu serak.” Freddy tersenyum. “Mungkin karena aku haus.” “Baiklah, ayo ke sana.” Ajak Ratna sambil menggandeng lengan Freddy. Freddy mengambil segelas sampanye, menghabiskan dalam sekali tegukan lalu meraih gelas lain. Ratna melepas lengan Freddy untuk mengambil piring lalu mulai memilih hidangan. Kesempatan itu tidak disia-siakan Freddy. Tangannya yang bebas ia gunakan untuk merangkul pinggang Ratna. Dengan ibu jarinya lelaki itu membelai kulit telanjang Ratna. “Jangan kira aku tidak tahu kalau jemarimu sedang menggerayangi punggungku.” Ucap Ratna tanpa mengalihkan pandangan dari stroberi berlapis cokelat yang sedang ia tata di piringnya. “Darl, ini bukan menggerayangi. Hanya membelai. Nanti kalau kita sudah di rumah, aku akan menunjukkan padamu seperti apa ‘menggerayangi’.” Pipi Ratna merona. “Dasar m***m. Memangnya lenganmu sudah cukup kuat untuk melakukannya?” ejeknya. “Kau menantangku, Darl?” Ratna menoleh menatap Freddy karena suara lelaki itu berubah makin serak. Namun dia menyesali perbuatannya ketika melihat mata Freddy berubah berwarna abu-abu pekat seperti awan mendung. Bedanya awan mendung menguarkan udara dingin, tapi mata Freddy terasa membakar, membuat Ratna terjebak dalam kobarannya. “Permisi,” Ratna tersentak lalu segera mengalihkan pandangan pada orang yang berdiri di sampingnya. Wanita itu mencoba mengulas senyum pada Pak Tio yang telah mengganggu suasana sensual tadi. “Ternyata ini benar-benar dirimu, Ratna. Aku sungguh tidak menyangka.” Ratna hendak menjawab namun Freddy mendahului. “Oh, jadi Anda mengganggu kami hanya untuk mengatakan hal itu pada kekasih saya?” ucap Freddy tajam. Dia tidak menyukai tatapan lapar orang itu yang ditujukan pada Ratna. Pak Tio merasakan aura permusuhan yang ditunjukkan kekasih Ratna. “Tidak. Tadi saya ingin mengambil makanan itu tapi tidak bisa menjangkaunya.” Ratna tersenyum meminta maaf lalu menyingkir memberi jalan. “Aku serius. Kau terlihat sangat memukau, Ratna. Seharusnya kau lebih sering merias diri dan menggunakan rok ketika ke kantor daripada celana kain longgar yang biasa kau gunakan.” Saran pak Tio sambil tersenyum ramah. “Maksudmu supaya kau bisa puas memandangi d**a dan b****g keka—” Freddy tidak bisa melanjutkan ucapannya karena Ratna menyumpal mulut lelaki itu dengan stroberi berlapis cokelat. “Maksudku bukan seperti itu.” Jelas pak Tio buru-buru. “Jangan khawatir. Saya mengerti maksud Anda.” Ucap Ratna ramah lalu memasukkan jemarinya yang berlumur lelehan cokelat ke mulut. Wanita itu sama sekali tidak menyadari bahwa perbuatannya membuat semua kaum adam dalam ruangan itu menelan ludah. Freddy yang menyadari suasana di sekitarnya segera merenggut tangan Ratna lalu menggenggamnya erat. “Cepat habiskan makananmu lalu kita pulang.” “Jangan buru-buru. Nanti masih—” Pak Tio terdiam ketika mendapat tatapan tajam Freddy yang seperti laser. “Kau masih di sini?” Pak Tio memilih langsung menghambur pergi karena kekasih Ratna terlihat ingin menghajar semua pria yang menatap Ratna. “Maafkan aku. Aku lupa kalau kau jijik jika melihatku menjilat jemariku.” Ucap Ratna tulus. Freddy mengerang dalam hati. Wanita ini sungguh tidak mengerti atau hanya berpura-pura. Bukan jijik, Darling. Tapi b*******h. “Lupakan saja dan cepat habiskan makananmu.” Aku sudah tidak sabar lagi ingin melahapmu, pikir Freddy sambil membantu Ratna menghabiskan makanan.       *** Freddy berhenti di depan pintu rumahnya. Dia terdiam selama beberapa saat lalu berbalik menatap Ratna yang berdiri di belakangnya. “Ratna, lihat aku.” Pintanya lembut. Perlahan Ratna mendongak menatap mata abu-abu gelap itu. “Aku yakin kau tahu bahwa aku sangat menginginkanmu sekarang. Tapi aku tidak ingin memaksa. Kalau kau tidak mau hal itu terjadi, tinggalkan aku sekarang dan kunci dirimu di kamarku. Aku akan tidur di sofa.” Freddy mengulurkan tangan pada Ratna dengan posisi meminta. “Tapi kalau kau juga menginginkanku, tolong genggam tanganku.” Pipi Ratna bersemu merah namun dia tidak bisa menahan senyumnya. Freddy adalah pria yang arogan dan terbiasa mendapatkan keinginannya. Pasti butuh perjuangan yang keras agar lelaki itu bisa mengutarakan pilihan seperti itu pada Ratna. “Apa kau selalu bertanya seperti ini jika ingin mengajak seorang wanita?” “Hanya padamu aku melakukannya.” Jawab Freddy jujur. Dengan malu Ratna meletakkan jemarinya dalam genggaman tangan Freddy. Mendadak Freddy langsung merengkuh Ratna dalam dekapannya selama beberapa saat, lalu menggandeng wanita itu menuju kamarnya. Di dalam kamar mereka saling menatap. Mengagumi satu sama lain di bawah cahaya rembulan yang menyeruak dari sela tirai. “Aku sangat menyukai gaun ini, tapi aku tetap ingin melihatmu telanjang.” Pipi Ratna makin memerah. Dia ingin menunduk untuk menyembunyikan wajah tapi terjebak dalam sorot mata abu-abu itu. Freddy bergerak mendekat. Punggung jemarinya membelai pelipis Ratna, turun ke pipi terus ke sisi leher wanita itu, meninggalkan jejak panas yang menggelitik hingga pusat diri Ratna. Jemari itu masih bergerak hingga di atas pundak Ratna lalu berhenti di tali tipis yang menahan penutup dadanya. Amat perlahan Freddy menurunkan tali itu dari pundak Ratna, membantu melepaskan dari lengan mulusnya. Freddy kembali melakukannya pada sisi lain tubuh Ratna, menggoda kulit cantik itu lalu melepaskan tali tipis dari pundaknya. Lelaki itu menelan ludah melihat bagian atas d**a Ratna terlihat. Dia menunduk lalu memberi kecupan yang dalam di salah satu d**a Ratna, sedikit melumat untuk meninggalkan tanda. Freddy tersenyum puas melihat tanda kemerahan di kulit mulus Ratna. “Milikku.” Desahnya. Jemari Freddy bergerak untuk menurunkan gaun peach yang masih menutupi d**a Ratna. Lelaki itu menatap Ratna heran karena wanita itu mencengkeram erat gaunnya. “Ada apa?” Mendadak Ratna mundur dengan mata berkaca-kaca. “Kau mau apa?” Freddy menatap wanita itu bingung. “Kupikir kita sudah sepakat bahwa kita sama-sama menginginkannya.” Lelaki itu bergerak mendekat. Ratna semakin mundur hingga punggungnya menempel di jendela kaca yang tertutup tirai. “Pergi!” jeritnya histeris dengan air mata bercucuran. Satu kata yang Ratna ucapkan dengan nada histeris itu seperti suara guntur di telinga Freddy. Kenangan akan malam sebelumnya menyeruak. Freddy berusaha melihat mata hitam Ratna di balik air matanya. Sangat sulit apalagi dalam ruang temaram. Tapi dia yakin, pandangan mata wanita itu kosong. “Ratna, sadarlah! Ini aku. Freddy.” Lelaki itu kembali mencoba mendekat. “Pergi! Jangan sakiti aku!” Sebuah pikiran buruk melintas di benak Freddy. Gerak tubuh Ratna. Seruan yang digunakan Ratna untuk melindungi dirinya dari siapapun itu yang telah menorehkan trauma. Kerongkongan Freddy tercekat. Freddy menekuk lutut perlahan untuk mensejajarkan tubuh dengan Ratna yang sudah duduk meringkuk di lantai. “Apakah, apakah orang itu memperkosamu, Ratna?” tanya Freddy pelan. Ratna sedikit mendongak mengintip Freddy dari balik tangannya yang terlipat di atas lututnya yang menekuk. “Sakit. Rasanya sangat sakit.” Lirihnya. Jantung Freddy serasa diremas. “Bolehkah aku menolongmu?” “Kau siapa?” bisik Ratna. “Aku,” Freddy hendak menjawab polisi namun pikiran lain menghentikannya. “Aku kakakmu.” Freddy menunggu reaksi Ratna. Mata Ratna melebar. Perlahan wanita itu mendongak menatap Freddy lekat-lekat. Air matanya semakin membanjir. Mendadak wanita itu merangkak mendekat, melingkarkan lengannya di leher Freddy dan menangis tertahan dengan wajah terbenam di sisi lehernya. “Kakak.” Ratap Ratna di antara tangisnya. “Jangan tinggalkan Ratna lagi.” “Sstt, tenanglah. Kakak di sini.” Hibur Freddy. Dia sungguh tidak tega melihat Ratna dalam kondisi seperti ini. Tapi hanya dengan begini Freddy bisa mengorek informasi. Lelaki itu berusaha mengunci rapat perasaan pribadinya untuk membangkitkan sisi profesionalnya. “Apa yang terjadi?” “Ada orang jahat. Dia memaksa Ratna melepaskan pakaian. Dia, dia menggunakan sabuknya untuk mencambuk Ratna. Sakit sekali. Ratna takut.” Freddy mengeratkan pelukan. Seperti ada bongkahan batu besar di kerongkongan Freddy ketika merasakan tubuh Ratna yang bergetar. Dia ingin menghentikan ini tapi belum bisa. Setidaknya sampai Freddy mendapat gambaran yang jelas tentang kejadian itu. “Lalu apa yang terjadi, sayang?” Di luar dugaan mendadak wanita itu mundur menjauh. “Kau bukan kakakku! Kakak tidak pernah memanggilku seperti itu. Pergi! Pergi! Pergi!” Ratna kembali menjerit histeris. Wanita itu hendak bangkit meraih benda terdekat namun Freddy dengan sigap mendekapnya. “Kumohon, Ratna. Sadarlah. Ini aku Freddy.” “Pergiiiii!!!” Ratna menjerit lalu diam tidak bergerak. Wanita itu jatuh pingsan. Freddy mendekap semakin erat wanita itu di dadanya. Jemarinya mengepal kuat. Rahangnya menegang karena berusaha menahan panas yang menusuk belakang matanya. “Ratna, aku bersumpah. Aku akan membunuh b******n yang telah melakukan semua ini padamu.” ------------------- ♥ Aya Emily ♥
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN