Ch-05

1631 Kata
"Yeyy!! Oma bobok di rumah Kevin!!" seru Kevin senang. Ia tak peduli neneknya yang mulai keberatan jika harus memangku tubuh gempalnya. "Iyaaa!! tapi janji Kevin nggak boleh lari-larian ke jalan lagi!!" tegas Inggrit pada cucunya. "Oke!!" jawab Kevin penuh semangat. Kevin kembali sibuk dengan mainannya sedangkan Bagas mulai mengemudikan mobilnya meninggalkan kediaman sang ibu. Sejak bercerai dengan Renata, ia harus menitipkan Kevin pada ibunya saat ia harus lembur di kantor. Begitupun malam ini, Bagas terpaksa kembali merepotkan Inggrit karena ia masih sibuk mengurus pemindahannya ke cabang baru. Baru beberapa meter mobilnya keluar dari gerbang, Bagas dikejutkan oleh seruan ibunya. "Bagas!! pelan-pelan!!" Bagas terkejut dan mulai memelankan laju mobilnya. "Ada apa Ma?" "Sebentar! sepertinya itu-- Dinda.." ucap Inggrit yang terdengar seperti sebuah gumaman. Matanya terus mengamati seorang wanita yang berjalan beberapa meter di depan mobilnya. Mendengar nama Dinda disebutkan membuat Kevin pun penasaran dan mengikuti arah pandang sang Oma. "Eh Iya!! itu Dinda!! Berhenti di dekatnya, Gas!" perintah Inggrit pada putranya. Tak ingin banyak bertanya, Bagas memilih menuruti perintah ibunya. Ia berhenti di samping seseorang yang terlihat berjalan dengan tatapan kosong. Sepertinya Dinda benar-benar melamun sambil berjalan. Buktinya perempuan itu sama sekali tak menoleh meski ada sebuah mobil yang berhenti tepat di sampingnya. "Coba Kamu klakson, Gas!" perintah Inggrit. Tin. Tin. Dinda tersentak oleh suara klakson mobil yang beberapa kali berbunyi di sampingnya. Dinda menghentikan langkah lalu menoleh ke arah Inggrit dan Kevin. "Dinda? Kamu mau kemana lagi jalan sendirian malam-malam begini?" tanya Inggrit. Dinda menelan saliva. Ia bingung harus menjawab apa di depan wanita yang terlihat baik hati itu. "Nyonya.." lirih Dinda. "Kamu mau kemana?" tanya Inggrit lagi. Dinda tampak ragu sebelum menjawab pertanyaan Inggrit. "Saya-- saya mau ke depan Nyonya-- Emm-- cari taksi," jawab Dinda setengah terbata dengan suara hampir tak terdengar. Ia pun segera menunduk, rasanya malu sekali menatap keluarga yang baru dikenalnya beberapa menit yang lalu itu. Inggrit bertukar pandang dengan Bagas. Sesaat kemudian Bagas mengangguk seakan tahu apa yang sedang dipikirkan oleh ibunya. "Mmm-- maaf bukannya kepo atau gimana, tapi kalau boleh tahu Kamu mau kemana, Din?" tanya Inggrit hati-hati. Dinda kembali terlihat ragu. "Saya-- mau ke Kemayoran--" "Ahh!! kebetulan kita searah. Yuk! bareng kita aja!" ajak Inggrit bahkan sebelum Dinda menyelesaikan kalimatnya. Dinda mendongak. Ia tak menyangka Inggrit akan menawarinya tumpangan. Selain takut merepotkan, di saat seperti ini dirinya hanya butuh waktu untuk menyendiri bukan bersama orang asing yang baru dikenalnya. "Din? ayo.. Anggap saja sebagai ucapan terimakasih Oma karena Kamu udah nolongin Kevin," tutur Inggrit setelah melihat Dinda masih diam. Bagas yang semula tak begitu tertarik dan menganggap Dinda hanyalah kenalan ibunya seketika menoleh ke arah Dinda. "Oh jadi dia yang nolongin Kevin," batin Bagas. Dinda tersenyum ke arah Inggrit dan Kevin. "Terimakasih tawarannya Nyonya, tetapi sebaiknya saya---" Dinda menghentikan kata-katanya ketika tak sengaja matanya menatap ke arah rumah Yanti. Aryo terlihat keluar dari pintu utama, ia berlari menuju gerbang dan mengedarkan pandangannya kesana kemari seolah mencari sesuatu. "Apa Kau mencariku Mas?" tanya Dinda dalam hati. Dadanya kembali terasa sesak mengingat bagaimana Yanti sengaja berniat mengusirnya. "Dinda? Kamu liat apa?" Inggrit mengikuti arah pandang Dinda. "Eh?! bukan apa-apa Nyonya. Emm-- Apa Nyonya tidak masalah jika saya ikut menumpang?" tanya Dinda kemudian. Semula ia akan menolak tumpangan yang Inggrit tawarkan, tetapi melihat Aryo menyadari ketiadaannya membuat Dinda ingin segera pergi dari tempatnya berdiri saat ini. "Tentu saja tidak! Oma sangat senang jika Kamu mau bareng sama kita!" jawab Inggrit antusias. Dinda mengangguk. Cepat-cepat ia masuk ke dalam mobil Bagas. Setelah berada di dalam mobil, Dinda menoleh ke belakang. Aryo terlihat mengamati mobil yang ia tumpangi. "Apakah Kau sempat melihatku, Mas?" tanya Dinda dalam hati. Ia terus menatap Aryo yang kini sudah berdiri bersama Yanti. Sesaat kemudian keduanya tampak kembali ke dalam rumah. Entah mengapa Dinda merasa kecewa. Ia menghembuskan nafas berat dan tertunduk lesu. "Sepertinya Kau tak peduli dengan keberadaanku mas.." batin Dinda. Tanpa Dinda sadari, Bagas terus mengamatinya melalui spion di dalam mobil. Ia bisa membaca kegalauan yang tengah Dinda rasakan. "Apa yang terjadi padanya? mengapa dia terlihat sedih dan banyak pikiran?" tanya Bagas dalam hati. Sekali lagi Dinda terlihat menghembuskan nafas berat sebelum akhirnya mengangkat kepalanya. Bagas segera mengalihkan pandangan, ia tak mau Dinda memergokinya sedang memperhatikan dari spion. "Hai.." sapa Dinda ketika Kevin menengok untuk kedua kalinya ke arahnya. Kevin kembali bersembunyi di balik jok mobil. "Kamu mau ikut kakak?" tanya Dinda ramah. Kevin tampak ragu, separuh wajahnya mengintip di balik punggung kursi. "Sini... Duduk sama kakak di belakang," tawar Dinda. Kevin menatap pada ayahnya untuk meminta persetujuan. Bagas menggeleng, ia masih merasa Dinda adalah orang asing sehingga Kevin tak perlu sedekat itu padanya. Kevin terlihat kecewa, tetapi tetap menuruti perintah ayahnya. Ia kembali bersembunyi di balik kursi di samping ayahnya. "Dinda... Kamu mau pulang?" tanya Inggrit. Ia menahan diri untuk tidak bertanya lebih jauh, tetapi tetap saja rasa penasaran mengalahkan segalanya. "Iya Nyonya," jawab Dinda. "Aduh jangan panggil Nyonya Din, panggil aja Oma Kevin atau Bu Inggrit," ralat Inggrit. "Baik Bu.." Dinda kembali tersenyum. "Dinda, Kamu tadi datang sendiri? Emm-- maksud Oma, kok Kamu pulang sendirian?" "Iya Bu.. Saya tadi-- naik taksi," bohong Dinda. Ia tak mungkin mengatakan bahwa ia sengaja kabur dari suaminya sendiri. "Oh, memang suami Kamu dima--?" "Ma!" potong Bagas. Ia merasa ibunya tak harus menanyakan hal-hal pribadi tentang Dinda. "Mama kan cuma nanya.." lirih Inggrit yang masih merasa bahwa pertanyaannya normal. Dinda tersenyum. "Suami saya sedang ke luar kota Bu, jadi saya terpaksa berangkat sendiri untuk ikut merayakan anniversary mertua," terang Dinda. "Oh.. begitu ya.." kata Inggrit lega. Bagas terlihat menghembuskan nafas ketika Inggrit melirik kesal ke arahnya. Perjalanan selanjutnya diselingi dengan perbincangan ringan tentang kesibukan Dinda sehari-hari. Hingga tibalah pada perumahan tempat tinggal Dinda. "Permisi, saya berhenti di depan saja Bu.." kata Dinda. "Kamu yakin Din? kita antar dulu nggak papa kok--" "Ma!" potong Bagas lagi. Entah sudah berapa kali Bagas memotong kata-kata ibunya. Bukannya tidak mau mengantar, tetapi bagi Bagas Dinda tentu berhak untuk tidak menunjukkan detail alamatnya. Walau bagaimanapun keluarganya masih asing bagi Dinda. "Saya tinggal berjalan beberapa meter kok Bu.." jawab Dinda segera. Ia makin tak enak mendengar Bagas kembali mengingatkan Inggrit. Dinda takut dirinya makin merepotkan pria pendiam yang Dinda tebak adalah papanya Kevin, si bocah kecil yang ia tolong. "Yaudah hati-hati ya Dinda.." pesan Inggrit. "Terimakasih Bu, makasih Kevin..." Dinda tersenyum ramah saat Kevin berbalik kepadanya. "Terimakasih Pak.." ucap Dinda pada Bagas. Bagas hanya mengangguk menanggapi kalimat Dinda. Dinda melambaikan tangan ketika mobil Bagas mulai bergerak pergi. Dinda berjalan menuju gang perumahan tempat ia tinggal bersama Aryo. Baru berjalan beberapa langkah, terdengar seruan seseorang di belakangnya. "Permisi!" Dinda berbalik. Seorang pria berpostur tinggi tengah berdiri di belakangnya. Dinda menengok ke arah belakang pria tersebut. Rupanya mobil Inggrit masih berada di pinggir jalan. "Ada apa pak?" tanya Dinda bingung. Bagas memberikan sebuah hansaplast dan Betadine. "Gunakan untuk membersihkan lukamu, maaf dan terimakasih sudah menyelamatkan Kevin," kata Bagas. Dinda memutar lengannya. Ia baru teringat pada sikunya yang lecet setelah menolong Kevin tadi. "Dinda!! jangan lupa segera obati lukanya!" seru Inggrit dari dalam mobil. Dinda tersenyum lalu menerima salep pemberian Bagas. Ia menunjukkannya pada Inggrit dan Kevin. "Terimakasih.." katanya. Bagas kembali ke mobil. Dinda melambaikan tangan, kali ini ia menunggu hingga mobil Inggrit benar-benar berlalu darinya. Setelah itu, Dinda kembali berjalan memasuki kompleks tempat tinggalnya. Ketika akhirnya ia sampai di rumah, Dinda baru teringat bahwa tas nya masih tertinggal di rumah Yanti. Hal ini berarti dirinya tak bisa memasuki rumah sebab kunci masih berada di dalam tasnya. "Fuhh!!" Dinda terduduk lesu. Mau tak mau ia harus menunggu sampai Aryo pulang. Sementara itu, di kediaman Yanti, Aryo terlihat murung. Ia terus kepikiran dengan Dinda. Ingin pulang, tetapi tak enak karena Magdalena masih ada di rumah ibunya. "Urusan mendesak apa yang membuat Kamu pergi tanpa mengabari ku Din?!" tanya Aryo dalam hati. Beberapa kali ia mencoba menghubungi ponsel istrinya, tetapi tak ada jawaban sama sekali. Sesaat kemudian Bik Sum tergopoh-gopoh dari dapur. "Tuan! ternyata tas Non Dinda ketinggalan di ruang belakang. Saya mendengar ponselnya berdering beberapa kali," Bik Sum meyerahkan tas Dinda pada Aryo. "Ketinggalan? lantas.. bagaimana Dinda pulang jika dompet dan ponselnya di dalam tas?" Aryo mulai panik. Ia segera beranjak untuk menyusul sang istri. "Aryo! Kamu mau kemana?" seru Yanti saat melihat putranya sudah menyambar jaket di atas sofa. "Aryo duluan Ma! kasihan Dinda! dia nggak bawa uang, ponsel dan kunci rumah!" jawab Aryo sambil lalu. "ARYO TUNGGU!!" tahan Yanti lagi. "Apa lagi Ma?!" kesal Aryo. "Tolong Kamu antar Lena dulu!" perintah Yanti. "Eh?!" Aryo menatap tak percaya pada ibunya. "Iya, Kamu antar Lena pulang! Kalian searah kan?!" "Tapi--" "Saya bisa naik taksi Tante," ucap Lena ketika melihat Aryo tampak keberatan. "Tidak Bisa!! Kamu udah rela meluangkan waktu untuk Tante, mana mungkin Tante biarin Kamu pulang sendirian!" sergah Yanti sebelum kembali menatap tajam pada Aryo. "Aryo?!" desak Yanti. Aryo terlihat bimbang. Tak masalah jika saja tak terjadi apapun kemarin, tetapi setelah insiden ciuman yang ia lakukan bersama Lena membuat Aryo merasa canggung jika harus satu mobil dengan sekretaris seksinya itu. "Saya bisa pesan taksi online Tante!" kata Lena. Ia tak mau menjadi beban bagi Aryo. "Yo.. Benar kata mama Kamu. Kasihan Lena, Kalian satu arah kan, siapa tahu Dinda masih di depan, Kalian bertiga bisa pulang bareng," ucap Hendra yang tiba-tiba muncul di belakang Yanti. "Tuh! dengerin papa Kamu!" sergah Yanti. Setelah menimbang beberapa saat, Aryo akhirnya memutuskan untuk membawa Lena bersamanya. "Baiklah. Ayo Lena, aku akan mengantarmu," kata Aryo. Magdalena tersenyum simpul. Ia tahu Aryo tak mungkin membiarkannya begitu saja. Setelah berpamitan, Magdalena mengikuti Aryo menuju ke mobil. Tanpa diminta, Magdalena langsung menempatkan diri pada kursi di sebelah kemudi. Itu artinya mereka berdua akan duduk berdampingan. Meski tak nyaman, Aryo tak mungkin mengusir Lena untuk berpindah ke jok belakang. Ia memilih fokus menyetir untuk segera pulang ke rumahnya. Aryo tak pernah menaruh curiga akan sesuatu yang sudah Lena rencanakan. Apa itu?? Next▶️
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN