Ch-06

1287 Kata
"Dinda..." lirih Aryo. Ia melepas sabuk pengaman kemudian turun dari mobil ketika melihat istrinya tengah duduk di teras sebuah supermarket tak jauh dari rumahnya. "Din!" panggil Aryo. Dinda mendongak, sebisa mungkin ia mencoba untuk tersenyum. "Din,, Mas cari-cari Kamu dari tadi," Aryo mendekap tubuh Dinda yang terasa dingin. "Maaf-- Mas, Dinda nggak sempat-- pamit dulu," jawab Dinda. Tak seperti biasanya, Dinda tak membalas pelukan Aryo. Entah mengapa perasaannya masih kecewa sebab sudah lebih dari satu jam Dinda menunggu. "Kau benar-benar mengkhawatirkan ku atau... hanya basa basi?" tanya Dinda dalam hati. Aryo melepas pelukannya. Ia lantas memegang kedua bahu Dinda dan menatap matanya lekat-lekat. "Din, maafin mas ya karena terlambat menemukanmu. Selain jalanan macet-- mas juga kesulitan mencari mu," terang Aryo seakan menjawab kegelisahan Dinda. Dinda tersenyum simpul. Ia lantas mengangguk. "Nggak papa Mas, ayo kita pulang," jawab Dinda. Aryo mengangguk, ia merangkul bahu Dinda kemudian membawanya ke dalam mobil. "Maafkan aku Din karena tak berkata jujur. Sebenarnya aku tadi-- mengantar Lena terlebih dahulu sebelum menjemputmu.." batin Aryo. Aryo kembali teringat pada Lena, si sekretaris sekaligus teman istrinya sendiri. Sampai detik ini Aryo masih bertanya-tanya apa yang membuat Lena tiba-tiba senekat itu. Mungkinkah perkataan Lena tadi benar? Jika pun iya, bukankah seharusnya ia tak perlu terusik dengan hal itu? toh dirinya jelas-jelas hanya melihat Dinda. Dari awal hanya Dinda lah yang mampu mengetuk hatinya, lalu mengapa sekarang ia tertarik pada Lena? Apa karena ciuman kemarin?? "Mas? Mas Aryo??" "Eh?! Iya??" Aryo mengerjap. Ia tak menyadari telah tiba di depan rumahnya sendiri. Aryo cepat-cepat menguasai diri. Ia tak mau Dinda curiga padanya sebab akhir-akhir ini dirinya sering tak fokus. Dinda membuka pintu mobil. "Din, Emm-- tadi--mama dan papa titip salam buat Kamu," kata Aryo sebelum Dinda keluar dari mobil. Dinda terdiam untuk beberapa saat, matanya terus menatap pada Aryo. "Titip salam?!" Dinda tersenyum kecut. "Kau tak sedang mengarang cerita kan, Mas? atau... ibumu memang benar mengatakannya untuk berbasa basi agar kebenciannya padaku tak terlihat olehmu?" tebak Dinda dalam hati. Meski begitu, Dinda tetap mengangguk di depan Aryo. Ia lantas pergi begitu saja. Sementara itu, di dalam mobil Aryo merutuki dirinya sendiri. Lagi-lagi pikirannya kacau karena sosok yang tiba-tiba sangat mengganggunya. Siapa lagi kalau bukan Magdalena! Di tempat lain, di sebuah kamar kost berukuran sedang, Magdalena tengah berbaring di atas kasur, ia menatap langit-langit kamar sembari tersenyum mengingat apa yang ia lalui hari ini. "Mungkin Kau harus sedikit bersabar untuk bisa mendapatkannya Lena. Kau sudah bisa mengambil hati tante Yanti, selangkah lagi Kamu bisa memiliki Mas Aryo sepenuhnya!" ungkap Lena tampak bahagia. Lena kembali tersenyum, ia baru saja mencoba memejamkan mata ketika tiba-tiba ponselnya bergetar. "Dinda?!" Jantung Lena berdetak tak karuan. Seketika Lena terduduk, ia penasaran untuk apa Dinda menghubunginya malam-malam begini. Dinda : [Lena, apa besok Kau punya waktu? ada hal yg ingin aku bicarakan denganmu] Lena menyeringai, dengan malas ia membalas pesan dari teman yang sebenarnya tak pernah ia anggap sebagai teman tersebut. [Kita bicara saat jam istirahat] "Kita lihat saja! Apa sekarang Kau masih bisa memamerkan suami idamanmu itu, Hahaha..!" Lena tertawa. Sebenarnya hal inilah yang ia tunggu-tunggu. Selama ini ia selalu muak setiap kali Dinda mengatakan kebaikan suami dan mertuanya. Baru setahun ini akhirnya Dinda, perempuan yang selalu Lena anggap sebagai gadis beruntung itu mulai memiliki hubungan renggang dengan Yanti. Hal itu juga yang akhirnya Lena manfaatkan untuk membuat Aryo jatuh padanya. *** "Lena, lepaskan tangan Kamu!" tegas Aryo ketika telapak tangan Lena menyentuh pahanya. "Tidak, sampai Kau mendengar penjelasan ku!" jawab Lena. Aryo terkejut melihat sikap non formal Lena yang akhir-akhir ini sering sekali ia tunjukkan di depannya. "Apa yang perlu dijelaskan?! Kita sudah lama saling mengenal, sangat aneh sekali jika tiba-tiba Kau bersikap seperti ini! Katakan apa motifmu? Apa Kau sengaja ingin merusak hubunganku dengan Dinda??!" tebak Aryo. Ia segera berpaling ketika mata Lena terus menatapnya dengan berani. "Aku tak punya motif apapun! aku sudah lama mencintaimu, Mas! jauh sebelum Kau mengenal istrimu!! " ungkap Lena. Aryo menoleh kaget. "Ya! Aku tertarik padamu bahkan sejak kita masih di bangku kuliah!" lanjut Lena. Aryo terkesiap. Lena memang berada satu kampus dengannya. Meski berbeda tiga tingkat di bawahnya, mereka sering bertemu dalam satu organisasi amal. Hal ini pulalah yang membuat keduanya mengenal Dinda, gadis dari yayasan sebuah panti asuhan yang sering dikunjungi kampusnya. Tapi... Jika perkataan Lena benar, mengapa selama ini Aryo tak pernah menyadarinya? apakah Aryo terlalu fokus pada Dinda sehingga ia tak pernah melihat wanita lain di sekelilingnya?? "Mas... Aku mencintaimu..." Tiba-tiba telapak tangan Lena bergerak mengusap paha Aryo. Dad@ Aryo berdesir hebat. Ia menahan nafas saking shock nya. "Len.. maaf-- Kau harus turun. Kita sudah sampai!" Aryo memindahkan tangan halus Lena dari pahanya. Lena menghembuskan nafas panjang. Ia tampak kecewa, tetapi tetap berusaha tenang. "Baik Mas, terimakasih sudah mengantarku. Apa Kau tak mau mampir dulu sebentar, aku bisa membuatkan secangkir--" "Tidak Lena! terimakasih!" tolak Aryo segera. Lena menaikkan bibirnya dengan kesal. Ia sudah membuka pintu, tetapi urung untuk turun dari mobil Aryo. Untuk sejenak ia kembali menoleh. Dan... Cup. Lena mendaratkan kecupan hangat pada pipi Aryo. Kontan Aryo terkesiap. "Sampai ketemu lagi besok pagi Pak Aryo...." bisik Lena pada telinga Aryo sebelum turun dan melambaikan tangannya. ___________________________________ BRAK!! "SIAL!!" Aryo memukul meja dengan kepalan tangannya. Ia lantas memijat kedua keningnya yang terasa berdenyut. Kata-kata Lena semalam terus terngiang di kepala membuat dirinya tak bisa fokus bekerja. Tok. Tok. Tok. "Masuk!" jawab Aryo. Ia kembali mencoba fokus dan profesional dalam pekerjaan. "Siang Pak Aryo.." "Siaaaall!!" umpat Aryo dalam hati. Baru saja ingin mencoba untuk kembali fokus, si biang pengganggu otak tiba-tiba muncul di ruangannya. Magdalena berjalan ke arahnya. Entah sejak kapan sekretarisnya itu mulai senang mengenakan rok mini dan blouse dengan belahan dad@ rendah. Yang jelas semua yang ada pada tubuh Lena tiba-tiba mampu membuat tubuh Aryo panas dingin tak karuan. Hal ini tak pernah ia alami sebelum Lena menciumnya beberapa waktu yang lalu. "Pak, ada beberapa file yang harus Anda tanda tangani," Lena meletakkan tumpukan stopmap di depan meja Aryo. Tubuh gadis cantik itu sengaja membungkuk dengan kedua lengan menyangga di atas meja. Aryo segera berpaling ketika matanya menangkap dua belahan kenyal nan menantang menyembul di balik blouse Magdalena. "Terimakasih, aku akan menandatanganinya nanti," jawab Aryo, masih menatap ke arah lain. Lena tersenyum puas melihat Aryo salah tingkah di depannya. "Baik Pak. Kalau begitu saya pamit istirahat dulu... Emm-- Apa Pak Aryo menginginkan sesuatu untuk menu makan siang hari ini? Saya bisa memberikan apapun yang Bapak mau..." Lena mengakhiri kalimatnya dengan suara lembut dan manja. Sial sungguh sial, kali ini Aryo merasakan ada yang berkedut di bawah sana. Hanya mendengar suara manja sekretarisnya itu sudah berhasil memporak porandakan keteguhan yang Aryo jaga selama ini. "Aku ada janji temu dengan direktur baru kita Lena. Mungkin lain kali.." jawabnya. "Astaga!! apa yang Kau katakan Aryo?? LAIN KALI???" geram Aryo dalam hati. Kata-kata itu terlontar begitu saja tanpa bisa ia kendalikan. Mendengar hal ini membuat Lena tersenyum, bibir merahnya tampak merekah membuat Aryo ingin sekali melumatnya. "Baik Pak Aryo.." Lena kembali berdiri tegak kemudian berbalik untuk meninggalkan ruangan. Ketika tiba di depan pintu, Lena kembali menoleh. "Aku sangat menantikan lain kali yang Kamu maksud, Mas..." ucapnya. Deg Aryo menelan saliva melihat Lena mengedipkan matanya dengan genit. "Kau memang gila, Yo!!" rutuk Aryo pada dirinya sendiri. Di saat ia masih harus mengatur jantungnya yang berdegup kencang serta miliknya yang mulai meronta di bawah sana, tiba-tiba ponselnya berdering. Aryo menjawab panggilan dari Riko, rekan sesama manager. "Aryo, cepat kemari! Pak Sam sudah hadir!" kata Riko dari seberang. "Oke, Ko! Aku segera kesana!" Aryo beranjak dari duduknya. Ia menepis bayangan Lena dari kepalanya. Hari ini dia dan beberapa manager cabang mendapat undangan makan siang bersama direktur. Aryo tentu tak mau memberikan kesan buruk pada Bagas Samudra, direktur baru yang ditugaskan di perusahaan tempat ia bekerja. Next▶️
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN