Semesta mungkin saja tidak bicara,
tapi ketahuilah,
baik buruknya setiap hal yang kita perbuat,
tentu tidak pernah luput dari pengawasannya.
∞
Udara pagi ini begitu sejuk, sehingga membuat Stara enggan beranjak dari tempat duduknya sekarang. Sejak subuh tadi, Stara sudah mengangkat salah satu kursi rumah Haechan─walaupun dengan susah payah, lalu memindahkannya ke halaman depan, dan kini berakhir menjadi tempat duduknya.
Beberapa orang yang melewati rumah Haechan selalu memandang Stara aneh, pasalnya, untuk apa gadis itu meletakkan kursi di tengah halaman depan rumah Haechan, lalu duduk di sana berjam-jam sambil memejamkan mata, apalagi para tetangga tidak mengenal siapa Stara. Namun, dari sekian banyak orang yang sudah mengabaikannya, ternyata masih ada satu orang yang mau mengajak Stara bicara.
“Nak, kamu siapa?” Seorang wanita dengan tubuh berisi berhenti di depan pintu gerbang rumah Haechan, keningnya berkerut tatkala melihat seorang gadis sedang duduk di halaman depan dengan sebuah kursi. “Kamu ngapain? Kamu tidur di luar?”
Kedua mata Stara yang semula terpejam kini mulai terbuka perlahan, sekilas mengedar hanya untuk memastikan sudah berapa lama dia mendekam di sini ... dua jam? ... atau mungkin tiga?
“Nak? Kamu dengar saya, kan?”
Stara menoleh cepat, baru sadar kalau ada seseorang yang mengajaknya bicara. Tadi, sebelum Haechan pergi, laki-laki itu sempat memberikan saran untuk menjawab pertanyaan jika ada seseorang yang mengajak Stara bicara, dan beginilah jawaban yang di ajarkan oleh Haechan.
“Hallo miss! Aku Stara, aku star yang fall dari sky. Jangan Ta─aduh! Tadi apa, ya? ... Ah! Jangan talking kepadaku, because you mengganggu program semediku!” Seperti saran Haechan juga, kini Stara berusaha melotot kepada wanita tersebut.
Lipatan pada kening wanita tadi semakin bertambah, kemudian tanpa bicara lagi, wanita itu segera berbalik dan pergi meninggalkan Stara bersamaan dengan suara tawa Jaemin yang terdengar menggelegar dari depan pintu.
Stara menoleh, mendapati Jaemin sedang bersandar pada daun pintu sambil bersidekap d**a. Bibir gadis itu semakin mengerucut begitu Jaemin berjalan mendekat ke arahnya. Masih dengan sisa tawanya, Jaemin merunduk, mensejajarkan wajahnya dengan wajah Stara lalu berucap dengan entengnya. “Dasar bloon.”
“Siapa yang bloon?!” tanya Stara kesal.
Jaemin kembali menegakkan tubuhnya, kedua tangannya di masukkan ke dalam masing-masing saku celana. “Lo-lah,” jawabnya, tanpa mengalihkan sedetikpun tatapannya dari Stara. “Mau aja dibegoin sama Haechan.”
“Ih, Jaemin!” Seru Stara kesal. “Kamu enggak tau aja! Kata Echan, itu, tuh, bahasa jaman now tau!”
Jaemin memutar bola matanya. “Bodo.”
Sekarang masih pukul lima pagi, semalam setelah kejadian menghilangnya Jisung dan Chenle yang harus pulang, Stara sudah memohon kepada Renjun agar tetap ikut dalam tugas ini. Jaemin dan Haechan tidak bisa membantu banyak, karena bagaimanapun juga semua keputusan ada di tangan laki-laki itu. Sampai akhirnya Renjun memutuskan untuk tetap ikut namun dengan syarat malam itu juga dia harus kembali ke hotel karena harus mengantar Reana pulang ke Jilin, Stara pun menyetujuinya.
“Haechan mana?”
Baru saja Stara ingin menutup kedua matanya, suara Jaemin kembali terdengar. Gadis itu langsung mendengkus kesal seraya menjawab singkat. “Ke rumah neneknya.”
Jaemin baru ingat, Ibunya Haechan memang menginap di rumah orang tuanya karena permintaan Haechan sendiri. Kemarin Haechan beralasan bahwa teman-temannya akan menginap, sehingga Ibunya sendiri diusir. Tentu saja dengan bantuan penghilang ingatan milik Stara, karena tidak akan semudah itu mendapatkan izin.
Sungguh, Haechan memang definisi setia dari anak durhaka.
Menyadari bahwa hanya ada dirinya dan Stara di tempat ini, Jaemin jadi merasa waktu seperti terbuang sia-sia. Perjalanan mereka lebih dari seminggu harus berujung seperti ini, padahal Jaemin sudah mengorbankan pekerjaannya hanya untuk membantu gadis itu. Ngomong-ngomong soal pekerjaan, Jaemin jadi kangen rumah.
Rumah?
“Stara.”
Stara tersentak kaget, hampir saja dia terjungkal ke belakang jika saja Jaemin tidak menahan kursinya. “Apa, sih?!” Sahutnya galak, sekedar informasi saja, semalaman Stara tidak tidur hanya karena memikirkan masalah Chenle dan Jisung. Jadi, wajar saja jika Stara kesal karena Jaemin selalu mengagetkannya di saat Stara hampir saja jatuh ke alam mimpi.
Masih dengan wajah paniknya, Jaemin menggoyang-goyangkan bahu Stara. “Renjun balik ke sini jam berapa?!”
“Aku enggak tau!”
Kedua bahu Jaemin merosot, pikirannya dipenuhi oleh Maje, si pohon Mangga yang sudah lama Jaemin tinggalkan.
“Gue pingin pulang ....” lirih Jaemin, “anak-anak Maje pasti udah pada membusuk karena enggak gue petik-petik dari ibunya.”
Tanpa Jaemin duga, Stara tiba-tiba berdiri lalu menarik tubuhnya untuk dipeluk. Jangan lupakan fakta bahwa Stara itu hangat, sehingga udara subuh yang terasa dingin kini tergantikan oleh hangat dari tubuh Stara.
Jaemin mematung, jantungnya terasa di pompa lebih cepat sehingga tiba-tiba saja ritmenya berada di luar kendali. “Ra, l─lo ....”
“Kata Haechan, kalau aku mau tenangin orang yang lagi sedih, caranya harus dipeluk. Jadi, apa kamu udah tenang sekarang?”
Hati Jaemin menghangat, entah untuk alasan apa, yang pasti Stara berhasil menenangkannya sekarang. Tapi, berada dalam posisi seperti ini sungguh tidak baik untuk kondisi jantung Jaemin, sehingga dengan secepat mungkin dia melepaskan pelukan gadis itu.
Jaemin berdeham, mengusir rasa gugup yang tiba-tiba melandanya. “Haechan ngajarin apa aja ke lo?”
Sejenak Stara terdiam, tampak mengingat-ngingat. “Dia ajarin cara buat tenangin orang, terus cara bikin jokes─hm, apalagi, ya ....” Stara berpikir lagi. “Oh, iya!” Kemudian gadis itu mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi, lalu melipat jari tengah dan jari manisnya seraya berkata, “METAL!”
Jaemin mengulum senyum, alih-alih tertawa Jaemin justru merasa gemas dengan gadis di hadapannya ini. Sampai ketika suara Renjun tiba-tiba terdengar dari depan pintu, memanggil Stara.
“Bentar!” Bukannya Stara, sahutan Jaemin justru yang menjadi balasan. Laki-laki itu menahan langkah Stara yang baru saja ingin masuk ke dalam. “Gue mau ngajarin lo satu hal.” Kata Jaemin tiba-tiba.
Memang pada dasarnya, Stara tipe orang yang suka sekali diajari tentang hal baru, mata gadis itu langsung berbinar senang. “Apa?”
“Gini ...”
Jaemin menarik tangan kanan Stara, lalu melipat tiga jari yang paling akhir, selanjutnya Jaemin menumpukan ibu jari Stara di atas jari telunjuknya. Bentuk hati yang tergambar dari jemari Stara, Jaemin arahkan ke depan wajah gadis itu. Belum sempat Stara melontarkan pertanyaan, Jaemin buru-buru berucap seraya tersenyum manis.
“Saranghae.”
Jaemin berbalik, senyum di bibirnya yang kian melebar mengiring langkah kakinya untuk masuk lebih dulu ke dalam rumah, meninggalkan Stara juga perasaannya yang tiba-tiba terasa berbeda tiap kali melihat perpaduan hitam kelam dari kedua mata Stara.