Jika diibaratkan dengan sesuatu, sepertinya takdirku ini mirip seperti puzzle,
aku sedang menyusun takdirku yang begitu rumit,
agar mendapat pemahaman tentang arti sesungguhnya,
dan jika sudah selesai, takdir ini akan tersusun menjadi sesuatu yang indah, bukan?
∞
“Na Jaemin!”
“Hah—iya, kenapa?” Jaemin tersentak kaget, panggilan Stara benar-benar mengejutkannya.
Apa Jaemin baru saja melamun sampai kaget seperti itu?
“Kamu kenapa, sih? Dipanggilin enggak jawab, aku laper, tau! Ambilin anaknya Maje, dong, satu aja, ya?”
Jaemin menoleh untuk melihat Stara, gadis itu sudah memasang ekspresi memelas andalannya hanya karena satu buah Mangga.
“Bener, ya, cuma satu aja?”
Stara mengangguk cepat.
“Tunggu sini, gue aja yang ambil.” Jaemin bergegas pergi keluar, tidak sampai lima menit, laki-laki itu sudah kembali dengan sebuah mangga di tangannya.
Stara mengambilnya dengan senang hati, Jaemin tidak memperhatikan bagaimana caranya gadis itu mengupas kulit mangga, karena sedari tadi dia tidak pernah berhenti berpikir tentang mimpinya semalam.
Mimpi tentang laki-laki itu.
Park Jisung.
“Jaem! Kamu melamun lagi!” Stara kembali menyentakknya, membuat Jaemin tersadar cepat. Merasa bahwa Stara sedang anteng-anteng saja dengan Mangga di tangannya, Jaemin pun mulai melanjutkan sesi pertanyaan yang kemarin malam sempat terhenti.
“Lo janji mau kasih tau gue hal yang lain.”
Stara melirik sebentar. “Tanya aja.”
“Gue penasaran, lo selalu bilang kalau gue sampai membuat lo kaget, lo bisa aja pingsan. Itu ... kenapa sebenernya?” Pertanyaan pertama untuk sekedar basa-basi sebenarnya, pertanyaan inti akan Jaemin tanyakan nanti, setelah Stara benar-benar serius.
“Rasi Bintang akan selalu cepat dalam merespon bahaya. Cahaya yang kamu lihat kemarin adalah sebuah bentuk pertahanan karena aku kaget dan merasa terancam. Tapi pengeluaran cahaya secara mendadak kayak gitu sebenarnya—sebentar, aku haus.” Stara menegak air putih yang berada di meja dengan gerakan cepat. “Cahaya yang dikeluarkan secara mendadak terlalu sulit untuk dikendalikan, cahaya itu bisa menjadi lebih panas dari yang seharusnya, dan tentu aja itu juga enggak baik buat aku. Respon yang terlalu cepat bisa membuat pertahanan tubuh aku lemah, makanya aku bisa pingsan. Jadi, jangan pernah bikin aku kaget dengan cara bentak-bentak kayak waktu itu.”
Jaemin mengangguk. “Gue ngerti. Tapi sekarang, lo enggak butuh apa-apa lagi, kan?”
“Enggak, kenapa?” Stara bertanya bingung.
“Pertanyaan kali ini serius, jadi gue harap lo enggak bertingkah menyebalkan.”
Stara mengangguk patuh.
Jaemin mengambil napas panjang, bayang-bayang wajah Park Jisung terus terputar di kepalanya, entah kenapa Jaemin merasa ada yang salah di sini, seperti ada sebuah bahaya yang menunggunya─ah, tidak, bukan hanya dirinya ... tapi mungkin juga Stara. Dia menatap gadis itu dengan serius, lalu mulai bertanya, “Lo pernah panggil gue dengan sebutan Dreamer, apa maksudnya?”
Bukannya menjawab, Stara justru balik bertanya, “Apa sebelum ketemu aku, kamu pernah bermimpi tentang sesuatu dan setelahnya jadi kenyataan?”
Jaemin mengangguk ragu, seperti tak yakin. “Gue bisa kerja sebagai jasa pengantar, itu karena mimpi. Dua hari sebelum gue melamar pekerjaan di pabrik, gue dapat mimpi kalau gue bangun jam empat subuh buat antar koran, dilanjut antar s**u dan terakhir Razel. Dan hari di mana gue ngelamar pekerjaan di pabrik itu, gue ditolak. Gue justru ketemu sama mamanya Razel, dan dia yang nyuruh gue daftar kerja buat jadi pengantar s**u sama koran.”
“Nah, itu dia!” Stara bergumam senang. “Sebelum ketemu aku, pasti kamu sempat bermimpi tentang aku sebelumnya, benar?”
Jaemin mengangguk.
“Itu kemampuan kamu. Kamu salah satu manusia spesial yang beruntung karena punya kemampuan. Dan, kemampuan itu yang bakal aku butuhkan untuk membantu perjalanan penyinaranku—jangan disela dulu!” Stara berseru cepat ketika melihat Jaemin ingin buka suara, pasti ingin protes.
“Aku punya sebuah tugas, dan aku membutuhkan tujuh Bintang buat bantu aku, aku biasa sebut kalian sebagai Bintang Pendamping. Tujuh Bintang itu punya kemampuannya masing-masing─aku enggak yakin kita bakal temuin apa aja. Tapi yang aku tau ... dari setiap tugas yang di terima oleh Rasi Bintang seperti aku, akan mendapatkan Pendamping yang punya kemampuan sebagai seorang pemimpi, pembuka portal dan pelihat masa depan, itu udah pasti, terus sisanya aku masih belum tau kemampuan apa.”
“Semua kemampuan Pendamping tentu berguna, baik untuk penyinaranku ataupun untuk perjalanan menuju penyinaran, tapi untuk tepatnya aku enggak tau karena nyatanya ini pertama kalinya aku ketemu sama kamu dan juga Bintang Pendamping lainnya nanti. Dan jujur aja, takdir yang Tuhan kasih buat aku ... sampe sekarang aku masih belum mengerti tentang artinya. Dan buat kemampuan kamu yaitu Dreamer─” Stara menggantungkan kalimatnya, dia menatap Jaemin serius.
“—setiap orang yang akan muncul di mimpi kamu, mereka adalah enam Bintang lain yang aku cari dan aku butuhkan untuk tugasku.”
Jaemin terhenyak, dia bingung dan tidak menyangka dengan penjelasan itu, tapi hatinya seolah membenarkan semua kalimat Stara barusan. Karena semua pertanyaan menjanggal yang selama ini Jaemin simpan akhirnya sudah terjawab dengan penjelasan itu.
Jaemin seorang pemimpi, pantas saja sebagian dari mimpinya selalu menjadi kenyataan. Dan karena sudah pernah mengalaminya sendiri, untuk kali ini Jaemin tidak bisa mengelak lagi.
“Jadi maksud lo, gue itu sebagai perantara?”
Stara mengangguk. “Secara enggak langsung, kamu adalah perantara yang memudahkan jalan kita menuju enam Bintang lainnya.” Kedua sudut bibir Stara terangkat. “Ngomong-ngomong soal perantara, aku jadi ingat salah satu teman aku di langit.”
“Siapa?” tanya Jaemin penasaran.
“Circinus. Dia temanku yang juga seorang pemimpi sama seperti kamu.”
Jaemin hanya mengangguk, tidak mau memperpanjang topik soal Circinus karena dia tidak mengenal siapa Circinus itu. Daripada membicarakan Circinus, Jaemin justru kembali mengingat dua nama yang muncul dalam mimpinya semalam. Dari seluruh penjelasan Stara tadi, Jaemin merasa seperti baru saja mendapat keyakinan tentang siapa Stara sebenarnya, walaupun otaknya menolak untuk membenarkan.
“Gue punya teman lama di Jeju ... teman SMA.” Jaemin bersuara tiba-tiba, membuat Stara langsung fokus padanya. “Dia punya kemampuan juga, gue enggak tau harus bilang ini kemampuan atau bukan. Tapi, dia bisa membaca karakter seseorang hanya dengan melihat. Dia bisa mengetahui siapa orang itu, bagaimana karakter sampai seluk beluk kehidupannya—dia bisa tau semua itu. Dan gue mimpiin dia semalam, tapi ....”
“Psychometry,” potong Stara tiba-tiba, lalu dia mendekat ke arah Jaemin, “tapi apa? Terus ... siapa namanya?”
“Haechan, namanya Lee Haechan.”
“Tapi, di dalam mimpi gue, bukan cuma Haechan yang muncul. Ada satu orang lagi, tapi dia ....” Jaemin menatap Stara ragu, mengingat bagaimana tingkah laku laki-laki itu membuat Jaemin merinding seketika. Sepertinya dia bukan orang baik-baik. “Kayaknya, dia bukan salah satunya.” Jaemin berkilah cepat, tidak mungkin orang seperti laki-laki di dalam mimpinya itu adalah salah satu Bintang yang Stara cari, kan?
Alih-alih membantu, Jaemin rasa laki-laki itu nantinya malah akan menjadi penghambat untuk tugas gadis ini.
“Jaemin dia kenapa? Bilang aja enggak apa-apa.” Stara masih berusaha meyakinkan, keraguan Jaemin bisa tertangkap jelas olehnya.
Setelah berpikir cukup lama─ apakah dia harus mengatakannya atau tidak, akhirnya Jaemin menyerah karena sorot penasaran dari mata Stara. “Namanya Park Jisung, dan dia ... bisa menghilang.”
Ada sesuatu yang menghantam jantung Stara saat mendengar jawaban Jaemin, dia tidak tau apa─tapi rasanya sangat ... menyakitkan. Menghilang yang berarti Invisibility, Stara tau salah satu kemampuan itu. Tapi, bukan soal kemampuan yang membuat Stara bingung sekarang.
Nama itu.
Park Jisung.
Kenapa perasaannya mendadak tidak karuan saat mendengar namanya?