02 - Stars Exits For Light

2135 Kata
Ini baru awal perjalanan kita. Kamu akan menemukan hal yang lebih menarik daripada cahayaku yaitu, keenam Bintang lainnya. ∞   Pukul dua belas malam, Stara terbangun. Setelah cukup lama kehilangan kesadaran, Stara jadi merasa seperti di rumah, di mana dia akan tertidur selama siang penuh dan akan terbangun ketika malam tiba. Karena begitulah cara Stara bekerja. Setelah memposisikan dirinya untuk duduk, Stara mengedarkan pandangannya dan jatuh pada sosok Jaemin yang tertidur dengan posisi duduk seraya menopang kepala dengan kedua tangannya di atas meja. Wajahnya damai sekali, membuat kaki Stara bergerak tanpa sadar untuk mendekat. Stara harus sedikit menunduk untuk mensejajarkan posisinya dengan Jaemin, dia ingin lebih leluasa memperhatikan laki-laki itu. Pandangan Stara jatuh pada telapak tangan Jaemin, telapak tangan itu memerah seperti telah menyentuh permukaan teko panas dengan sengaja. Stara jadi meringis mengingat reaksi Jaemin tadi siang, pasti sakit sekali rasanya. Stara kembali memperhatikan Jaemin dengan teliti, ternyata ada luka bakar juga pada bagian dalam lengan kanannya. Apa ini karena dirinya juga? Mereka baru bertemu, tapi semuanya sudah seperti ini. Stara jadi bertanya-tanya di dalam hati. Apa dia mau membantuku? Stara penasaran, bagaimana rasanya menyentuh kulit wajah Jaemin. Stara harus mengakui bahwa Jaemin dianugerahkan ketampanan yang luar biasa dari Tuhan. Sesering apa pun Stara memperhatikannya pasti dia tidak akan bosan, karena wajah Jaemin memang tidak pernah membosankan untuk dilihat. Dengan kesadaran penuh Stara menjulurkan tangannya berniat menangkup sebelah pipi Jaemin dengan salah satu tangannya. Dingin, kontras sekali dengan suhu tubuh Stara yang selalu hangat. Stara tersentak ketika kedua mata Jaemin terbuka secara tiba-tiba, tanpa peringatan atau mengerjap lebih dulu, langsung terbuka begitu saja. “Ah, maaf, maaf ... aku masih panas, ya?” Stara mundur selangkah, menautkan kedua tangannya, merasa bersalah sekaligus takut Jaemin akan kepanasan lagi. Di luar dugaan, masih dengan posisi kepala di atas meja Jaemin justru menggeleng pelan. “Lo hangat, enggak sepanas tadi.” Diam-diam Stara menghela napas lega. “Suhu tubuh aku udah kembali,” beritahunya. Gadis itu melirik luka bakar pada bagian dalam lengan Jaemin, dia ingin bertanya tapi Jaemin sudah lebih dulu bicara. “Ini gara-gara gue tahan tubuh lo waktu pingsan.” Stara terdiam lagi, semakin merasa bersalah. “Luka itu ... pasti sakit.” Dia tertunduk dalam. “Aku minta maaf.” Jaemin menegakkan tubuhnya, bersandar pada kursi. Sebuah ringisan kecil tiba-tiba lolos dari bibirnya, membuat Stara menoleh cepat ke arahnya, khawatir. “Gue enggak apa-apa,” ujar Jaemin cepat, “mungkin memang bakal ngebekas, tapi nanti sembuh,” lanjutnya lagi. Sepertinya topik pembicaraan ini tidak perlu dilanjutkan, Stara dengan cepat memutar otak untuk mencari pembicaraan lain. “Kenapa kamu enggak tidur lagi?” “Tidur gue selalu terjaga, dengar suara atau gerakan sedikit pun, gue pasti kebangun dan bakal susah buat tidur lagi.” Stara tertunduk lagi dan kembali merasa bersalah. “Maaf,” gumamnya pelan, entah untuk yang keberapa kalinya. Jaemin berdecak. “Berhenti buat minta maaf.” Jaemin membenarkan posisi duduknya, lalu merentangkan tangan untuk merilekskan otot-otot tubuhnya. “Gue bakal lebih senang kalau permintaan maaf itu lo ganti sama penjelasan.” “Aku sekarang ada di mana?” Pertanyaan berbeda topik terlontar begitu saja dari bibir Stara. Jaemin menggeram, berusaha menahan rasa kesalnya. “Di mana apanya? Jelas-jelas lo masih di rumah gue.” “Enggak. Maksud aku, ini negara apa?” “Seoul, Korea Selatan. Gue minta, lo enggak─” “Wah! Perjalanan dimensi aku jauh juga ternyata.” Stara berdecak kagum, kembali pada sifatnya yang suka sekali membelokkan topik pembicaraan. Jaemin bangkit menuju kamar mandi, dia ingin membasuh wajahnya dengan air dingin, dan kalau bisa otaknya yang sekarang memanas ingin sekali dia siram dengan air dingin juga. Baru saja dia ingin menutup pintu kamar mandi, Jaemin justru dikejutkan dengan tindakan Stara yang ingin ikut masuk ke dalam. “Ngapain lo ngikutin gue?!” Stara meringis. “Enggak mau sendirian …,” jawabnya jujur, “… dan juga, apa kamu memang suka marah-marah sama orang lain?” Jaemin bersandar pada kusen pintu, memperhatikan Stara sejenak sebelum menggumamkan jawaban yang meluncur bebas begitu saja dari bibirnya, “Gue enggak suka marah-marah. Gue bakal marah kalau apa yang gue sayang kenapa-kenapa ….” Jaemin mengulum senyumnya, merasa lucu dengan tindakannya seharian ini. “Kayak lo yang udah seenak jidat makanin anak-anaknya maje─ gue marah, karena pohon kesayangan gue lo apa-apain.” “Tapi, kan─” “Enggak ada tapi-tapian! Lo sekarang mau ngapain? Gue mau ke kamar mandi, lo mau ikut?” Tanya Jaemin dengan jahil. “Enggak!” Stara langsung menjauh. “Aku cuma mau kasih tau ... tolong jangan bentak-bentak aku lagi kalau kamu enggak mau lihat aku pingsan untuk yang kedua kalinya.” “Bodo.” Jaemin menutup pintu kamar mandi dengan tidak santai. Stara mendengkus di tempatnya, kenapa dia harus bertemu dengan Dreamer semenyebalkan laki-laki itu? Saat keluar dari kamar mandi, hal yang pertama kali Jaemin lihat adalah Stara yang sedang berdiri menghadap jendela rumahnya, matanya menatap lurus pada langit bertabur bintang di atas sana. Dan sekarang, untuk yang kedua kalinya, Jaemin melihat tubuh gadis itu kembali bersinar, walaupun tidak seterang tadi, tapi Stara yang bersinar─karena terkena pantulan cahaya dari sinar bulan, entah kenapa membuat Jaemin takjub. Ah, Jaemin tidak mau mengakui ini, tapi dia harus. Stara terlihat indah. Jaemin mendekati gadis itu. “Gue tau lo sesuka itu sama bintang sampe enggak ngedip-ngedip ngelihatinnya, tapi penjelasan lo lebih penting daripada ngelihatin bintang-bintang itu sekarang.” “Apa?” Stara langsung menoleh ke samping, tepat di mana Jaemin berada. “Tadi siang, selama lo pingsan, gue datangin penanggung jawab di sini buat minta berkas kependudukan, dan gue enggak nemuin nama lo di sana. Gue juga sempat tanya sama mamanya Razel yang paham banget sama daerah ini, dan dia bilang enggak ada satu tetangga pun yang kedatangan saudara jauh, jadi bisa gue asumsikan lo bukan berasal dari daerah ini. Lo sebenernya siapa?” “Harus berapa kali aku bilang? Aku ini Bintang.” Stara menekankan kalimatnya di kata terakhir. “B I N T A N G—aku enggak bisa mengeja tapi intinya seperti itu, aku bukan manusia tapi benda langit.” Jaemin memijat pelipisnya selagi menatap Stara dengan tatapan tajam. “Kalau gitu jelasin sesuatu yang seenggaknya bisa membuat gue mengerti.” Gadis itu gelagapan, ditatap tajam oleh Jaemin membuat Stara merasa ciut seketika. Baru saja Stara ingin mengalihkan topik, Jaemin buru-buru menyela. “Gue butuh penjelasan, bukan rengekan kata aku lapar, ataupun kalimat-kalimat enggak masuk akal. Kalau malam ini gue enggak dapet penjelasan apa pun, lo terpaksa harus pergi dari sini.” Stara cemberut. “Memangnya kamu tega ngebiarin anak perempuan di jalanan sendirian? Malem-malem pula.” Jaemin mengangguk tegas. “Kalau perempuannya bentukan kayak lo, gue tega-tega aja.” Stara menghela napas panjang, sadar bahwa kali ini dia harus serius, bagaimanapun juga takdirnya berada di tangan laki-laki ini beserta enam orang lainnya yang belum Stara ketahui siapa. Gadis itu kembali menatap langit lewat tembusnya kaca jendela. “Nama Stara aku ambil dari gabungan kata Star dan Ara. Star sendiri artinya Bintang, dan Ara itu Rasiku.” Masih dengan posisinya berdiri di sebelah Stara, Jaemin mendengarkan dengan serius. “Rasi bintang itu ada banyak jumlahnya, tapi hanya ada 88 Rasi yang aktif di langit, dan aku adalah salah satunya. Sama seperti kamu yang punya bintang sendiri aku pun sama. Aku Rasi Bintang Ara, yang hadir selama empat tahun sekali setiap tanggal 29 Februari. Untuk artinya sendiri, Ara itu berarti altar suci, dan arti untukku adalah seseorang yang suci. Yang secara enggak langsung bilang kalau aku termasuk jiwa-jiwa suci yang Tuhan ambil untuk kemudian diberi tugas.” “Aku ada karena tercipta, aku di sini karena takdir. Terlalu panjang untuk menceritakan bagaimana aku tercipta, jadi mungkin lain kali aku bakal ceritain tentang itu. Tapi yang jelas, di luar semua kuasa-Nya aku tercipta, menjadi penerang untuk mengembalikan jiwa-jiwa tersesat menuju keabadian.” Dahi Jaemin sukses dibuat menjadi berlipat-lipat, ini baru penjelasan tentang siapa gadis itu sebenarnya tapi Jaemin sudah harus menerima rasa pusing mendadak. “Tadi waktu pingsan, lo enggak kebentur lantai, kan?” tanyanya asal, perkataan gadis itu sungguh tidak masuk akal untuknya. Dia tidak ingin percaya, tapi seperti ada sesuatu yang memaksa Jaemin untuk mempercayainya. “Kamu enggak percaya, kan?” Stara menoleh pada Jaemin. “Enggak.” “Kalau gitu kita sama.” Stara terkekeh kecil. “Aku juga enggak percaya sama apa yang aku bilang barusan.” Jaemin menggeram kesal. “Sinting,” umpatnya kesal. “Buat apa lo jelasin kayak gitu kalau lo sendiri enggak percaya?!” “Hehe, maaf, maaf. Tapi aku serius, aku enggak mengarang soal apa pun, itu kenyataannya. Aku Rasi Bintang Ara, dan kamu?” Stara menatap Jaemin dengan tatapan bertanya. “Makhluk ciptaan tuhan yang paling ganteng.” Kalimat Jaemin sukses membuat Stara tertawa. “Iya, aku akuin kamu memang ganteng. Tapi bukan itu maksud aku—nama kamu? Sampai sekarang aku belum tau siapa nama kamu.” “Na Jaemin.” “Oke, hm—Jaemin? Aku minta maaf soal insiden panas waktu itu.” Jaemin mengangguk mengerti. “Kenapa lo bisa sepanas itu?” “Aku pernah bilang soal perjalanan dimensi, kan. Perjalanan dimensi itu adalah proses ketika aku turun dari langit menuju Bumi. Aku turun dari langit tepat pada tanggal 28 Februari. Dan seperti yang kamu bilang, sekarang udah bulan Mei. Untuk hitungan bulan, aku sampai di sini memakan waktu selama tiga bulan, aku ngerasa perjalanan itu cuma beberapa detik, tapi nyatanya? Perbedaan dimensi langit dan Bumi itu jauh, dan itu membuat aku sampai lebih lama di sini,” jelas Stara panjang lebar. “Kenapa ada perjalanan dimensi?” “Sebenarnya perjalanan dimensi itu hanya berlaku sekali untuk setiap rasi bintang yang baru memulai tugas—dengan kata lain ketika pertama kalinya mereka turun ke Bumi. Sebenarnya ada cara lebih cepat untuk ke langit ataupun sebaliknya, kembali ke Bumi. Dan cara itu namanya lintas cahaya.” “Apalagi itu lintas cahaya?” Stara tampak berpikir sebentar, lalu menjawab, “Aku belum bisa jelasin soal itu sekarang, karena aku butuh seenggaknya dua atau tiga Bintang lain buat jelasin itu semua. Aku enggak mau menjelaskannya berulang-ulang. Lagipula, nantinya aku tidak hanya memberikan penjelasan, tapi aku akan turut serta mengajak kalian untuk merasakan apa itu lintas cahaya.” Diakhir kalimatnya Stara tersenyum, sebuah senyum misterius yang tidak Jaemin pahami artinya. “Dua atau tiga Bintang lain? Maksudnya apa?” Stara menghela napas pasrah, ternyata laki-laki ini cerewet sekali dan bertanya segala hal. Tapi itu hal wajar karena nyatanya semua ini sulit untuk dimengerti oleh akal manusia seperti Jaemin. “Aku harus mencari tujuh Bintang Pendamping yang akan membantuku menyelesaikan tugas penyinaran, dan kamu adalah salah satunya.” Mendengar kata Bintang yang sudah diucapkan beberapa kali, Jaemin jadi teringat sesuatu, dia langsung berseru serius, “Gue Leo.” “Leo, Aries, Taurus, Gemini, Sagitarius dan Aquarius.” Stara bergumam, “memang benar kamu salah satunya.” Gadis itu tersenyum lebar namun hatinya kembali menghitung jumlah Bintang dalam takdir yang tertulis untuknya. Hanya ada 6. Ada tujuh Bintang yang menanti. Leo, Aries, Taurus, Gemini, Sagitarius dan Aquarius. “Siapa satunya?” Stara bergumam pelan, merasa janggal dengan takdirnya tersebut. “Apa?” Ternyata gumaman Stara sampai di telinga Jaemin, namun Stara langsung berkilah cepat, biarkan dia sendiri saja yang bingung dengan takdir itu, pasti jawaban tentang pertanyaan itu akan datang dengan sendirinya. Stara berbalik agar bisa menatap Jaemin lebih jelas. “Besok aku bakal jelasin lebih lanjut lagi. Sekarang aku mau tunjukin sesuatu sama kamu, sekaligus bukti biar kamu lebih percaya.” Dengan cepat Stara menggenggam salah satu tangan Jaemin dan membawa laki-laki itu keluar dari rumah. Jaemin sempat protes karena ini sudah lewat tengah malam, seram sekali kalau mereka harus keluar pada jam seperti ini. Beruntung karena rumah Jaemin berada sedikit terpojok di daerah ini, dengan sebuah halaman yang sedikit luas dan jangkauan jauh dari rumah-rumah lain. Jadi kemungkinannya akan kecil kalau ada orang lain yang melihat mereka. Mereka berhenti tidak jauh dari pintu rumah, Stara melepaskan genggamannya. “Berdiri di sini, jangan mendekat kalau enggak kamu bakal kepanasan.” Lalu Stara berjalan sedikit lebih jauh ke depan, dia berdiri menghadap Jaemin. Ada sebuah senyum kecil yang Stara sunggingkan sebelum bibirnya menggumamkan sebuah kalimat yang tidak bisa Jaemin dengar. “Ta asteria yparchoun gia to fos.” Sebuah cahaya terang menguar dari tubuh Stara sesaat setelah kalimat itu terucap, dia kembali bersinar, namun kali ini ada yang berbeda. Cahaya terang yang Stara pancarkan seakan memanggil bintang di langit sana untuk ikut bersinar bersamanya, Jaemin tidak bisa untuk tidak berdecak kagum. Melihat Stara bersinar di bawah cahaya bulan dan bintang dari langit yang lebih terang dari biasanya membuat gadis itu jauh berkali-kali lebih indah. Tanpa sadar, bibir Jaemin tertarik ke atas, dia membalas senyuman yang Stara layangkan untuknya. Dalam hati Jaemin membenarkan kalimat random dari penjelasan Stara tadi. Sepertinya, Stara memang bintang yang sengaja Tuhan kirimkan untuknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN