Takdir memang tidak pernah bisa ditebak,
dia bisa saja datang dengan sebuah kejutan yang menyenangkan.
Dan terkadang,
dia juga bisa datang dengan sebuah kejutan yang menyakitkan.
∞
“Di bumi, dia adalah seorang penyendiri. Hidup dalam penderitaan dan keterpurukan, dan dia selalu menyalahkan Tuhan atas segala kehidupan yang dia terima di dunia. Hingga akhirnya dia frustrasi dan memilih untuk bunuh diri.”
“Hari di mana dia menemui malaikat maut—sebelum akhirnya mendapatkan akhir dari hidupnya di antara surga atau neraka, dia justru diperintahkan untuk masuk ke salah satu pintu yang berbeda dari arwah-arwah lainnya. Dia melaksanakan perintah untuk masuk ke sana, tapi yang dia dapatkan justru kebingungan, karena pada pintu itu dia dipertemukan oleh Tuhan. Lalu, Tuhan memberitahunya, bahwa sebelum dia lahir ke dunia, dia sudah setuju untuk mendapatkan takdir yang berbeda dari manusia pada umumnya. Dia mendapatkan takdir untuk menjadi ... salah satu Rasi Bintang.” Mark terdiam sebentar, memberi waktu agar Raiz bisa memahami setiap kalimatnya.
“Singkat cerita. Dia akhirnya menerima takdir itu, lalu menjalankan sebuah tugas yang sudah diberikan oleh Tuhan, tugas itu tidak boleh sampai gagal karena akan berdampak pada kehidupan di dunia. Selama tugas itu berlangsung, dia dipertemukan dengan beberapa manusia yang bisa dia panggil sebagai Bintang Pendamping, karena nantinya para manusia itu akan membantunya menyelesaikan tugas. Dalam pencarian, tentu tidak ada yang berjalan mudah, mereka harus melewati beberapa permasalahan, baik tentang masa lalu, keluarga, persahabatan, dan juga cinta.”
Tangan Raiz terangkat di udara, membuat Mark langsung menoleh padanya karena sudah menghentikan ceritanya secara tiba-tiba. “Kenapa?” Tanya Mark seraya terkekeh karena raut wajah Raiz yang terlihat lucu.
Raiz menunduk, seraya memegangi kepalanya. “Aku pusing, Kak,” jawabnya lemah.
Mark tertawa pelan. “Kalau kamu enggak dengerin ceritanya sampai selesai, aku enggak bakal kasih tau soal kalimat yang mau dengar ... lagipula, setelah ini adalah bagian yang paling mengejutkan dari ceritanya.”
Raiz menegakkan tubuhnya, tidak mau kalah dengan rasa pusingnya. “Apa cerita Kakak enggak berakhir bahagia? Walaupun itu dongeng ... tapi aku enggak suka cerita dengan akhir yang menyedihkan.” Bibirnya mengerucut lagi.
“Kamu akan tau akhirnya sebentar lagi.”
“Baiklah, lanjutkan.”
Mark kembali pada ceritanya. “Tugas itu berhasil dilakukan dalam kurun waktu yang sudah ditentukan, Bumi baik-baik saja, tetapi tidak dengan mereka. Akhir cerita mereka berakhir tragis, karena setelah tugas itu selesai diaharus kembali menghadap Tuhan, yang berarti ... meninggalkan para Bintang Pendamping yang sudah menemaninya dalam hitungan waktu yang tidak singkat. Tapi, para Bintang Pendamping ternyata tidak tau, bahwa sebelum menjalankan tugas itu diasudah lebih dulu diberitahu oleh Tuhan, jikalau tugasnya berhasil maka dia akan mendapatkan sebuah hak keistimewaan—yang hanya didapatkan oleh setiap Rasi Bintang yang berhasil menyelesaikan tugas. Dan keistimewaan yang dia dapat adalah ... dia bisa memilih untuk pulang sebagai jiwa yang sudah mati atau kembali menjadi manusia abadi.”
“Jadi, dia bisa memilih untuk hidup di Bumi, buat ketemu sama cintanya itu?!” tanya Raiz antusias, lalu Mark mengangguk setuju.
“Lalu, apa hak keistimewaan yang dia pilih?”
Mark tersenyum lebar lalu menggeleng untuk menjawab pertanyaan Raiz. “Aku enggak tau, karena dongengnya berakhir sampai di sana. Enggak ada yang tau tentang jawaban yang dia pilih, apakah pulang atau kembali ... enggak ada yang tau tentang hal itu.”
“Huh, enggak seru!” Raiz bersidekap d**a. “Kalau kayak gitu, akhir ceritanya bakal ngegantung, aku termasuk tipe yang enggak suka digantungin.” Lalu dia beralih menatap Mark lagi, kali ini lebih serius. “Dongeng itu ... Kak Mark tau dari mana? Aku belum pernah dengar dongeng kayak gitu.”
Mark terdiam sebentar, sebelum akhirnya kedua sudut bibirnya terangkat mengiringi jawaban yang langsung terucap dari bibirnya. “Cerita itu aku dapat dari temanku.”
“Teman? Sekarang dia di mana?”
Gelengan kepala serta raut terluka di wajah Mark tertangkap oleh iris mata Raiz. “Dia udah ada di tempat yang bahkan enggak pernah bisa buat aku jangkau lagi.”
Setelah mendengar itu, Raiz langsung berdiri mendekati Mark dan mengulurkan tangannya. “Kak Mark udah janji mau kasih tau kalimatnya, kan?”
Mark kembali tersenyum dan hal itu membuat Raiz lega, disambutnya uluran tangan Raiz dan bersiap untuk menerawang. “Bagian masa depan mana yang mau kamu lihat?”
Raiz membalas senyumnya, lalu mengucapkan keinginannya. “Aku ingin melihat, apa yang akan terjadi padaku pada bulan Agustus nanti.” Sungguh, Raiz mengatakan itu hanya karena ingin tau apa yang akan terjadi pada bulan kelulusannya dari Sekolah Dasar, di bulan Agustus mendatang.
“Ta asteria einai ekei gia na doun to mellon.”
Raiz langsung terpana begitu mendengar sebaris kalimat yang terucap dari bibir Mark. Tapi, berbeda dengan Mark yang justru mengerutkan keningnya dalam, begitu kilasan tentang masa depan Raiz di bulan Agustus mulai terlihat olehnya.
Dalam hitungan detik Mark langsung melepaskan genggaman tangannya pada tangan Raiz dengan keterkejutan yang luar biasa, laki-laki itu menggenggam sebelah tangan Raiz lagi untuk melihat sekali, tapi apa yang dilihatnya tetap sama seperti sebelumnya.
Di hari itu Raiz menangis, tapi Mark tidak tau apa penyebabnya. Tapi ada hal yang lebih mengejutkan.
“Kak Mark, kenapa? Apa yang Kakak lihat?” Raiz bertanya dengan nada khawatir karena perubahan raut wajah Mark.
“Kamu akan menangis di bulan itu, tapi aku tidak tau penyebabnya.” Mark memberitahu apa yang dia lihat tanpa mengurangi atau menambahkan apa pun. “Tapi ….”
“T-tapi kenapa?” Raiz mulai panik, dia sudah bilang bukan bahwa dia tidak suka hal yang menyedihkan.
“… aku melihatnya berada di sampingmu, dia berusaha menenangkanmu.” Mark mengatakan itu dengan suara yang bergetar, ada ragu dari nada bicaranya, tapi di sisi lain Mark juga yakin bahwa dia tidak mungkin salah melihat.
“Dia siapa?” Raiz bertanya tak paham. Sedangkan Mark perlahan tersenyum, lalu mengucapkan sebuah jawaban yang membuat Raiz tersentak, hingga membulatkan kedua matanya tak percaya.
“Dia ... seseorang yang pertama kali menceritakan dongeng itu padaku.”
Bukannya Mark sudah bilang bahwa dia sudah berada di tempat yang tidak bisa dijangkau lagi? Tapi bagaimana bisa dia muncul di masa depan Raiz?