Sejak kejadian lalu, saat keduanya saling beradu mulut masalah tatto. Sampai sekarang Alysa dan Retno masih diam-diaman. Tidak ada yang berbicara jika keduanya tidak sengaja berpapasan atau terjebak dalam satu ruangan, seperti waktu sedang makan atau menonton televisi, maka mereka akan diam tidak membuka mulut.
Alysa jadi jarang marah-marah, jarang menyuruh-nyuruh Retno untuk ini dan itu. Seperti orang sakit gigi, setiap harinya selalu terdiam tanpa banyak bicara. Begitu pun juga Retno. Masak ya masak. Kerja ya kerja. Ia serasa masih lajang seperti waktu dulu. Tidak ada yang mengurusi, malah ia yang dapat tugas harus mengurusi kebutuhan Alysa seperti membuat makan dan lainnya. Untung saja Alysa tidak menyuruhnya untuk sekalian mencuci pakaian. Kalau itu terjadi, maka Sinetron Suami-Suami Jadi b***k Istri akan tayang sebentar lagi di TransTv yang katanya milik kita bersama.
Lagu Slank yang berjudul Terlalu Manis, melantun indah dikamarnya. Sedang sang empunya tengah asik bermain ponsel dengan posisi duduk diatas tempat tidur. Mulutnya komat-kamit mengikuti permainan di dalam ponsel yang sedang dimainkan.
Sedetik kemudian Alysa melempar ponselnya sendiri ke dasar tempat tidur. Ia mengacak rambutnya kesal lantas turun dari tempat tidur. Mematikan radio yang tentunya telah selesai melantunkan lagu Slank.
Setiap hari kerjaannya makan tidur, makan tidur. Kadang-kadang pergi nonton konser jika ada jadwalnya, kadang juga main ke rumah Nunung, untuk sekedar merecoki adik laki-laki Nunung yang masih remaja.
Tiba di dapur, tidak sengaja matanya melihat jam dinding. Menunjukkan pukul empat sore. Alhasil Alysa kembali lagi ke kamar, ia mandi disana. Lantas keluar lagi dengan tujuan pertama yaitu membuat makan malam sendiri. Karena mulai sekarang, ia tidak mau makan makanan yang diolah oleh Retno. Siapa tahu Retno tidak ikhlas membuatkannya makan, bisa tidak berkah nanti jika dimakan. Jadi lebih baik ia masak sendiri, walau masakannya tidak seenak masakan buatan Retno.
Ketika pintu kulkas dibuka, hawa dingin menerpa wajahnya. Alysa melongo bego, benarkah ini yang namanya kulkas jomblo? Tidak ada yang mengisinya? Dengan setengah kesabaran yang masih tersisa, ia menutup pintu kulkas keras-keras. Awalnya Alysa ingin membuang saja mesin pendingin itu. Tapi takut, nanti disuruh ganti oleh Retno.
Alhasil sekarang Alysa harus belanja lebih dulu. Dengan pakaian seperti biasa, serba hitam dan pasti kecowok-cowokan, ia mengendarai motor matic alias si Mosa ke sebuah supermarket terdekat. Untuk membeli bahan kebutuhan rumah tangga. Untung saja Retno memberinya kartu ATM, jadi ia tidak perlu pulang ke rumah Ibunya dulu untuk meminjam uang.
Usai berbelanja riang, tanpa menata lebih dulu belanjaannya ke dalam kulkas, Alysa mulai memasak. Jujur saja, sore ini ia hanya akan memasak telur dadar tapi belanjaannya bermacam-macam. Semua jenis sayuran ia beli, mulai dari kentang sampai kol serta sejenisnya. Bumbu masak, serta tidak ketinggalan pula makanan ringan.
Selesai memotong cabe menjadi kecil-kecil bersama bawang teropong, Alysa beralih membongkar belanjaannya yang kini tergeletak mengenaskan diatas meja makan. Ia mengambil dua butir telur lantas mencampurkannya kedalam mangkok yang sudah berisi cabe dan bawang teropong.
Dengan mata tertutup, Alysa menuangkan campuran itu kedalam wajan. Suara ceplok-ceplok pun menggema di ruangan dapur. Alysa berusaha membalikkan telurnya agar tidak gosong, namun gagal terus-menerus karena percikan minyak yang merecokinya.
“Aww...” pekiknya, kala kulit tangan kanannya terkena percikan minyak.
“Aduh... Aduh... Aaah.. Adaww...” Alysa terus berteriak ketika percikan minyak terus saja menghujatnya.
“AYAH... IBU... MORENA... NUNUNG... RISMA... ODET... ” Alysa memanggil nama-nama orang terdekatnya karena saking sakitnya terkena percikan minyak pada pipi kanannya. Ia menutupi wajah menggunakan kedua tangan untuk menghindari.
“Ada apa?”
Tiba-tiba pahlawan kesorean datang terhuyung-huyung, masih mengenakan pakaian kerja. Retno menatap Alysa yang masih menutupi wajah sendiri. Lantas ketika hidungnya mencium bau hangus, ia menoleh ke kompor yang menyaksikan siaran langsung sebuah telur kegosongan. Cepat-cepat Retno mematikan kompor gas. “Udah, nggak apa-apa.” katanya, menenangkan Alysa.
“Nggak apa-apa pala lo! Nih, badan gue perih semua kena minyak!” sungut Alysa, menunjuk luka-luka di tangan dan di pipi kanan.
Cukup terkejut melihat luka itu, tapi Retno segera mengganti ekspresinya menjadi tidak mau tahu. “Memangnya siapa yang suruh kamu masak?”
“Gue sendiri! Karena, mulai sekarang gue nggak mau lagi makan masakan lo! Lo tuh kalo masak buat gue nggak pernah ikhlas, jadi lebih baik gue masak sendiri daripada makan masakan dari orang yang nggak ikhlas ngasih, bikin nggak berkah tahu, nggak?!” Alysa menyerocos sambil matanya melotot-lotot.
“Siapa bilang?”
“Nggak usah bilang juga gue udah tahu, kalo lo nggak ikhlas!”
“Tap—,”
"Alah udahlah, nggak usah banyak cincong lo! Minggir, gue mau makan telur dadar bikinan sendiri!” sela Alysa, mengusir Retno lantas ia menyalin telor dadar hitam pekatnya ke piring saji.
Alysa duduk manis dengan hidangan telur dadar tanpa nasi. Ia memasukkan irisan kecil telor buatannya kedalam mulut. Mengunyah sebentar lalu terdiam. Rasanya.... Ada pahit-pahitnya dan asin juga. Pahit yang di padupadankan dengan asin. Amburadul.
“Ini kamu yang belanja?” tanya Retno, yang rupanya sudah duduk di kursi makan sebelahnya.
Alysa menoleh dengan mulut penuh menahan rasa tidak enak yang berasal dari masakan buatannya. Ia mengangguk cepat lantas kembali menatap lurus. Menimbang-nimbang apakah makanan didalam mulutnya harus ia keluarkan atau ditelan saja. Kalau di muntahkan, Retno pastilah akan mentertawainya. Tapi kalau ia telan.... Takutnya nanti tengah malam ia harus keluar masuk toilet.
“Kamu kenapa? Kok keringetan?” lagi-lagi Retno bertanya. Lelaki itu dengan santainya meminum air putih sambil menghadap ke Alysa.
Terpaksa, Alysa menelan isi mulutnya. Lantas ia menoleh dan langsung menyerobot gelas ditangan Retno. Meminumnya hingga tandas dan setelah itu berlari meninggalkan dapur.
Retno dibuat bingung melihat kepergian Alysa. Ia menatap gelas kosong dan piring berisi telur dadar gosong secara bersamaan. Iseng, ia menyendokkan sedikit telur tidak layak di konsumsi itu, lalu memakannya. Ia telan lantas geleng-geleng kepala. Pantas saja Alysa menyerobot minumannya, rupanya masakan wanita itu rasanya tidak karuan.
“Mending buat si Jabrig.” katanya, menyebut nama anjing liar milik tetangga sebelah.
***
Seperti biasa, setiap malam Senin, selasa, rabu, kamis dan jum‘at, tepatnya pukul tujuh malam, Alysa sudah standby diruang keluarga. Menekuni hobi barunya yang mulai berjalan sejak dua minggu belakangan ini. Yaitu menonton Sinetron remaja. Ia suka nonton sintron cinta-cintaan yang unyu-unyu, FTV ngenes yang berakhir selalu happy ending, serta acara TV lainnya yang berbau Cinta. Kecuali satu, Alysa tidak suka sinetron India, walau itu tentang Cinta. Ia malas menontonnya karena setiap sinetronnya pasti ada saja adegan lari-larian.
Ini malam Kamis, sinetro yang di tunggu-tunggu Alysa sudah tayang setengah jam lalu dan tinggallah detik-detik bersambung. Alysa menatap lekat pada layar televisi didepannya, yang menayangkan adegan berpelukan cewek dan cowok. Sampai ia tidak terusik dengan kedatangan Retno, sudah duduk di sebelahnya.
“Yaaahh.... Bersambung! Nanggung banget, sih! Tinggal tembak aja itu cewek, segala pake gugup!” Alysa marah-marah pada tayangan televisi. Ia menyenderkan kepalanya ke belakang lantas menoleh pada Retno, “Ngapain lo?
“Nonton TV?”
“Nggak bisa! Sana pergi! Gue males deket-deket sama lo.” usir Alysa.
“Aku juga nggak mau dekat-dekat kamu.”
“Munafik lo! Udah sana pergii....” Alysa mendorong paksa bahu Retno agar lelaki itu beranjak. Namun tidak di hiraukan oleh Retno. “Mau lo apa sih?”
“Aku mau nonton TV, Alysa.”
Akhirnya Alysa mengalah. Ia biarkan saja Retno itu menonton TV seperti biasa.
“Ganti dong, acara berita.” kata Retno.
“Nggak! Ngapain sih nonton berita? Sana mending lo baca koran. Didapur banyak tuh koran!”
“Sinetron nggak jelas.”
“Susuge dong! Suka-suka gue!” ketus Alysa.
Lantas keduanya diam menonton sinetron. Sesekali Retno mengecek ponselnya kala berbunyi nada SMS.
“Iiihh... Hape lo ganggu benget sih! Nggak tahu orang lagi fokus nonton apa!” Alysa menggerutu sebal ketika lagi-lagi ponsel Retno berbunyi. Ia berdiri lantas pergi. Lebih baik tidur dan mengikhlaskan satu episode sinetron kesukaannya, daripada harus berdebat dengan Retno yang tidak ada ujungnya.
Akhirnya Alysa memilih tidur, setelah tadi ia memutar alarm untuk membangunkannya pukul setengah enam, karena besok ia akan lari pagi. Sesekali lari pagi, agar celana tahun lalu bisa terpakai lagi.
Tengah malam,
Alysa bagun dari tidurnya dengan perut berbunyi nyaring minta diisi. Ia akhirnya keluar dari kamar sambil memegangi perut sendiri. Mengetuk-ngetuk pintu kamar Retno, “No... No... Bukain... Bikinin gue makanan, gue lapar...” pintanya.
“No....”
“No.... Bangun.... Gue lapar...” ketukannya semakin keras.
Pintu pun terbuka, nampak seorang Retno di depannya, sedang membenarkan letak kacamata.
“Buatin gue telur dadar, gue lapar.”
“Katanya—,”
"Udah, nggak usah banyak bacot!” sela Alysa, lantas berjalan lebih dulu menuju dapur.
Tidak sampai sepuluh menit, Retno sudah selesai membuat telor dadar. Ia sodorkan langsung piring berisi lauk tanpa nasi itu kepada Alysa, lantas duduk mengantuk didepan Alysa.
“Ini beneran lo nggak mau masakin gue nasi? Beras udah gue beliin, lo tinggal masak, nggak mau?” tanya Alysa.
Kepala Retno tergeleng keras. Sampai kapan pun ia tidak akan mau melakukan kegiatan itu. Melihat nasi berceceran saja sudah membuatnya bergidik ngeri, bagai melihat segerombolan ulat.
Sampai mulut Alysa berbusa pun pasti Retno tidak akan mau memasak nasi untuknya. Dasar aneh. Tapi untungnya nurut jika di suruh apa-apa, yang penting jangan disuruh masak nasi saja seperti tadi. Bibir Alysa mencabik, lantas ia memakan lahap telur dadar itu hingga tandas. Hapus saja janji manisnya yang katanya tidak akan lagi memakan makanan buatan Retno, karena nyatanya kini ia telah melahap lagi masakan buatan Retno.
“Aduhh... Asem!” Alysa memaki sambil mengusap-usap pipi kanannya yang tadi tidak sengaja di sengat oleh nyamuk, tepat pada luka akibat terkena pletokan minyak goreng.
Retno langsung terbangung. “Kenapa?”
“Ssshhh... Nyamuk lo tuh rese! Sengaja banget nyengatnya di bagian yang luka!” jawab Alysa menunjuk pipinya sendiri.
Tanggapan Retno hanya ber-oh saja. Ia memandangi tangan Alysa yang rupanya ada banyak luka-luka kecil disana. Retno beranjak dari duduknya, pergi begitu saja meninggalkan Alysa yang tidak peduli.
Beberapa menit, Retno kembali lagi ke dapur. Ia pindah duduk di sebelah Alysa, “Kamu udah selesai makannya?” tanyanya.
Kepala Alysa menoleh, ia mengangguk bingung pada Retno. “Lo bawa apa?” menunjuk pada sebuah botol kecil di tangan Retno.
“Ini buat ngobatin luka. Sini tangan kamu yang kena minyak, biar aku obati.” tawar Retno.
Bukannya menunjukkan tangannya, Alysa malah mengumpatkan kedua tangannya ke belakang. “Nggak usah! Besok paling juga udah kering!” bantahnya.
“Luka kayak gitu lama keringnya, nanti kamu nggak bisa mandi.” tutur Retno. Lelaki itu dengan rasa percaya dirinya mengambil tangan kanan Alysa, mulai mengolesi obat yang dibawanya dari kamar.
“Pelan-pelan dong, No! Ini perih, bego!” Alysa memekik kala Retno tidak sengaja menekan lukanya.
Setelah di tangan sudah, Retno beralih mengobati pada bagian pipi kanan yang katanya habis di sengat nyamuk. Pelan-pelan tangan Retno terulur menyentuh bundaran luka itu, memoleskan krim pengobat luka disana.
Selama adegan itu terjadi, kedua mata Alysa sama sekali tidak berkedip. Ia terus memandang wajah Retno yang hanya berjarak beberap senti saja darinya. Bahkan Alysa bisa mendengar deru napas Retno, namun tidak dengan detak jantung lelaki itu. Alysa speechless seperti orang bodoh. Bibir Retno.... Dari mata, pandangan Alysa turun ke bibir. Bibir tipis yang selalu diam dan hanya berucap secukupnya saja. Bibir Retno ini warnanya merah, tidak seperti bibirnya yang hitam seperti laki-laki pecandu rokok.
“Udah. Nggak perih kan?” tanya Retno tiba-tiba.
“Alysa....?”
“Alysa, kamu kenapa?” tangan Retno menyentuh pundak Alysa sehingga membuat sang empu terbangun dari khayalannya.
“Eh, eng...enggak, nggak apa-apa. Lo udah selesai ngobatinya? Kok cepet banget? Makasih, ya. Gue mau tidur dulu.” setelah mengucapkan kalimat itu Alysa pergi, membuat Retno terheran-heran dengan tingkahnya.