Sesuai janji, malam ini Macy, Monica, Derrick, dan Tessa telah siap untuk pergi menemui keluarga calon suami Macy.
Malam ini Macy tampak cantik dengan dress navy, black heels, black clutch, serta rambut yang digerai dan make-up tipis seperti biasa.
Mereka berada dalam mobil yang terpisah. Mobil Derrick dan Tessa berada di depan sedangkan Macy dan Monica berada di belakang.
“Kamu yakin mau terima perjodohan ini Dek?” Tanya Monica mencoba meyakinkan Macy sekali lagi. “Kalau kamu tidak yakin, kita masih punya waktu untuk kabur” Lanjutnya.
“Macy yakin Kak” Jawab Macy.
“Baiklah. Mungkin ini memang yang terbaik untukmu. Tapi Kakak mohon, kalau kamu berubah pikiran segera beritahu Kakak. Kakak akan membantumu” Ucap Monica.
“Iya Kak. Macy yakin” Ujar Macy kemudian mengedarkan pandangannya keluar jendela.
Kening Macy mengerut melihat jalanan yang tak asing baginya. Ini adalah jalanan yang ia lalui beberapa hari yang lalu hingga tak lama mereka telah sampai di sebuah mansion mewah. Dan benar saja, ini adalah mansion keluarga Carbert.
Mereka turun dari mobil lalu berjalan menuju pintu utama yang telah terbuka lebar seakan telah menunggu kedatangan mereka. Sepasang paruh baya menyambut mereka dengan ramah di ruang tamu, Edwan dan Luna.
"Selamat datang kembali Edwan, Tessa, dan Macy. Ah ya, dan Monic juga yang baru muncul" Canda Edwan diakhir kalimatnya ketika pandangannya beralih pada Monica.
"Maafkan saya, Tuan Edwan" Ucap Monic.
"Tidak usah formal begitu Monic, sebentar lagi kita akan jadi keluarga" Ucap Luna sembari tersenyum, memancarkan aura keibuannya.
'Keluarga? Tidak mungkin! Jangan bilang ini semua nyata' Batin Macy.
“Ayo, silakan masuk” Ajak Luna.
"Will mungkin akan datang sedikit terlambat karena harus mengurus sesuatu terlebih dahulu di kantor" Jelas Luna sebelum ada yang mempertanyakan keberadaan putranya tersebut.
Tak lama setelah ucapan Luna, seorang pria memasuki ruang tamu dengan setelan biru dongker, kemeja putih, rompi biru dongker, dasi hitam, dan sepatu hitam, serta rambut yang disisir rapi. Will Carbert.
"Nah, itu dia" Ucap Luna dan semua pasang mata menatap ke arah Will.
"Maaf saya terlambat" Ucap Will dengan nada datarnya lalu duduk di samping Luna, tepat di hadapan Macy.
Macy melihat Will seakan-akan masih belum percaya siapa yang kini berada di hadapannya.
"Karena Will sudah datang, bagaimana kalau kita mulai saja makan malamnya?" Ajak Luna dengan senyum bahagia.
-------
"Jadi kapan tanggal yang bagus untuk pernikahan mereka?" Tanya Luna exited.
"Uhuk... Uhuk... Uhuk" Macy tersedak makanannya ketika mendengar pertanyaan Luna yang tiba-tiba. Monica yang berada di sampingnya segera memberi air kepada Macy yang langsung di teguk habis.
"Pelan-pelan, Dek" Ucap Monica sembari menepuk-nepuk punggung Macy.
"Bagaimana kalau dua bulan ke depan? Karena bulan depan anak kami Monica juga akan menikah" Usul Derrick.
"Bagaimana kalau dua minggu ke depan saja?" Usul Edwan.
"Boleh. Bagaimana, Nak?" Tanya Derrick pada Macy yang masih setia memakan makanannya walau sudah kehilangan selera makan.
"Macy tidak mau menikah duluan sebelum Kak Monica, Dad" Jawab Macy tanpa ragu. Tentu saja, bagaimana bisa dia menikah dalam dua minggu ke depan?
"Baiklah kalau begitu, dua bulan ke depan saja. Lagipula mereka juga perlu waktu untuk saling mengenal satu sama lain" Ujar Edwan.
"Kalau begitu bagaimana kalau Macy kerja di perusahaan saja dulu jadi sekretarisnya Will? Lagipula sekarang Will juga sedang mencari sekretaris baru. Iya ‘kan Little Boy?" Tanya Luna.
"Iya Ma" Jawab Will pasrah. Bukan karena Macy akan menjadi sekretarisnya, melainkan karena panggilan Luna padanya.
“Boleh juga” Ucap Tessa semangat.
“Tapi, Mom bagaimana dengan perusahaan Daddy?” Sela Macy secepat mungkin.
“Jangan khawatirkan hal itu, Nak. Daddy masih sanggup mengurusnya” Sahut Derrick tanpa memerhatikan raut wajah Macy yang sedikit berubah pucat.
“Bagaimana sayang?” Tanya Luna pada Macy.
“Baiklah” Jawab Macy ragu.
“Bagus. Bagaimana kalau dimulai besok saja? Macy dan Will bisa berangkat bersama” Usul Luna.
“Besok?” Tanya Macy.
“Iya sayang. Lebih cepat lebih baik” Jawab Luna.
-------
"Saya akan mengantar Macy kembali" Ucap Will.
"Tidak perlu, aku akan pulang bersama Kak Monic" Tolak Macy.
"Akan kuantar" Putus Will tak terbantah.
Akibat ucapan tak terbantahkan dari Will, Macy pun berakhir pulang dengan Will bersama keheningan yang menerpa mereka berdua di dalam mobil. Macy memandang keluar jendela sementara Will fokus menyetir.
"Panas" Ucap Macy tanpa sadar menyeruakkan apa yang ia pikirkan.
"Mau buka jendelanya?" Tanya Will.
"Hah?" Tanya Macy tak mengerti.
"Tadi kamu bilang panas" Ucap Will.
"Aku tidak ingat mengatakan itu" Ucap Macy.
"Baiklah" Ucap Will.
"Besok akan kujemput" Ucap Will tiba-tiba setelah keheningan yang melanda mereka.
"Hah?" Tanya Macy untuk memastikan apa yang didengarnya.
"Besok akan kujemput" Ulang Will.
"Tidak perlu. Aku bisa bawa mobil sendiri" Tolak Macy.
"Besok akan kujemput" Ulang Will lagi.
“Aku akan diantar supir" Tolak Macy lagi dengan memberikan alasan lain agar tidak dijemput oleh Will. Bukannya dia tidak menyukai Will, tapi dia merasa tidak nyaman berada terlalu dekat dengan Will.
"Besok akan kujemput" Putus Will.
Macy tak langsung membalas ucapan Will. Ia memikirkan alasan apalagi yang harus ia ucapkan agar ia tidak dijemput.
"Aku tak suka ucapanku dibantah" Ucap Will sebelum Macy menemukan alasannya.
"Aku juga tak suka dipaksa" Balas Macy.
"Aku suka jika kamu tidak membantah ucapanku"
"Aku juga suka jika kamu tak memaksaku"
"Aku suka jika kamu menurut"
"Aku bukan hewan peliharaan"
"Aku tak pernah mengatakan hal itu"
"Tapi ucapanmu terdengar seperti itu" Kesal Macy sembari mengubah duduknya mengarah Will.
"Kapan?" Tanya Will.
"Tadi" Jawab Macy.
"Tadi kapan?"
"Tadi ya tadi"
"Tadi ya tadi kapan?" Tanya Will lagi.
"Tadi ya tadi ya tadi" Jawab Macy. "Sudahlah! Berdebat denganmu hanya memperpanjang masalah" Lanjutnya kemudian mengubah arah duduknya kembali seperti semula lalu memandang keluar jendela.
"Bukan aku yang memperpanjang masalah tapi kamu yang tidak mau mengalah" Ucap Will.
"Wanita mana yang mau mengalah? Dimana-mana juga pria yang selalu mengalah" Ketus Macy tanpa melihat ke arah Will.
"Pria mengalah hanya jika ia memang benar-benar salah. Dan pria sangat tahu kapan ia harus mengalah meskipun ia tidak salah" Jelas Will.
"Dan sekarang adalah waktu bagimu untuk mengalah jika kamu merasa seorang pria" Ujar Macy.
"Baiklah, aku kalah. Tapi aku akan tetap menjemputmu besok pagi dan aku tidak menerima alasan apapun" Ucap Will tak terbantah sementara Macy hanya terdiam sembari memandang keluar jendela.
“Bagaimana kalau para karyawanmu melihat kita datang bersama dan menimbulkan kesalahpahaman hingga menjadi gosip?” Tanya Macy tiba-tiba.
“Kenapa kamu harus peduli dengan pandangan orang lain. Yang menjalani hidupmu adalah kamu sendiri, bukan mereka. Hiduplah dengan melakukan apa yang ingin kamu lakukan, pandangan orang lain tentangmu tidaklah penting. Lagipula, memangnya kenapa jika hal itu nantinya akan menjadi gosip? ‘Toh kita juga akan segera menikah” Ucap Will yang membuat wajah Macy memerah hingga tak berani menjawab lagi
Tak lama mereka telah sampai di rumah Macy. Macy telah bersiap-siap untuk turun namun Will segera mencegal tangannya lalu segera mencium pipi Macy.
"Besok akan kujemput" Ucap Will.
Macy tak menjawab ucapan Will dan hanya diam mematung dengan wajah memerah. Sangat amat terkejut dengan tindakan Will.
"Masuklah" Pintah Will.
"A, a, ah iya" Ucap Macy gugup lalu segera membuka pintu mobil dan berjalan cepat memasuki rumahnya tanpa berbalik.
Sementara Will yang melihatnya hanya terkekeh geli melihat tingkah Macy. Jujur, sedari tadi ia memang ingin mencium Macy. Tapi bukan sekedar pipi, namun ia menahannya agar tidak membuat Macy lebih canggung dari sekarang.
Setelah memastikan Macy masuk ke dalam rumah, Will segera melajukan mobilnya meninggalkan area rumah sang calon istri.
-------
Elah, Will pake nyosor segala :")))
Love you guys~