Aku meradang mendengar ucapan papaku. Selalu saja papa tidak akan menuruti permintaanku yang dinilai tidak benar. Papaku memang terlihat berat sebelah, selalu saja Kak Alfath yang dibangga-banggain. Sedangkan aku? Jangankan dibanggain, mungkin dikenalkan sebagai anaknya saja aku tidak pernah. Saat ada pertemuan dengan partner bisnis papa yang ada di Bandung, aku selalu tidak pernah diajak. Selalu Kak Alfath yang harus ngintilin papa. Selain papaku Pengacara, papaku mempunyai saham di salah satu pabrik mobil di Bandung, lebih jelasnya aku juga tidak paham. Yang aku paham, hanya minta duit dikasih dan beres perkara. "Oh iya, kaka juga di villa loh. Kamu ketemu gak tadi?" tanya papa yang kini mencangkul tanah. "Iya aku ketemu. Dia sama anak gelandangan," jawabku ketus. "Namanya Adiva, dan