Rein “Rein, tungguuu…” Aku mematung mendengar suara yang sudah enam bulan ini tidak pernah kudengar. Saat aku hendak menutup pintu, tiba-tiba saja ada sosok tubuh tegap lelaki yang selama tiga setengah tahun lalu mengisi hari-hariku, hari penuh tawa bahagia tapi terutama penuh malam sepi mendera. Dan sekarang, setelah enam bulan aku pergi darinya, setelah kupikir aku terbebas darinya ternyata sekarang lelaki itu muncul di hadapanku. Sosoknya bagai hantu, datang dan pergi sesuka hati. Aku tidak benci dia, karena aku menikahinya murni keputusanku. Jadi segala tawa bahagia dan duka adalah satu paket dengannya. Aku menyadari itu. Hanya saja sekarang aku sama sekali tidak menyangka dia berhasil menemukanku secepat ini. Dan mata tajamnya tertuju di satu tempat, perutku! Perut buncitku! Mata ta