"Gavin, apa kau tahu informasi tentang keluarga kerajaan Albicilla?"
Gavin mengernyit bingung tapi tetap menjawab, "Saya tahu semua nama keturunan mereka dari sejak generasi seusia kakek. Saya juga memahami bahasa dan tulisan mereka."
"Siapa putra mahkota mereka saat ini?"
"Hadden Khagan."
Ada kerlipan puas di mata Helen meski wajahnya masih datar. "Mata-mata itu akan datang," katanya, dengan yakin.
"Kenapa?"
Helen tidak menjawabnya, malah memerintah, "Sebarkan berita bahwa kita telah menangkap seorang mata-mata yang tidak lain adalah putra mahkota kerajaan Albicilla. Katakan bahwa prajurit akan membawanya kembali ke kerajaan Albicilla besok."
Gavin berdiri seketika. "Yang Mulia, ini... bisa menimbulkan perang di antara kedua kerajaan. Perjanjian damai yang sudah disepakati susah payah oleh kedua kerajaan sejak sepuluh tahun lalu bisa hancur dengan berita palsu ini."
"Ini bukan berita palsu." Helen menunjukkan kalung di lehernya.
Gavin malah salah fokus dengan tulang selangka Helen yang menggoda, kemudian dia melirik lengan kiri Helen yang masih diperban bekas disayat belati oleh mata-mata. Netra Gavin menggelap melihat di lengan Helen sekarang ada bekas luka panjang mengerikan. Kalau bisa, dia ingin membunuh mata-mata itu.
Berdeham pelan, Gavin berkata, "Itu belum tentu milik Putra Mahkota Hadden."
"Coba periksa," kata Helen, kemudian melepas kalungnya.
Gavin memeriksa kalung rantai perak dengan mainan elangnya yang terbuat dari emas murni. Pahatan inisial nama dan tulisan Albicilla pun sangat terampil dan tidak seperti dibuat asal-asalan. Itu jelas bukan harta yang bisa dimiliki sembarang orang.
"Aku pernah mendengar kalau pada penobatannya sebagai putra mahkota, Yang Mulia Hadden mendapat harta berharga dari ayahnya. Banyak orang berpikir hadiah itu pedang, cincin atau mahkota, ternyata kalung ini."
Helen mengambil kembali kalung itu, dan mengenakan di lehernya. "Berarti aku benar."
"Kalau mata-mata itu benar-benar Yang Mulia Hadden, ini bisa merusak perjanjian damai, tapi, apa yang sebenarnya dia cari di kerajaan kita?" Aku pasti membalas sapaan ramah putra mahkota ini suatu hari nanti. Lancang sekali dia melukai lengan Helen-ku.
"Apa pun itu, tindakannya jelas merusak nama baik kerajaannya sendiri."
Gavin mengangguk setuju. "Kita bisa menuntut kerajaan mereka dengan ini, tapi, kita belum menangkap Yang Mulia Hadden."
"Kita akan menangkapnya besok."
"Kalaupun kita mendapat kalungnya, masih ada kemungkinan kalau itu bukan Yang Mulia Hadden. Bisa saja seseorang telah mencurinya."
"Kau tidak perhatikan pengawal Putra Mahkota Felix?"
Felix adalah putra tertua Brian, seusia dengan Helen.
"Dijaga ketat." Gavin seolah mengerti maksud pertanyaan Helen. "Mustahil ada yang berani mencuri kalungnya. Kalau benar itu Yang Mulia Hadden, mungkinkah Yang Mulia Hadden sendiri yang akan datang ke tempat pertemuan besok?"
"Tidak. Dia akan menyuruh orangnya."
"Lalu bagaimana kita akan menangkapnya?"
Helen berdiri, merapikan bajunya yang sedikit berantakan. "Dia akan mencariku untuk kalungnya."
Gavin berdiri, menghalangi jalan Helen. "Meskipun begitu, saya tidak yakin mereka akan tetap bersikap bodoh dengan tidak mengubah tempat dan waktu pertemuan setelah diketahui oleh kita."
Helen menyeringai kecil saat menatap iris hijau Gavin. "Itu urusanmu dan Yang Mulia Raja untuk percaya atau tidak."
Helen keluar kamarnya, kemudian masuk ke kamar Darian. Sementara Gavin masih memikirkan rencana gadis itu.
Darian langsung terduduk dan menyembunyikan kertas tulisan tangan Helen di belakang punggungnya. Netra biru itu bertindak waspada atas kehadiran tuannya di sana.
Helen tidak memerhatikan kertas-kertas di lantai yang penuh dengan namanya, karena dia langsung duduk di tepi kasur. Itu satu-satunya tempat yang bisa dia duduki.
Darian duduk di lantai, masih menyembunyikan kertas di belakang punggung. "Apakah Tuan Yang Mulia perlu sesuatu dari Pelayan Kecil ini?"
Helen memerhatikan Darian yang duduk berlutut di lantai dingin, lalu menepuk tempat di sebelahnya. "Ke sini!"
Darian menggeleng. "Pelayan Kecil tidak ingin menyerahkan kertasnya."
Helen menghela napas. "Aku tidak menginginkannya."
Darian langsung percaya. Dia memeluk kertasnya, lalu duduk di sebelah Helen. "Ada apa, Tuan Yang Mulia?"
"Yang Mulia Raja memberi dekrit agar aku pergi ke wilayah Tirwen."
Helen memerhatikan Darian yang tidak memiliki perubahan ekspresi, masih senyum tulus untuk mendengarkan. Gadis itu sebenarnya tidak ingin meninggalkan pelayan kecil ini karena dia mulai terbiasa dengan kehadirannya. Kalau bisa, dia ingin terus bersamanya dan melindunginya. Anak lelaki ini sudah seperti adiknya sendiri. Tapi dia juga tahu betapa sulit hidup di desa Tirwen, dan sangat berbahaya setiap waktu. Dia tidak bisa terus melindungi Darian seperti di sini, karena di sana dia memiliki banyak pekerjaan.
Pencurian, penculikan, pembunuhan, dan segala macam tindak kriminal ada di sana. Kedatangannya pun dengan membawa misi: membersihkan kekacauan, dan membuat desa itu menjadi wilayah kekuasaannya. Dengan sangat terpaksa, dia harus melepaskan Darian.
Darian tetap sabar menunggu apa yang ingin dikatakan Helen, tapi setelah apa yang dikatakan Helen terdengar, dia langsung pucat. Ini kalimat terpanjang pertama tuannya sejak dia bekerja sebagai pelayan selama dua bulan, dan dia tidak bisa menjawabnya setelah beberapa menit.
Helen bilang, "Aku sudah menyiapkan sejumlah uang untuk upahmu bulan ini. Pergi, dan dapatkan kehidupan yang layak."
Gadis itu menyerahkan lencana prajurit miliknya yang berbentuk bulat terbuat dari emas, ada ukiran nama Kapten Heli di dalam lambang kerajaan Griffin. Lambang kerajaan Griffin adalah naga merah melilit pedang.
"Bawa selalu lencana ini, maka selama kau berada di wilayah kerajaan Griffin, tidak akan ada yang berani menyakitimu. Jika ada yang kau perlukan, cari Rezvan Garter, dan tunjukkan lencana ini, dia akan membantu semua urusanmu."
Hening....
Semenit...
Dua menit...
Lima menit...
Masih hening...
Jantung Darian berdegup cepat, matanya memerah dan berlinang, tangannya gemetar ketika Helen memberikan lencana. Benaknya dipenuhi kalimat: tuannya membuangnya, tuannya tidak menginginkannya, dia tidak berguna maka dibuang oleh tuannya, dan sejenisnya. Hatinya seperti tertusuk pedang, lebih menyakitkan dari saat disiksa oleh Karlos.
Helen pikir Darian terlalu senang karena mendapat hadiah sebanyak itu dalam hidupnya, jadi dia menunggu pelayan kecilnya berterima kasih kepadanya dan menunjukkan wajah yang sangat bahagia, sama seperti biasa tiap kali dia memberi sesuatu. Tapi setelah lebih dari lima menit, kenapa pelayan kecilnya masih menunduk menatap lencana tanpa bergerak atau bicara? Apa yang salah dari ucapannya?
Air mata Darian membasahi pipi ketika dia akhirnya berani memandang Helen.
Helen terkejut. Tidak menyangka kalau Darian malah sedih. Sempat-sempatnya dia berpikir: apa aku kurang banyak memberinya hadiah?
Dengan suara serak, Darian berkata, "Tuan Yang Mulia, Pelayan Kecil sangat cepat dalam belajar. Pelayan Kecil sudah hapal alfabet. Sedikit lagi Pelayan Kecil akan bisa membaca. Pelayan Kecil akan sangat giat belajar. Kalau perlu, Pelayan Kecil juga akan belajar berpedang. Pelayan Kecil ini sangat mahir menyapu dan bersih-bersih. Sedikit banyak Pelayan Kecil juga sudah belajar memasak dari kepala koki. Pelayan Kecil ahlinya membuat bubur kentang kesukaan Tuan Yang Mulia. Bukankah Pelayan Kecil sangat berguna?"
Helen kebingungan. Dia tahu Darian sangat berguna, tapi kenapa anak ini malah bertanya seperti itu salam situasi saat ini?
Demi menyenangkan Darian, Helen dengan polos menjawab, "Hemm... Kau sangat berguna."
Helen ingat perkataan Gavin tentang menghibur seseorang, yaitu dengan menunjukkan kepedulian dan empati. Jika tidak bisa menggunakan kata-kata penghiburan, Gavin bilang, bisa dengan memegang tangan dengan lembut dan berikan senyuman bahwa semua akan baik-baik saja, atau memeluknya dan menepuk-nepuk punggungnya, atau bisa juga mengusap-usap kepalanya. Untuk dua yang pertama, Helen tidak bisa melakukannya, karena tidak sesuai dengan citranya sebagai tuan yang dikagumi Darian, maka dia pilih cara terakhir.
Helen tidak tahu cara mengusap-usap kepala orang lain, karena itu, apa yang dia lakukan lebih mirip menepuk-nepuk kepala Darian seperti menepuk-nepuk kepala hewan peliharaan mungil. Lebih parahnya, itu bahkan bukan menepuk dengan lembut karena kepala Darian agak tersentak-sentak ke belakang.
Untuk sesaat Darian tertegun, tapi saat ingat akan berpisah dengan Helen, dia menangis lagi.
Darian masih terisak-isak ketika berkata, "Kenapa Tuan Yang Mulia membuang Pelayan Kecil? Pelayan Kecil tidak butuh kehidupan yang layak... Pelayan Kecil ingin bersama Tuan Yang Mulia... Pelayan Kecil melakukan salah di mana? Pelayan Kecil akan perbaiki kesalahan, tapi jangan membuang Pelayan Kecil..."
***