TUJUH

1213 Kata
"Obatnya jangan lupa di minum ya, pak. " Pesan Shania pada salah satu pasien nya. Setelah mengecek semuanya ia berpamitan pada pasien dan keluarga yang sedang berjaga. Hari ini ia juga sedikit sibuk dengan beberapa janji dengan pasien dan melakukan satu operasi siang tadi. Dan, baru sore ini ia terlihat lebih lowong. Berjalan menyusuri koridor rumah sakit, sambil matanya melihat - lihat sekeliling. Hari ini cukup tenang untuk Shania. Karena, sejak pagi sama sore sekarang tidak ada orang yang membuatnya frustasi. Shania berhenti berjalan saat ia tiba di taman bermain anak - anak. Lihat Akbar sedang bermain dengan anak - anak lain nya. Termasuk, Rafa di sana. Membuatnya melangkah menuju taman dan menghampiri anaknya. "Mama " panggil Akbar, berseru dari atas perosotan. Shania membalas lambaian tangan Akbar, ia memilih untuk duduk di kursi panjang warna putih yang ada di pinggir Taman. Mengawasi anak nya yang asik bermain. Ia tersenyum, melihat Akbar begitu aktif. Berlari kesana kemari, bahkan beberapa kali terjatuh. Tapi, anak itu langsung bangun dan kembali berlari. "Sayang, jangan lari - lari. " Serunya pada Akbar yang terus berlari dari kejaran Rafa. Shania menatap sekitar, ada beberapa orang pasien yang duduk - duduk menikmati sore hari di taman itu dengan di temani keluarga atau suster. Sesekali ia tersenyum sambil mengangguk jika tidak sengaja bertemu pandang dengan pasien tersebut. Shania menatap kedepan, dan kembali ia termenung. Menghela napas berat. Mengingat kembali, masa lalu nya bersama Alul. Alul sering menjemputnya di rumah sakit. Pria itu akan menunggunya di taman ini sambil mengawasi Akbar bermain. Hingga ia tiba, dan duduk di samping Alul. Di sini, di kursi yang sama. "Awak " "Awak tau tak, saye tu lebih suka liat muka garang awak, di banding muka sedih awak " Shania langsung tersentak sendiri saat bayangan itu muncul. Langsung menggeleng kan kepalanya dengan kuat. Berharap mengenyahkan bayangan pria yang selalu mengganggu nya. Tapi... Hari ini pria itu tidak muncul. Aliff tidak datang kerumah sakit. Atau entah, ia tidak mau memikirkan nya. Ia bersyukur tidak melihat pria itu hari ini. Bahkan bukan cuma hari ini, saja. Sudah dua hari Aliff tidak terlihat di rumah sakit. Membuatnya urung untuk mendamprat Aliff karena menyuruh anaknya memanggil pria itu dengan sebutan Papa. Sret Sisa tempat di kursi nya duduk tiba - tiba bergerak membuatnya menoleh dan melihat siapa yang duduk. "Shani " ucap nya. Shani hanya mengulum senyum kecil. "Kenapa? Berharap Aliff ya " ledek Shani dengan muka datarnya. "Apaan sih " bantah Shania, ia malas meladeni Shani. Memilih untuk mengeluarkan ponselnya dan mulai membalas Chat yang masuk. "Shan, gue dengar Royal Motel di Lembang bakal ulang tahun ya ?" "Iya. Papi ngajak kita kesana. Abang udah bilang kan ?" Jawab Shania. "Iya, gue belum pernah ke Lembang. Seringnya ke puncak " "Resort di sana lebih alami sih. Masih indentik dengan alam. Gue sempat liat denah nya waktu di bangun. " "Bukan Papi kan, yang ngedisain ?" Shania menggeleng. "Waktu itu, Papi lagi ada job besar di Eropa. Tapi, konsep resort di Lembang bagus banget kok. Papi sampai muji " Shani mengangguk. Ia menoleh pada Rafa, anak nya. "Rafa, jangan main tanah!" Serunya pada sang anak. Anaknya langsung terkekeh pelan. Dan menjauh, kembali menuju pada Akbar. "So.. Giman loe sama Aliff ?" Kening Shania mengernyit heran. "Maksudnya ?" "Ya hubungan loe sama Aliff " "Gue sama dia gak ada hubungan apa - apa. " "Udah dua hari dia gak datang, loe gak kangen ?" "Apa sih, Shan. Gue gak ngerti maksud loe tiba - tiba nanyak gue sama tuan Malaya itu " Shani hanya mengindikkan bahu nya, membuat Shania geram sendiri. Ia kemudian tersenyum kecil melihat Sikap Shania yang akhir - akhir ini berangsur baik. "Shan " panggil Shani lagi, membuat Shania menoleh dengan malas padanya teman nya itu. Shani tidak membuka suara. Hanya mengindikkan dagu nya ke ujung taman. Shania mengernyit, dan menoleh pada arah yang di tunjuk oleh Shani. "Boby masih berharap banget kayak nya sama loe " ujar Shani tiba - tiba. "Shan, pliss deh. Gue lagi males bahas siapapun sekarang " Shani menghela napas berat nya, melirik pada Boby yang tengah berdiri di depan ruangan nya menatap lurus pada Shania. Ia melirik pada Shania, sahabat nya itu terlihat biasa aja. Sibuk dengan ponsel nya. *** Shania baru saja sampai rumah, setelah seharian di rumah sakit. Dan, bertepatan dengan mobil yang sangat di kenalnya berhenti di depan gerbang rumah. Ia langsung masuk kedalam rumah, tanpa mau menoleh atau menghampiri Alul yang mengantar Akbar pulang. Kemarin Alul mengirimnya Chat, mengatakan kalau ingin mengajak Akbar pulang ke Bandung. Jadi, selama dua hari kemarin Akbar bersama Alul. Dan hari ini, baru kembali. "Kak, itu Bang Alul gak di suruh masuk " ujar Gracia yang baru saja keluar. Karena, di belakang Alul sampai, mobil Mikail masuk ke garasi. "Kamu aja yang temui, kakak capek mau mandi juga " jawab Shania, sambil berlalu ke dalam. Gracia mengangguk, dan ia pun menghampiri Alul yang sedang mengobrol dengan suami nya. "Masuk, Bang " ajak Gracia. Alul menggeleng sopan, ia menoleh sebentar ke arah teras rumah. Tidak ada lagi Shania di sana. "Gak, makasih. Abang cuma nganterin Akbar, lagian udah mau magrip juga. " Jawab Alul sopan. "Aunty, liat Abay bawa apa ? " Ujar Akbar, yang sudah menggandeng tangan Mikail. "Bawa mainan dong, buat Adek Axel " jawab nya kemudian. Mikail tetsenyum, ia mengacak gemas rambut anak itu. "Wahh.. Aa' baik banget sih. Adek pasti senang di kasih mainan sama Aa' " ujar Gracia. Alul hanya mengulum senyum, ia tidak berlama di rumah Keynal. Setelah berbincang sebentar. Ia langsung pamit tidak lupa menitip salam untuk orang rumah. Dan Gre mengajak Akbar untuk masuk ke dalam. Shania baru selesai mandi ketika Akbar dan Gracia masuk ke kamar nya. "Udah mandi, Abay ?" Tanya Shania. Pada anak nya yang langsung naik ke atas tempat tidur. "Belum, eh. Udah. Tadi di rumah Nini sama Aki " jawab Akbar. "Kak, kenapa sih gak mau nemuin Bang Alul bentar aja " ujar Gracia yang tiduran di kasur nya. "Buat? Dia kan cuma ngantar Akbar pulang " "Gak boleh gitu lho Kak, " "Gre, udah ya. Gak usah bahas itu. Urusan Alul sekarang dengan Akbar, gak ada hubungan lagi sama Kakak. Jadi, Stop bahas tentang kakak sama Alul. " Ujar Shania memperingati adik nya. Gre langsung cemberut. " Kakak gak liat aja, Bang Alul itu keliatan kurus sekarang. Dan kacau " "Gre!" "Kak, setiap orang berhak dapat kesempatan kedua. " "Tapi, gak semua orang mau ngasih kesempatan kedua. Buat kakak, ngasih kesempatan kedua sama aja buat ngasih kesempatan dia lagi buat ngulang hal yang sama " jelas Shania. "Tapi, kan a-" "Gre, udah. Mending kamu keluar aja. Kakak mau sholat magrib. Kamu juga pergi sholat sana " usir Shania, pada adik nya. Gracia tidak lagi membangkang walau dengan misuh - misuh ia keluar dari kamar kakaknya dan menuju kamarnya nya sendiri. "Kenapa tuh muka ? Sepet banget " tegur Ares yang baru saja keluar kamar dengan pakaian rapi. "Kakak loe tuh, keras kepala banget di kasih tau !" Kesal Gracia. Ares menoleh ke kamar Shania yang tertutup rapat. "Res, ini peci nya " Sheira, muncul dari dalam membawa peci hitam untuk Ares. "Jangan terlalu maksa Shania, Gre. Dia pasti punya alasan sendiri kan kenapa kerasa kepala ? Kadang, memang ada hal yang gak bisa di bagi dengan saudara " ujar Sheira. "Bener tuh, " jawab Ares. "Ada sebab ada akibat. Aku yakin pasti Alul ngelakuin sesuatu pada Kak Shania. Kalau sampai aku -" "Res, katanya mau ke masjid sama Papi. Tuh udah di tungguin Papi di bawah " tegur Sheira. Ares hanya nyengir. Dan kemudian ia pamit untuk pergi. Begitu juga dengan Gracia dan Sheira yang masuk ke kamar masing - masing. °°°
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN