Abhi dan Gema kembali canggung. Bagaimana bisa setiap hari mereka harus bersusah payah menstabilkan degup jantung yang serasa memburu dan iramanya tak lagi teratur? Jatuh cinta bisa semendebarkan ini. Juga bisa serumit ini bagi Gema yang masih belajar memaknai.
Ketika kau menyerahkan seluruh hatimu, bisa saja kau tak lagi punya pertahanan terakhir tatkala hati itu tersakiti. Itu yang ditakutkan Gema. Pengalaman teman-teman perempuannya yang pernah gagal dalam percintaan memberikan cara pandang yang berbeda.
Abhi tak ingin kecanggungan itu terus merajai. Ia melirik Gema sekali lagi.
"Tidur, yuk. Udah malem." Abhi tersenyum dan mencoba bersikap setenang mungkin. Ia tak mau Gema semakin kikuk.
Gema mengangguk pelan. "Ayo...."
Baik Gema maupun Abhi berbaring di ranjang dengan pikiran masing-masing. Ada kemajuan berarti, tak ada lagi guling sialan yang menjadi pembatas.
Gema mengambil selimut tebal di bawah kakinya. Sebelum ia menyelimuti dirinya, ia melirik Abhi yang masih membuka mata.
"Apa Mas Abhi mau pakai selimut juga?" Gema melirik Abhi yang tengah menatap langit-langit.
Abhi menoleh pada istrinya. Satu senyum tersimpul. "Boleh.."
"Selimutnya cukup besar, bisa kita pakai barengan." Ia menyelimuti tubuh Abhi dengan selimut tebal itu. Barulah ia berbaring dan menarik sisa selimut untuk menutup tubuhnya.
Gema mencoba memejamkan mata, tapi degup jantung itu seakan terus bertalu. Abhi pun belum bisa terpejam. Ia memiringkan badannya dan menghadap Gema yang berbaring telentang.
Gema melirik suaminya. "Kenapa belum tidur?" tanya Gema lirih.
"Nggak tahu... Mungkin kalau kita tidur lebih dekat, baru aku bisa tidur." Abhi melihat celah kosong yang seolah memisahkan keduanya.
Gema menganga sekian detik. Dipikir-pikir, lama-lama suaminya ini ngelunjak. Sudah dibolehkan tidur seranjang, sekarang ingin tidur lebih dekat.
Gema ragu sejenak. Pada akhirnya ia bergeser lebih dekat pada Abhi. Abhi pun bergeser agar lebih dekat pada Gema.
"Udah dekat, kan? Udah bisa tidur sekarang?" Gema menoleh pada Abhi. Jarak yang begitu dekat membuat wajah keduanya semakin dekat. Gema bisa merasakan hembusan napas Abhi menyapu wajahnya. Napas beraroma mint yang menenangkan. Gema kembali deg-degan.
Abhi tak menjawab, ia hanya tersenyum tipis sembari memandangi wajah istrinya yang tak bosan-bosan untuk ia tatap.
Gema semakin berdebar. Ia mengubah posisi, berbaring memunggungi Abhi untuk menetralkan debaran yang terus merajai. Abhi ragu, tapi ia beranikan diri untuk melingkarkan tangannya di perut Gema.
Gema terkesiap. Abhi mencuri kesempatan untuk memeluknya. Anehnya, ia diam saja. Ia tak berani untuk melarang Abhi. Dadanya bergemuruh tak menentu. Segala rasa berkecamuk jadi satu.
Abhi mengeratkan pelukannya. Ia pejamkan matanya. Rasanya begitu menenangkan. Kedamaian perlahan menyusup, mencairkan ketegangan, dan kebekuan yang sebelumnya mendominasi.
Gema pun mencoba terpejam sembari merasakan hangatnya pelukan Abhi yang seolah hadirkan bunga-bunga lembut di sekelilingnya.
Keduanya tertidur tanpa lagi berjarak.
*****
Pagi ini aktivitas berjalan seperti biasa. Abhi ke Masjid untuk salat Subuh berjamaah. Gema juga bangun lebih pagi. Selesai salat, dia menyibukkan diri di dapur. Merebus air dan mencuci piring. Ia juga membuatkan secangkir kopi untuk Abhi.
Ada satu kemajuan, Gema mencoba membuat roti panggang untuk sarapan. Ia memilih menu yang praktis karena Abhi harus berangkat pagi ke sekolah.
Abhi yang sudah rapi dengan baju dinasnya mencoba untuk bersikap biasa semata agar keduanya tak lagi canggung dan bingung dengan perasaan masing-masing. Meski, momen semalam masih saja hadirkan debaran setiap kali mengingatnya, tapi Abhi tetap berusaha untuk tenang.
Ia memberanikan diri memeluk Gema dari belakang kala gadis itu meletakkan sepiring roti panggang di meja.
"Rotinya wangi banget." Abhi berbicara tepat di sebelah pipi Gema.
Gema tak berkutik. Tangan Abhi yang melingkar di perutnya dan wajah Abhi yang begitu dekat membuncahkan rasa yang tak bisa dijelaskan. Deg-degan iya, gugup iya, bergetar iya, bahagia juga...
Momen semalam saat keduanya tidur seranjang dengan lebih dekat mungkin sedikit menepis kecanggungan yang selalu terbangun ketiap kali berinteraksi. Meski belum benar-benar intim sebagai suami istri, tapi itu semua sudah cukup menghangatkan interaksi keduanya.
"Aku cuma bisa bikin ini yang simpel. Next time aku belajar masak nasi dan lauknya," ucap Gema dengan satu senyum tipis. Badannya terasa membeku karena pelukan Abhi masih terasa hangat di pinggangnya.
Abhi melepas pelukannya dan duduk di kursi. Gema bisa bernapas lega. Hanya satu pelukan, tapi efeknya luar biasa. Bukan ia tak suka dipeluk, ia sangat menyukai pelukan Abhi. Hanya saja, terkadang ia tak tahu harus berbuat apa.
Gema menatap Abhi, mencari jejak di wajahnya, apakah Abhi merasakan hal yang sama? Suaminya terlihat lebih tenang seakan pelukan ini sudah biasa untuknya.
Gema hanya tak tahu, Abhi pun merasakan hal yang sama. Desiran itu masih saja menggetarkan setiap ruang di hati. Namun, ia mencoba bersikap biasa.
"Rotinya enak, Gema. Makasih, ya, udah bikinin sarapan." Segaris senyum terlukis di wajah Abhi. Senyum yang terlalu manis untuk mengawali hari.
"Sama-sama, Mas... Ehm, Mas Abhi suka bawa bekal nggak ke sekolah?"
Abhi mengangguk. "Kadang bawa, kadang nggak. Kalau sempat ya bawa, kalau nggak sempat ya nggak bawa."
"Mau bawa bekal roti sama buah nggak? Besok aku coba deh bangun lebih pagi biar bisa nyiapin bekal yang lebih enak."
Ada keharuan menyusup di hati Abhi mendengar kata-kata Gema yang ingin menyiapkan bekal untuknya. Sedikit demi sedikit, Gema berusaha beradaptasi dengan peran barunya.
"Boleh, Gema. Apapun bekalnya, kalau kamu yang nyiapin, pasti enak." Abhi tersenyum lepas.
Gema tertawa kecil. Bapak Guru satu ini memang jago sekali menggombal.
Ketika mereka menyantap makanannya masing-masing, sesekali keduanya saling pandang. Rasa hangat itu menjalar dan menggetarkan hati. Senyum terulas kala netra mereka saling beradu.
Beginikah rasanya jatuh cinta?
*****
Hari ini, Abhi lebih bersemangat ke sekolah. Ia membawa bekal dan kali ini istrinya yang menyiapkan bekal untuknya.
Setiba di sekolah, Abhi masih memikirkan Gema. Senyum sesekali tersungging kala ia teringat manisnya momen kebersamaan mereka.
Bahkan ketika di kelas, Abhi sempat tak fokus dan tersenyum dalam diamnya. Hingga sapaan dari salah satu murid membuyarkan lamunannya.
"Bapak kayaknya bahagia banget, ya? Senyum-senyum terus." Yana, cewek berjilbab yang jago taekwondo mengomentari sikap Abhi yang tampak lebih sumringah dari biasanya dan senyum-senyum sendiri sembari membaca buku.
"Jelas bahagia lah. Pak Abhi kan baru nikah. Pengantin baru itu lagi bahagia-bahagianya," Ayu menimpali ucapan temannya.
Beberapa anak bersiul, ada pula yang meledek. Pipi Abhi bersemu merah mendengar ledekan dari murid-muridnya.
"Gimana rasanya nikah, Pak?" Fadhil Sang Ketua Kelas pun kepo, ingin tahu perasaan gurunya.
"Seperti yang dibilang Ayu, bahagia." Abhi tersenyum lebar.
"Ciyeee... Jadi pengin cepet nikah." Afika menangkup pipinya dan tersenyum.
"Eit, jangan mikirin nikah dulu. Belajar dulu yang bener. Nikahnya nanti kalau udah cukup umur, udah siap lahir batin." Abhi menanggapi ucapan Afika.
"Bapak nggak bulan madu, Pak? Biasanya kalau pengantin baru itu kan bulan madu," timpal Ilyas, salah satu murid yang dikenal supel dan aktif di OSIS.
"Belum sempat bulan madu, soalnya belum ada libur," ucap Abhi santai. Hubungannya dan murid-muridnya memang terbilang dekat. Bahkan tak jarang murid-muridnya menjadikan dirinya sebagai tempat curhat.
"Ya, udah kita bahas jawaban nomor lima, ya. Jangan ngobrolin nikah terus." Abhi mengambil spidol.
Murid-muridnya pun menggerutu, mereka masih ingin bertanya banyak pada gurunya tentang pengalamannya sebagai pengantin baru.
*****
Selesai mengajar, Abhi kembali ke kantor guru. Di kantor sudah ada beberapa rekan guru yang juga baru selesai mengajar.
Abhi menyempatkan waktu untuk mengirim pesan pada Gema.
Assalamu'alaikum, Gema, lagi apa? Makan siang nanti mau aku pesenin Gofood nggak?
Tak lama kemudian, Gema membalas pesannya.
Nggak usah, Mas. Aku mau masak sendiri. Mas Abhi pingin makan apa sepulang sekolah? Nanti aku masakin, deh.
Abhi membelalakkan matanya, memastikan kembali apa yang ia baca benar-benar nyata. Gema mau belajar masak.
Abhi mengirimkan balasan.
Apa saja. Asal kamu yang masak, aku pasti suka.
Gema kembali mengirim balasan.
Aku masakin ayam teriyaki ya.
Abhi mengirim balasan.
Okay, jadi nggak sabar pingin cepat pulang.
Abhi merasa tak cukup jika hanya membalas chat bernada datar. Ia kirim pesan kembali.
I miss you...
Abhi tersenyum sendiri membaca rangkaian kata yang baru saja ia kirim. Datang balasan lebih cepat dari yang Abhi duga.
I miss you too.
Abhi tersipu sekaligus tersenyum. Hatinya menghangat. Bunga-bunga seolah bermekaran di taman hatinya. Jatuh cinta memang berjuta rasanya.
*****