03 | Rumor Direktur Baru

1304 Kata
SEPANJANG jalan menuju kamar mandi Clara terus menerus mendengar kabar tentang direktur baru perusahaan ini. Kata mereka, dia adalah sosok pria berwajah tampan dengan tubuh proporsional dan penuh kharisma. Jangan lupakan jika dia masih lajang, ditambah mapan dengan harta dan jabatannya sekarang. Banyak pegawai perempuan yang terang-terangan memuji sosoknya. Clara bahkan sangat yakin, jika mereka tertarik untuk mendapatkan direktur baru itu. Sayangnya, tidak semudah itu untuk mendapatkannya. Clara sendiri tidak terlalu berasumsi tinggi tentang sosoknya, karena dia belum pernah melihat atau bertemu secara langsung dengannya. Dia hanya pernah mendengar rumor tentangnya berulang kali. Selain itu, daripada memikirkan rumor tentang fisiknya, Clara lebih tertarik memikirkan alasan kedatangannya yang membuat direktur utama sebelumnya bisa sampai turun jabatan? Ada rumor beredar jika CEO baru ini masih memiliki hubungan darah dengan pemilik perusahaan tempat dia bekerja. Namun, cara kerja seperti ini apakah bakal baik ke depannya? Pekerjaan CEO sebelumnya menurut Clara cukup baik dan tidak ada masalah sama sekali. Sedangkan CEO baru ini, belum ada bukti nyata jika pekerjaannya lebih baik dari Pak Hendra, CEO sebelumnya. Clara keluar dari kamar mandi setelah membasuh muka dan mengelapnya menggunakan sapu tangan yang selalu dia bawa. Dia harus mengenyahkan kantuk yang begitu menyiksa, sebelum kembali bekerja. Awalnya dia ingin menyusul Stevy yang sedang makan siang di kafetaria, tapi dia urung melakukannya saat memasuki kamar mandi dan melihat penampakan wajah mengerikannya di cermin besar yang ada di depan wastafel. Ada yang bilang dia cantik, tapi kini saat dia melihat wajahnya, Clara tidak sependapat dengan hal itu. Dirinya tampak mengenaskan dengan kantung mata tebal berwarna hitam dan mata memerah karena kebanyakan begadang. Sungguh cerminan sempurna orang yang sedang kesakitan. Dia tidak ingin mencolok apalagi menarik perhatian dengan penampilannya. Sebab itulah dia menunggu di kamar mandi selama beberapa menit hingga dia benar-benar sadar, lalu dia berjalan keluar. Berniat kembali ke ruangan kerjanya dan lanjut mengerjakan tugas, saat dia merasa tubuhnya menabrak seseorang hingga dia kehilangan keseimbangan dan orang itu terpaksa menangkap tubuhnya agar tidak jatuh begitu saja. "Terima kasih, maaf banget gue nggak sengaja." Clara mendesis dan cepat-cepat menggumamkan maaf. Dia memang mengantuk dan kurang konsentrasi. Jadi, pasti dia lah yang salah sekarang ini. Clara mendongak, melihat wajah tampan yang terpahat sempurna bak dewa Yunani. Postur tubuh tinggi tegap, dengan hidung mancung, dan mata tajam berwarna hitam legam. Kulit wajahnya bersih berwarna putih agak kecokelatan, tampak pas dengan warna rambut hitamnya yang terlihat sedikit cokelat. Clara mengerjapkan matanya berulang kali. Fisiknya membuat Clara merasa tidak asing dengannya, tapi di mana dia pernah melihatnya? Clara tidak sanggup mengingatnya dengan baik dalam keadaannya sekarang. Laki-laki di depannya menarik napas dengan berat, kemudian tangan yang masih memegangi lengan atasnya langsung mencengkeram lengannya dengan kuat hingga membuatnya mengaduh kesakitan. "Aw! Gue udah bilang maaf, kan? Gue beneran nggak sengaja!" katanya nyaris berteriak panik, takut jika orang itu akan melakukan sesuatu yang buruk padanya. Orang itu pun cepat-cepat melepaskan cengkeraman tangannya. "Sorry, gue pikir lo orang yang lagi gue cari selama ini, jadi gue refleks—" Dia menelan kembali kata-katanya, tidak sanggup melanjutkan apa yang ingin dia katakan sebelumnya. Clara mengernyitkan dahi, ingin menjawab kata-katanya tadi, tapi entah kenapa dia urung melakukannya. "Enggak apa-apa, kok. Maaf banget karena gue nggak sengaja nabrak lo sebelumnya. Gue agak ngantuk karena semalaman begadang, jadi pasti gue yang salah sekarang. Tolong maafin gue, ya?" "Oke." Clara memasang senyum terbaiknya, sebelum pergi dari sana secepatnya. Orang itu mengangkat sebelah tangan yang tadi dia gunakan untuk mencengkeram lengan atas Clara. Kemudian, dia menggenggam tangannya dengan kuat. "Aku berhasil menemukanmu, tapi kenapa kamu sama sekali tidak mengenaliku, Clara?" geramnya sambil menghantamkan kepalan tangannya ke tembok terdekat. *** Saat Clara sampai, Stevy sudah kembali ke ruangan mereka. Dia dan Stevy memang satu divisi, tapi beda posisi. Tempat duduk mereka pun berjauhan. Oleh sebab itu, kadang Stevy meminta bantuan Jeffry yang satu posisi dengannya untuk menjaganya jika berada jauh dari jangkauan pengawasannya. Stevy menyipitkan kedua matanya yang membuat matanya semakin terlihat tajam. "Perasaan gue baru pergi sebentar, deh? Kenapa lo udah nggak ada dan udah main pergi aja entah ke mana?" Clara meringis. "Gue tidur cuma sebentar doang, tahu! Keganggu sama suara berisik orang dari luar." Dia melirik Jeffry yang kini menganggukkan kepala mengiyakan ucapannya. "Ada apa, sih, kok tumben pada berisik?" Stevy bertanya heran. Tidak biasanya anak divisi mereka suka berisik seperti itu. Bukan berarti mereka tidak suka gosip atau rumpi, tapi mereka biasa tidak membicarakan masalah dengan suara keras hingga bisa mengusik ketenangan orang lain. Jeffry berdeham, mewakili Clara menjawab pertanyaannya. "Yang lagi jadi topik panas, si bos baru yang tampan dan rupawan tiada saingan." Di akhir kalimatnya, laki-laki itu mendengkus pelan. Clara pun sontak saja ingin menggodanya. "Wah, ternyata ada yang ngaku nih kalau dia kalah saing?" Dia tertawa pelan saat Jeffry menoleh sembari mendelik ke arahnya. "Gue ngaku kalau kalah jauh, Ra. Dia emang ganteng, bos besar, jelas orang kaya juga. Dia nggak ada celanya sama sekali sebagai pria dewasa. Masa gue yang biasa-biasa ini masih berani saingan sama dia?" tanyanya balik dengan ekspresi ngenes yang membuat Clara jadi kasihan padanya. Dengan adanya saingan seberat itu, pria mana pun pasti akan merasa wilayah pasarannya jadi berkurang. Namun, jika bos baru itu benar-benar sempurna dan sangat potensial seperti itu, pastinya salah satu temannya di divisi marketing sudah menyebarkan jala untuk memerangkapnya dalam jebakan. "Oh dia, ya ...." Stevy tiba-tiba saja mendengkus dengan ekspresi tidak senang terpampang di wajahnya. "Menurut lo emang nggak ada cela, tapi menurut gue nggak mungkin ada manusia sempurna. Dengan tampang kayak gitu, gue yakin bagian bawahnya udah tembus ke mana-mana." Jeffry melotot padanya. "Ebuset ... itu mulut lo saringannya udah bocor apa gimana?" "Halah, nggak usah munafik, deh! Cowok normal dan potensial kayak dia gitu yakin masih perjaka? Yang kayak gitu cuma ada di mimpi aja! Mustahil banget ada di dunia!" ucapnya keras-keras. Clara setuju pada pendapat Stevy, karena setiap laki-laki yang mereka temui selama ini pasti mengarahkan dirinya ke arah yang sama. Yakni bagian bawah mereka yang tidak bisa setia pada seorang wanita alias serigala berkedok domba. Bukannya Clara merendahkan seluruh pria. Ada pria yang baik, tapi jelas pria seperti itu tidak mungkin memiliki kriteria sempurna seperti apa yang digambarkan Jeffry sebelumnya. Terutama karena dia punya harta dan rupa, dia tidak mungkin menyia-nyiakan apa yang dia punya begitu saja, kan? "Iya, tapi jangan keras-keras juga. Kedengeran orangnya lo kena SP tahu rasa!" omel Jeffry yang membuat Stevy mengedikkan bahunya santai. "Kayak dia bakal muncul tiba-tiba di sini aja!" ucapnya dengan nada percaya diri. "Lagian, kalau dia emang hobi mecat pegawainya, dia pasti udah mecat si Anya sejak awal. Gila kali sekretaris oneng kayak gitu masih dipertahankan?" "Oneng gimana?" Clara bertanya dengan nada penasaran. Dia memang suka ketinggalan berita, karena dia tidak suka mencari topik-topik terbaru yang sedang ramai di sekitar kantor mereka. Stevy biasanya juga tidak begitu update, tapi Alea teman mereka dari divisi marketing itu selalu up to date dan memberitahu Stevy kabar yang sedang ramai dibicarakan. "Err ... dia sengaja nyebar nomor pribadi Pak Bos di grup umum kantor," jawaban Jeffry membuat Clara membelalakkan matanya, kemudian dia tertawa terbahak-bahak. "Mental baja banget dia! Gila, berani banget ngelakuin hal kayak gitu ke atasan langsungnya!" pujinya tulus. Jeffry mengangkat bahunya. Dia juga tidak tahu apa alasannya. Namun, sepertinya Stevy mengetahui sesuatu, karena detik berikutnya dia menjawab, "Udah stres kali dia sama sifat bos baru yang katanya perfeksionis sekali! Belum sama chat atau telepon yang datang ke dia, karena nanyain status pribadi si bos!" "Tapi tetap aja, dia berani banget. Gue jadi penasaran gimana rupa bos baru kita. Lo udah ketemu sama dia, Stev?" Clara menatapnya penasaran. "Udah, nggak sengaja papasan sama dia tadi. Lo coba tanya si Alea, dia pasti punya fotonya. Bos model kelas kakap gitu, pasti udah didempetin duluan sama dia, kan?" Clara meringis, kemudian tertawa pelan. Mengiyakan pendapat Stevy yang mungkin seratus persen benar, karena Alea lebih suka langsung bergerak alih-alih hanya menggoda melalui gerak-geriknya saja.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN