"Evelyn!"
Evelyn yang sedang berdiri di teras rumah menoleh dan melihat seorang perempuan berlari-lari kecil ke arahnya, senyum lebar menghiasi wajahnya. Perempuan itu adalah Elmira, teman kuliah Evelyn yang sudah lama tak bertemu.
"Siapa yang mau nikah?" tanya Elmira dengan nada ceria, sambil menghentikan langkahnya tepat di hadapan Evelyn.
Evelyn tersenyum dan menjawab dengan ceria, “aku yang akan menikah dong.”
"El! Kok datang ga kasih kabar dulu sih?" Tanya Evelyn sambil menatap temannya yang tampak begitu segar dan penuh semangat.
Elmira tertawa kecil. "Sengaja mau kasih kejutan. Eh, malah aku yang terkejut ngeliat rumah kamu!" Elmira melirik ke sekeliling dengan tatapan heran. Dekorasi untuk pernikahan Evelyn yang sempat dibongkar kini sudah terpasang kembali dengan sempurna.
Evelyn merasa sedikit canggung. "Iya, ya... banyak yang harus dipersiapkan. Tapi... ayo, masuk, El. Kamu pasti capek kan?" Evelyn mengalihkan perhatian, mencoba menyembunyikan kecemasannya dengan mengajak Elmira masuk ke dalam rumah.
Elmira mengangguk dan mengikuti Evelyn masuk. "Aduh, ini luar biasa banget, Evelyn! Dekorasinya cantik banget.” Evelyn hanya tersenyum.
Evelyn dan Elmira duduk di atas karpet di ruang tamu, suasana yang awalnya hangat perlahan berubah menjadi lebih serius. Evelyn menuangkan teh untuk Elmira, lalu tersenyum.
"El, aku sebentar lagi menikah," kata Evelyn dengan nada penuh kebahagiaan.
Elmira yang baru saja mengangkat cangkir tehnya langsung terdiam, matanya sedikit membesar karena terkejut. "Menikah sama siapa?" tanyanya, meski hatinya sudah menebak jawabannya.
Evelyn tertawa kecil, merasa pertanyaan itu aneh. "Ya, sama siapa lagi, El? Tentu saja Billy. Dia kekasihku."
Elmira meletakkan cangkirnya perlahan di meja. Hatinya tiba-tiba terasa tak enak. Ia baru saja melihat sesuatu yang membuatnya ragu. "Aku kira kalian udah putus," katanya hati-hati.
Evelyn mengernyit. "Putus? Enggak, El. Kita udah pacaran lama, dan dua bulan lalu Billy melamarku. Pernikahan kami sudah disiapkan, semuanya hampir sempurna."
Elmira menggigit bibirnya, merasa harus mengatakan sesuatu. "Ev, kemarin aku sempat lihat postingan seorang perempuan di media sosial... dia bersama Billy."
Mata Evelyn sedikit melebar, tapi ia tetap berusaha tersenyum. "Ah, kamu ini, pasti salah lihat. Mungkin orang itu cuma mirip Billy."
Elmira menggeleng pelan. "Enggak, Ev. Aku yakin itu Billy. Tapi aku lupa nama akun si perempuan itu. Seingatku, mereka terlihat... dekat."
Evelyn tertawa kecil, meski kini terdengar sedikit dipaksakan. "El, kamu pasti salah paham. Billy itu orangnya cuek, mungkin dia lagi kerja atau ketemu temannya. Udahlah, jangan mikirin yang aneh-aneh. Aku nggak mau suudzon sama calon suamiku sendiri."
Elmira terdiam sejenak. Dia melihat ada keyakinan kuat dalam diri Evelyn, tapi di saat yang sama, ada sesuatu yang terasa janggal. Ia tidak ingin langsung membuat Evelyn kecewa, tapi ia juga merasa perlu mencari tahu lebih jauh.
"Ya sudah, kalau kamu yakin..." kata Elmira akhirnya. "Aku cuma mau kamu bahagia, Ev."
Evelyn tersenyum, tidak menyadari bahwa dalam hati Elmira, ada kegelisahan yang masih mengganjal.
“El, aku ke dapur dulu ya?” Ujar Evelyn. Elmira pun mengangguk.
Tak berselang lama kemudian, Fandi dan Ratna baru saja tiba di rumah setelah pertemuan mereka dengan dokter Devan. Saat mereka masuk, mereka melihat Elmira masih duduk di ruang tamu, menunggu Evelyn yang tengah berada di dapur.
"Elmira, lama nggak ketemu," sapa Ratna dengan ramah.
Elmira tersenyum sopan. "Iya, Tante. Aku tadi kebetulan lewat dekat sini, jadi mampir sekalian ketemu Evelyn."
Fandi duduk di samping Ratna, melepaskan nafas panjang. Hari ini begitu melelahkan baginya.
Setelah memastikan Evelyn masih di dapur, Elmira menurunkan suaranya sedikit dan bertanya, "Tante, apa benar Evelyn akan menikah dengan Billy?"
Ratna menghela nafas pelan sebelum menjawab, "Tidak akan ada pernikahan antara Evelyn dan Billy, Nak."
Elmira mengerutkan kening, meski ia sudah menduga. "Jadi benar Billy punya wanita lain, ya?" tanyanya, berhati-hati. "Maaf, Tante."
Ratna menatap Elmira dengan mata yang mulai berkaca-kaca, lalu mengangguk pelan. "Iya, Billy sudah menghamili wanita lain. Itu sebabnya pernikahan dibatalkan."
Elmira menggigit bibirnya, hatinya terasa miris. "Aku sempat lihat foto Billy bersama seorang perempuan di media sosial, tapi aku lupa akun perempuan itu," katanya pelan.
Fandi yang sejak tadi diam akhirnya ikut berbicara. "Masalahnya. Evelyn masih menganggap pernikahan ini tetap akan berlangsung."
Elmira terkejut. "Maksud Om?"
"Jiwa Evelyn sedikit terguncang," jelas Fandi dengan nada berat. "Dia tidak bisa menerima kenyataan kalau pernikahannya batal. Makanya, kami harus berhati-hati dalam berbicara dengannya."
Elmira menatap Ratna dan Fandi dengan penuh rasa simpati. Ia tidak menyangka sahabatnya mengalami cobaan seberat ini. "Semoga Evelyn segera pulih, Tante, Om," katanya dengan tulus.
Ratna mengusap matanya yang mulai berkaca-kaca. "Terima kasih, Nak. Kami juga berharap begitu."
Saat itu, Evelyn kembali dari dapur dengan membawa nampan berisi teh dan beberapa kue. Senyumnya cerah, seolah tidak menyadari percakapan serius yang baru saja terjadi.
"Eh, kok semua diam?" tanyanya sambil tersenyum. "Ngobrolin apa, nih?"