“Jadi, semua crew udah yakin kalau lo sama Samuel pacaran?” Tanya Raisa yang terlihat asyik duduk di di depan meja riasnya sambil sibuk membersihkan make up pada wajahnya. Pandangannya tentu saja tertuju pada pantulan cermin yang menampilkan Vanya di belakangnya saat ini.
Vanya yang sedang duduk santai di atas ranjang milik sahabatnya itu nampak memberikan anggukan sebagai jawaban atas pertanyaan tersebut.
“Gue bukan aktris loh Sa, muak banget rasanya harus akting kaya gitu, apalagi sama Samuel,” gerutu Vanya yang semakin merasa kesal mengingat dirinya harus berpura-pura terlihat mesra dengan mantannya itu.
Raisa tidak bisa menahan tawa mendengar keluh kesah sahabatnya. Setelah selesai membersihkan wajah, aktris cantik itu segera berdiri dan berjalan ke arah ranjang lalu duduk di samping Vanya yang saat ini masih menampilkan wajah cemberutnya itu.
“Terus gimana? Lo sendiri kan yang setuju mau bantuin bokap lo, jadi ya udah nikmatin aja prosesnya. Cuma tiga bulan kok, jadi nggak bakal kerasa lah.”
Vanya mendengus kesal mendengar perkataan Raisa yang entah kenapa terasa seperti sebuah ejekan baginya.
“Sa, lo ngomong kaya gitu karena lo aktris. Bagi lo akting mesra sama cowok manapun itu hal yang biasa karena emang udah pekerjaan lo. Bulan ini mesra sama cowok yang itu, terus berikutnya sama cowok yang lain, habis itu bulan berikutnya udah beda lagi. Sedangkan gue ini kerjanya sebagai wartawan, jadi mana betah harus akting mesra terus-terusan.”
Raisa semakin dibuat tertawa mendengar keluh kesah sahabatnya itu. Ia kemudian mengusap lembut puncak kepala Vanya, berusaha memberikan penghiburan padanya. “Udah, udah jangan stres lagi. Gimana kalau gue kasih lo tips biar bisa berakting dengan baik dan nanti pastinya tiga bulan bakal kerasa berlalu gitu aja.”
Vanya terlihat penasaran dan sedikit antusias mendengar hal itu. Ia langsung mengubah posisi duduknya hingga secara penuh menghadap pada Raisa. “Jadi apa tipsnya?” Tanya Vanya penasaran.
Raisa terlihat memberikan senyuman percaya diri yang semakin membuat Vanya merasa penasaran menunggu penjelasan wanita itu.
“Biasanya cara gue buat bisa berakting romantis sama aktor lawan main gue adalah dengan berusaha mengendalikan pikiran gue dan mendoktrinnya untuk berpikir kalau lawan main gue itu saat ini adalah orang yang gue suka atau pacar gue. Jadinya akting romantis gue akan dengan mudah mengalir tanpa hambatan,” ujar Raisa mulai menjelaskan. “Menurut gue lo bisa lakuin itu dalam hubungan lo dan Samuel. Jadi anggap aja kejadian lima tahun lalu nggak pernah terjadi dan kalian sebenarnya masih pacaran. Buat otak lo berpikir seakan perasaan sayang dan cinta lo ke Samuel memang masih ada sampai saat ini, jadinya akan lebih mudah buat lo beradegan romantis sama dia di depan publik,” lanjutnya.
Ekspresi wajah Vanya tentu saja nampak syok dan kesal setelah Raisa menyelesaikan penjelasannya itu. “lo gila ya,” teriaknya dengan nada kesal. “Gue nggak sudi berpikiran masih cinta sama dia. Pokoknya sampai kapanpun kejadian masa lalu itu nggak akan pernah mau gue lupain, bahkan walau hanya untuk tiga bulan aja. Lo nggak tahu gimana sakit hati dan malunya gue karena sikap dia yang nggak mau ngakuin gue sebagai pacarnya di depan semua orang lima tahun yang lalu.”
Raisa nampak terdiam beberapa detik menatap Vanya yang nampak begitu kesal saat ini. Dad4 gadis itu bahkan naik turun dengan nafas yang terengah-engah karena emosi. Melihat hal itu dengan cepat Raisa mendekati Vanya dan mengusap pelan punggung sahabatnya tersebut.
“Oke,oke gue minta maaf. Udah jangan emosi kaya gini dong. Maksud gue kan baik Vanya, gue cuma nggak mau lo makin ngerasa terbebani karena ngebantu bokap lo untuk sandiwara dengan si Samuel.”
Vanya terlihat menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan, berusaha untuk menenangkan dirinya yang tiba-tiba terpancing emosi. Ia berusaha menampilkan senyuman tipis menatap Raisa. “Ia gue ngerti kok maksud lo baik. Gue cuma masih sering kesel aja kalau ingat kejadian itu.”
Raisa nampak mengangguk paham dengan tangan yang masih terus mengusap punggung Vanya, berusaha memberikan ketenangan pada gadis itu agar tidak kembali emosi mengingat masa lalunya dengan Samuel dulu.
*****
“Sam, ini barang-barang yang ada di kardus mau taruh dimana?” Tanya Tino asisten Samuel yang saat ini sedang memegangi sebuah kardus besar berisi beberapa pakaian lama yang digunakan Samuel selama syuting beberapa filmnya di bulan lalu.
Samuel yang sedang asyik membaca naskah di sofa ruang tengah apartemennya langsung mengangkat kepalanya, menatap Tino yang berdiri beberapa meter darinya, menunggu ia menjawab pertanyaan pria itu.
“Taruh di kamar kosong samping aja. Masukin aja di dalam lemari paling sudut dekat pintu, di sana gue naruh semua barang bekas yang bisa disumbangkan nantinya,” jawab Samuel memberikan instruksi pada asistennya itu.
Mendengar hal itu Tino segera memberikan anggukan dan langsung melangkahkan kakinya menuju kamar kosong yang ada di apartemen Samuel. Sampai di sana pria berkacamata itu langsung berjalan menuju pintu lemari yang berada paling ujung. Ia segera meletakkan sementara kardus yang dipegangnya di atas lantai lalu mulai membuka pintu lemari untuk menata barang-barang yang ada di dalam kardus.
“Astaga, ternyata lumayan berantakan juga lemari ini,” gumam Tino memperhatikan isi lemari yang perlu ia rapikan.
Tanpa menunggu lama Tino segera mulai bekerja untuk merapikan isi lemari di hadapannya agar bisa memasukkan beberapa pakaian bekas yang dibawanya ini. Di tengah kegiatan pria itu, ia dibuat kebingungan saat menemukan sebuah kotak merah berukuran sedang yang ada di rak paling bawah lemari.
“Kotak apa ini?” gumam Tino bertanya-tanya.
Merasa penasaran, Tino segera meraih kotak tersebut dan membukanya. Kerutan langsung muncul di dahi pria itu ketika mendapati bahwa isi di dalam kotak tersebut adalah berbagai macam buku novel terbitan lama. “Perasaan Sam nggak suka baca novel deh. Terus ini novel-novel siapa?”
Tiga puluh menit berlalu, tapi Tino sama sekali belum keluar dari dalam kamar kosong tempat Samuel biasa meletakkan barang-barangnya yang tidak terpakai.
“Tuh anak ngapain sih? Lama banget di dalam sana?”
Merasa penasaran dan bingung, Samuel segera meletakkan naskah yang dipegangnya lalu berdiri dari duduknya. Dengan langkah perlahan aktor tampan itu melangkahkan kaki menuju kamar kosong yang berada di samping kamar tidurnya.
Pintu kamar tersebut tidak di tutup, Samuel langsung masuk ke dalam kamar tersebut dan mendapati Tino yang sedang duduk di lantai dan bersandar di pintu lemari dengan sebuah buku novel di tangannya. Wajah Samuel tentu saja langsung panik saat mendapati kotak yang sangat ia kenali sudah berada di samping Tino dalam kondisi terbuka.
“Ngapain lo buka kotak itu?” Tanya Samuel dengan nada panik dan berjalan cepat menghampiri asistennya itu. Ia langsung merebut paksa novel di tangan Tino dan memasukkannya kembali ke dalam kotak.
Tino memasang wajah bersalah sambil memberikan senyuman takut menatap Samuel. “Sorry Sam, gue nggak maksud buka-buka barang lo. Tadi gue penasaran aja sama novel-novel yang ada di kotak itu. Seinget gue lo kan bukan tipe orang yang suka baca novel, tapi kok bisa ada banyak novel terbitan lama itu sih di apartemen lo?”
“Oh iya, selain itu di bagian belakang novelnya banyak banget surat romantis yang kayanya di tulis buat lo deh. Soalnya awalan suratnya selalu ada kata Dear My Sam. Itu lo kan?”
Tanpa menjawab pertanyaan dari asistennya itu Samuel segera membuka pintu lemari dan memasukkan kembali kotak berisi buku-buku novel itu ke dalam sana.
“Gue emang nggak suka baca novel. Ini buku bukan punya gue tapi punya mantan gue,” jelas Samuel sambil berjalan keluar dari ruangan tersebut.
Tino tentu sjaa terkejut dengan jawaban dari Samuel. Selama empat tahun bekerja sebagai asisten pria itu, baru kali ini Tino mengetahui bahwa Samuel punya mantan.
“Jadi lo sebenarnya udah pernah pacaran toh? Siapa mantan lo? Kenapa bisa putus?” Tino berjalan cepat mengikuti langkah Samuel dengan ekspresi wajah yang nampak antusias sambil memberikan pertanyaan bertubi-tubi.
Samuel duduk kembali di sofa dan menatap Tino yang juga duduk di sofa di hadapannya. Pria berkacamata itu terlihat menunggu Samuel untuk menjawab pertanyaannya.
“Gue emang pernah pacaran. Siapa orangnya lo nggak perlu tahu,” jawab Samuel singkat.
Tino nampak menghela nafas kecewa mendengar jawaban Samuel yang tidak memuaskan. “ya udah deh, tapi jawab dong pertanyaan terakhir. Kenapa lo bisa putus sama dia?”
Samuel menyandarkan punggungnya di sandaran sofa lalu melipat kedua tangannya di depan dad4. Ia nampak seperti tengah memikirkan kejadian di masa lalu.
“Lima tahun yang lalu gue masih sangat labil dan bodoh. Awalnya berniat untuk melindungi dia, tapi ternyata gue nggak sadar kalau yang gue lakuin malah menyakiti perempuan yang gue sayang itu.”
Mungkin memiliki pacar seperti aku terlalu memalukan buat kamu. Mungkin aku hanya penghalang untuk karier cemerlang kamu di masa depan. Lebih baik hubungan kita sampai di sini aja Sam. Semoga kamu jadi aktor yang sukses dan bisa dapetin wanita yang lebih baik dari aku.