“Oh… Ilsa….” Ia tersenyum dengan mata berkaca-kaca, layaknya seorang ibu menatap anaknya. Buru-buru diusapnya air mata itu. “Baiklah. Lekas keluarlah. Jangan biarkan Yang Mulia menanti.” *** Samael sudah menunggu di dalam kereta ketika Ilsa masuk. “Maafkan sudah membuatmu menunggu, Master,” bisik Ilsa pelan sambil berdiri di sebelah pintu kereta yang terbuka. Samael hanya melihat ke arah Ilsa sekilas sebelum kembali mengalihkan wajahnya keluar jendela. “Sudahlah. Lekas naik.” Perintahnya singkat. Jangankan memuji, pria itu bahkan sepertinya tidak berniat untuk memandang ke arah Ilsa. Sedikit rasa kecewa muncul dalam diri Ilsa, yang langsung di halaunya. Memangnya apa yang diharapkannya? Samael akan terpukau dengan penampilannya lalu memutuskan untuk berhenti membencinya? Tidak mungk