Bukti Bermain Belakang

1023 Kata
"Let's make a baby, Bi," pinta Jonathan sang suami secara tiba-tiba. "What! Mengapa ... tiba-tiba? Bukankah, kau tidak ingin terburu-buru menginginkan keturunan?" tanya Bianca keheranan. Setahun yang lalu, Jonathan menorehkan kenangan terindah yang tak kerap diidam-idamkan oleh Bianca dalam perjalanan rumah tangga mereka. Setelah menunda kehamilan selama satu tahun sejak pernikahan, Jonathan akhirnya memutuskan untuk menyambut rencana baik sang istri yang sangat ingin memiliki momongan. Padahal, sebelumnya sang suami bersikeras untuk menunda kehadiran buah hati-tak jarang Jonathan menghindari pembahasan momongan, sementara Bianca justru bersikap sebaliknya. Perbedaan pendapat ini sempat membuat Bianca kebingungan. Namun, di sisi lain Jonathan tak ingin perubahan drastis sikapnya dipertanyakan lebih jauh. Alih-alih menjawab dengan kata-kata, pria itu. memilih melakukan aksi yang lebih agresif-menyerang Bianca dengan lumatan nikmat pada belah ranum dan seluruh tubuh sang istri. Bianca yang awalnya bingung, berakhir tak mampu menolak aksi suaminya. Bak gayung bersambut, wanita cantik dan gaya cukup elegan itu merespon tak kalah penuh semangat, melupakan sejenak kebingungan yang sempat menghantuinya. Malam itu, gairah kedua pasangan sah teramat menggebu-gebu, tanpa dapat terbendung. Tanpa memikirkan pengaman apapun, mereka larut dalam momen intim penuh cinta dan hasrat liar. Hanya erangan nikmat yang mengiringi sepanjang malam itu. Tiga minggu setelah malam panas, kabar bahagia pun datang. Bianca dinyatakan hamil. Tentu saja Bianca bahagia karema kehamilan ini menjadi bukti cinta mereka yang semakin kuat, sekaligus awal dari babak baru dalam kehidupan rumah tangga mereka. Namun, dongeng indah itu dipaksa harus berakhir. Seiras insiden kecelakaan yang menimpa suaminya. Mengapa di antara banyak cerita, dongengku yang kau hancurkan, Jo? Mengapa kau tega mengkhianati aku dan Ariana? Hati Bianca menjerit seraya membatin lirih saat melihat suaminya yang masih terbaring lemah tak sadarkan diri di ruangan ICU. Beberapa saat kemudian. Ketika merasa hatinya sedikit tenang, Bianca menemui Luis dan memintanya memediasi antara dirinya dengan Emma, keponakan Luis. Bianca ingin mendengarkan langsung versi Emma, sosok wanita yang mengaku-ngaku istri lain suaminya. Luis pun menyanggupi permintaan Bianca dengan satu syarat bahwa puan itu harus bisa menahan emosinya saat sang keponakan menjelaskan nanti. Bianca lantas mengiyakan meski dalam hati ia tidak yakin bisa menjaga sikap. Ketiganya kini berada di sebuah restoran, menempati kursi bagian outdoor. "Aku ingin bertanya satu hal dan kau harus menjawabnya dengan jujur. Jangan mencoba berbohong," tutur Bianca membuka obrolan. "Ch, silahkan saja. Aku pun tak berniat berbohong di sini," jawab Emma tak gentar sementara Luis mulai merasakan tensi menegang di antara keduanya. "Apa kau memiliki bukti bahwa kau adalah istri Jonathan dan ... bahkan akan memiliki anak bersamanya?" tanya Bianca dengan bibir yang gemetar. "Ch, tentu saja." Emma berdecih mencemooh seraya meraih benda dalam tasnya lalu menghadirkannya di atas meja. Sebuah testpack dua garis biru dan ponsel lama milinya dimana terdapat percakapan intens dengan Jonathan jauh sebelum pria itu menikah dengan Bianca. "Sebelum kau datang, kami lebih dulu sepasang kekasih. Jonathan begitu mencintaiku. Dia bahkan akan melamarku," terang Emma menggebu-gebu. "Kau pasti tidak tahu jika Jonathan terpaksa mengorbankan diri dalam pernikahan kontrak karena paksaan ayahnya untuk menyelamatkan perusahaan." "Emma cukup," seru Luis. "Jangan ikut campur, Paman. Wanita ini harus tahu kebenaran yang terjadi," sanggah Emma yang ditujukkan untuk Luis. "Aku yang mengalah dan kau adalah orang ketiga di antara kami." "Emma!" sentak Luis lagi. Di sisi lain, Bianca kehilangan kata, matanya tertuju lagi pada kedua barang bukti di hadapannya. Meski tangan enggan meraih, tapi hatinya terus memaksa untuk membuka ponsel tersebut. Sedangkan tubuhnya sudah lemas efek penampakan test pack dua garis biru. Namun, Bianca harus kuat. Ia harus tahu kebenaran yang tersembunyi. Semua ia lakukan demi masa depan Ariana, putri semata wayang berumur satu tahun. From Jonathan : Aku mencintaimu, Em. Kau tunggu saja. Kekuatan cinta kita akan mengalahkan segalanya. From Jonathan : Hmm, goyanganmu sangat mengagumkan tadi. Aku tak sabar kita bertemu lagi malam ini. Love you, Em. From Jonathan : Em, aku mohon jawab teleponku! Jangan begini. Aku bisa kehilangan akal jika tanpamu. From Jonathan : Menikahi Bianca hanya di atas kertas dan berjangka. Aku akan menceraikannya setelah perusahaan ayah stabil. Sayang, jawab aku. From Jonathan: Benarkah? Aku akan jadi ayah? Kau tidak serius, kan Em? Tangan Bianca lunglai, tak mampu meneruskan membaca rentetan pesan yang ia fokuskan pada nama si pengirim, yakni Jonathan, suaminya sendiri. Dunia Bianca yang sedang diambang kehancuran, kini benar-benar hancur. Tanpa berkata apapun, Bianca mulai beranjak meninggalkan Luis dan Emma tanpa kata disertai tatapan mata yang kosong. "Kau kelewatan, Em. Padahal kau bisa menceritakan kebenaran dengan memakai empatimu sebagai sesama wanita, tapi kau malah menyudutkan. Aku kecewa," cerca Luis yang turut beranjak dari sana. Sedangkan Emma hanya diam di tempat dengan raut datar. Beberapa saat kemudian. Luis diam-diam mengikuti Bianca dari kejauhan, hatinya dipenuhi kekhawatiran setelah insiden dengan adiknya tadi yang terlihat jelas berefek mengguncang hati wanita itu. Luis tahu betapa beratnya beban yang harus dipikul Bianca, dan entah mengapa ia tak ingin membiarkannya sendirian dalam keadaan seperti ini. Bianca berjalan tanpa arah, tatapannya kosong dan tubuhnya seperti tak memiliki tenaga. Ia tak lagi memperhatikan sekelilingnya, bahkan saat ia hendak menyeberang jalan, wanita cantik itu tak menyadari ada mobil yang melaju kencang mendekatinya. Hampir saja tubuh langsingnya terserempet, akan tetapi Luis dengan sigap meraihnya dan menarik Bianca ke tepi jalan-menyelamatkannya dari bahaya yang nyaris merenggut nyawa. "Aku tahu kau terluka," tutur Luis dengan suara lembut namun tegas, matanya penuh perhatian. "Tapi, ini bukan alasan untuk lalai pada dirimu sendiri. Jika kau muak, ingatlah putrimu, Bianca. Dia masih membutuhkanmu." Bianca seolah tersadar dari lamunannya. Mata yang sebelumnya kosong perlahan mulai berlinang. Ia menatap Luis dengan sejenak. Dalam sekejap, bulir bening mulai tumpah ruah tanpa dapat terbendung lagi. Tubuh Bianca gemetar seraya menangis sejadi-jadinya dalam pelukan Luis. Tangisannya merupakan luapan dari segala rasa sakit, kelelahan, dan kebingungan yang selama ini ia pendam. Bianca juga mempertanyakan dalam hati apakah di masa lalu ia melakukan kesalahan besar sehingga semesta menghukumnya sesesak ini? Di sisi lain, walaupun terluka, Bianca benci dirinya sendiri. Karena jika boleh jujur, sampai saat ini hatinya masih menaruh harapan pada sang suami. Sementara itu, tanpa memperhatikan lalu lalang, Luis menutupi kepala Bianca yang sedang menyusup di d**a bidangnya dengan jas dokter yang sedang dikenakan, memeluk tubuh itu erat-membiarkan Bianca melepaskan semua emosinya. Ia yakin bahwa hal ini yang sedang dibutuhkan Bianca. TBc ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN