Ega mengurung diri di kamar kostnya. Wajahnya sembab dan matanya bengkak karena menangis seharian.
“Hati Ega sakit, Bun. Kenapa disaat Ega mulai menerimanya dia berbuat seperti itu?” kata Ega, memandang foto kedua orangtuanya. “Apa yang harus Ega lakukan sekarang?”
Ega memejamkan matanya. Ingatannya kembali berputar saat dia melihat Irwan dan Intan di mall tadi.
“Kamu nggak pernah sebahagia itu saat memandang Ega, ‘a,” kata Ega, menghela nafas berat. “Ega memang tak berarti apapun buat kamu.”
Air mata Ega kembali mengalir. Dia memandang cincin yang tersemat di jari manisnya. Tangan Ega mengusap lembut cincin itu.
oOo
“Bunda mohon turuti permintaan Bunda, Ga. Bunda yakin Irwan yang terbaik buat kamu,” kata Bunda Rina menggenggam tangan putrinya.
Wajah Ega sudah basah air mata. Saat ini Bundanya sedang terbaring lemah di rumah sakit, namun dia malah meminta Ega menerima perjodohannya dengan Irwan.
“Tapi ‘a Irwan nggak pernah menyukai Ega, Bun,” kata Ega, memberi alasan.
Setelah kepulangan Ega dan Bundanya dari rumah Irwan, Bunda Rina menceritakan rencana perjodohan Irwan dan Ega kepadanya. Dulu saat Bunda melahirkan Ega, Ayah dan Papa Irwan telah berjanji akan menjodohkan anak mereka jika sudah dewasa nanti.
Ega sangat terkejut mendengarnya. Dia langsung teringat perkataan Irwan saat di taman belakang rumahnya.
“Dia begitu karena belum mengenalmu, nak,” ujar Bunda.
Ega menggelengkan kepalanya. Entah bagaimana lagi dia harus menjelaskan pada Bundanya. Irwan tak pernah menginginkan perjodohan ini, begitupun dengan dirinya.
“Bunda mohon kabulkan permintaan terakhir Bunda, Ga. Ini juga amanat dari Ayahmu,” kata Bunda Rina dengan suara pelan.
“Bundaaa...” Ega semakin terisak dan memeluk Bundanya dengan erat. “Ega akan turuti semua permintaan Bunda, tapi Ega mohon Bunda jangan bicara seperti itu lagi. Ega nggak mau kehilangan Bunda,” kata Ega disela tangisnya.
Sejak Bundanya di rawat di rumah sakit beberapa hari yang lalu, Bunda Rina selalu bilang kalau itu adalah permintaan terakhirnya. Dia ingin melihat putri semata wayangnya bahagia sebelum ajal menjemputnya. Ega benar-benar takut. Dia belum siap kehilangan Bundanya. Dia selalu meyakinkan dirinya kalau Bunda Rina akan sembuh, namun sampai saat ini kesehatan Bunda belum mengalami kemajuan. Bunda terus terbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan wajah pucatnya.
Setelah Ega setuju, pertunangan Irwan dan Ega dilakukan hari itu juga. Ega sangat terkejut saat melihat Irwan datang bersama orangtuanya ke rumah sakit. Irwan menyalami Bunda Rina dan menyatakan kesiapannya untuk bertunangan dengan Ega.
Bunda Rina tersenyum dan merengkuh Irwan dalam pelukannya.
“Terima kasih, nak Irwan. Semoga ini menjadi awal yang baik untuk hubungan kalian,” ujar Bunda Rina.
“Amiin,” sahut Irwan dengan suara pelan.
Ega benar-benar tak percaya melihatnya. Irwan yang pernah berkata tak mau menerima Ega sampai kapanpun kini malah menyetujui perjodohan itu dan siap bertunangan dengan Ega.
Disaksikan kedua orangtua Irwan dan Bunda Rina, Irwan dan Ega bertukar cincin pertunangan di kamar rawat Bunda Rina. Cincin itu telah dipersiapkan Mama Irwan sebelumnya. Sepasang cincin emas putih dengan hiasan mata berlian di tengahnya.
Setelah bertukar cincin pertunangan, Irwan dan Ega menyalami orangtua mereka masing-masing. Pertunangan sederhana namun penuh dengan keharuan karena dilaksanakan di rumah sakit.
Ega memeluk Bunda Rina dan kembali menangis. Dia tak bisa menggambarkan perasaannya saat ini. Senang karena bisa memenuhi permintaan Bundanya, tapi juga sedih jika mengingat kenyataan bahwa Irwan tidak menyukainya. Ega juga takut melihat wajah Bunda Rina yang semakin pucat.
Bunda Rina membalas pelukan Ega dan mengelus kepala putrinya yang tertutup jilbab.
“Bunda bahagia, nak, terima kasih sudah mau mengabulkan permintaan Bunda,” kata Bunda Rina dengan suara lemah.
Ega semakin terisak dan memeluk Bunda Rina semakin erat. Ketakutan menyelimuti hatinya mendengar suara lemah Bundanya. Bunda Rina melepaskan pelukan Ega dan menghapus air mata putrinya.
“Jangan menangis, nak, Bunda baik-baik aja,” kata Bunda Rina, tersenyum lebar memperlihatkan giginya.
Ega mengangguk dan ikut tersenyum walau air matanya masih terus menetes. Meski wajahnya masih pucat tapi Ega bisa melihat binar bahagia pada mata Bundanya.
“Mbak Iis, Mas Beni, saya titip Ega ya. Jaga dan rawat dia seperti anak kalian sendiri,” kata Bunda Rina, menatap kedua orangtua Irwan.
Tante Iis yang ikut menangis melihat Ega dan Bunda Rina segera menghapus air matanya dan mendekati ranjang.
“Jeng Rina nggak usah khawatir. Kami menyayangi Ega seperti kami menyayangi Irwan. Kami akan merawatnya sebaik mungkin,” kata Tante Iis, mengusap pelan lengan Bunda Rina.
Bunda Rina tersenyum bahagia. “Terima kasih, mbak,” ucapnya tulus.
Bunda Rina kemudian mengalihkan pandangannya pada Irwan yang berdiri di sebelah Ega. “Sayangi dan bahagiakan Ega, nak. Bunda percaya sama kamu,” pesan Bunda Rina.
Irwan tersenyum dan mengangguk. “Insya Allah, Bunda,” jawab Irwan.
Ega menatap Irwan. Untuk kedua kalinya dia dibuat kaget dengan ucapan Irwan. Apa Irwan sungguh-sungguh mengatakannya? Atau itu hanya ucapan untuk menyenangkan hati Bundanya?
‘Astaghfirullah Ega... Kenapa kamu berfikiran buruk seperti itu? Mungkin Irwan memang sudah berubah dan mau menerimamu sekarang,’ kata hati Ega, bergejolak.
oOo
Di tempat yang berbeda Irwan juga sedang menatap cincin miliknya. Jarinya memutar-mutar cincin itu. Selama ini Irwan hanya menyimpan cincin miliknya di dalam kotak. Dia hanya memakainya di hadapan orangtuanya saja.
“Maafin Irwan yang nggak bisa bahagiain Ega, Bunda,” gumam Irwan dengan suara pelan.
Bayangan sosok Bunda Rina yang tersenyum penuh harap pada Irwan mengganggunya malam ini. Sama seperti Ega, ingatannya kembali berputar pada hari pertunangan mereka di rumah sakit.
oOo
“Irwan nggak mau, Pa. Irwan masih ingin merintis karir Irwan sebagai penyanyi,” tolak Irwan dengan keras.
Kemarin Papa Beni memintanya pulang ke Kuningan malam itu juga. Irwan sudah menolaknya karena dia baru pulang dari luar kota, namun Papanya terus memaksa hingga akhirnya Irwan mengalah.
Irwan sangat terkejut saat mengetahui maksud orangtuanya meminta dia pulang. Tanpa mempedulikan penjelasan dari mereka, Irwan langsung menolak pertunangannya dengan Ega.
“Sayang, Bundanya Ega sedang sakit keras sekarang. Beliau ingin putrinya memiliki seseorang yang bisa menjaganya setelah dia meninggal nanti,” jelas Mama Iis.
“Kenapa orang itu harus Irwan, Ma? Irwan nggak suka sama dia,” kata Irwan, tak terima.
Irwan tak bisa membayangkan karir yang baru ia rintis harus berakhir gara-gara pertunangannya dengan gadis itu.
“Ega gadis yang baik, sayang. Mama yakin kamu akan menyukainya setelah kalian saling mengenal,” ujar Mama Iis.
Irwan tak bergeming. Sejak awal dia sudah menolak perjodohan ini, apalagi mengingat Ega yang masih duduk di bangku SMA. Bocah ingusan seperti Ega hanya akan menyusahkan dan menghambat karirnya saja. Namun Irwan tak menyangka orangtuanya akan memaksa ia bertunangan dengan Ega hanya karena Bundanya Ega sedang sakit.
Mama Iis menatap suaminya. Dia bingung harus membujuk putranya dengan cara apa lagi. Irwan memang keras kepala. Jika dia tak menginginkan sesuatu, maka Irwan akan menolak apapun alasannya.
“Baiklah... Kami nggak akan mememaksamu, Wan, tapi Papa harap kamu mau ikut kami untuk menjenguk Bundanya Ega di rumah sakit,” kata Papa Beni, menengahi.
Irwan dan Mamahnya kaget mendengar ucapan itu. “Papa serius?” tanya Irwan, memastikan.
“Iya, kami akan menjelaskan pada Bundanya Ega tentang penolakan kamu, tapi kamu harus ikut kami ke rumah sakit untuk menjelaskannya juga,” ujar Papa Beni, menatap anaknya. “Kamu mau, kan?”
“Baiklah, Irwan akan ikut,” sahut Irwan setuju.
“Pa, kenapa Papa malah menyetujui penolakan Irwan?” tanya Mama Iis setelah Irwan kembali ke kamarnya.
“Biarkan saja, Ma. Papa yakin Irwan nggak akan menolak setelah melihat keadaan Bundanya Ega,” balas Papa Beni dengan nada meyakinkan.
Irwan memang keras kepala, tapi dia juga orang yang tak tega jika melihat ada orang yang kesusahan dan membutuhkan bantuannya.
Seperti perkataan Papa Beni, Irwan menjadi tak tega saat melihat keadaan Bunda Rina di rumah sakit. Apalagi saat melihat Ega menangis memeluk Bundanya.
“Ega akan turuti semua permintaan Bunda, tapi Ega mohon Bunda jangan bicara seperti itu lagi. Ega nggak mau kehilangan Bunda,” kata Ega disela tangisnya.
Irwan yang mendengar percakapan Ega dan Bundanya menjadi tersentuh. Walau dengan hati yang terpaksa, dia akhirnya setuju untuk bertunangan dengan Ega hari itu juga. Bunda Rina sangat bahagia melihat pertunangan itu. Senyumnya mengembang dengan sempurna walau wajahnya masih terlihat pucat.
Namun beberapa hari setelah pertunangan Irwan dan Ega, Bunda Rina dikabarkan meninggal dunia. Irwan yang datang melayat merasa sedih melihat Ega yang terus menangis di pemakaman Bundanya. Mama Iis dengan setia menemani dan menenangkan Ega di sebelahnya.
oOo
Perasaan sesal terus bercokol di hati Irwan. Dia sadar selama ini tak pernah membahagiakan Ega bahkan kali ini dia telah menyakiti hatinya.
Irwan menghela nafas panjang. Akhir-akhir ini Ega selalu mengganggu pikirannya. Pertanyaan Ega tentang Intan, keraguan Ega atas kedekatannya dengan Intan, tatapan sedih Ega saat dia memarahinya dan sosok gadis yang Irwan lihat meninggalkan mall Anggrek tadi siang.
Irwan yakin gadis yang dilihatnya itu adalah Ega. Dia pasti melihat dirinya bersama Intan di toko pakaian itu.
“Maafin aku, Ga.”
Irwan kembali menatap cincinnya. Dia tahu Ega tak pernah melepaskan cincin yang tersemat di jari manisnya. Walaupun pertunangan Irwan dan Ega hanya disaksikan orangtua mereka saja, namun Ega sangat menghargai ikatan yang terjalin di antara mereka. Meskipun Irwan selalu bersikap tak acuh dan dingin kepadanya, tapi Ega selalu menghormatinya.
Irwan membuka laci kecil di meja samping tempat tidur dan mengambil sebuah kotak perhiasan dari dalamnya. Dia membuka kotak itu dan mengeluarkan sebuah kalung rantai yang cukup panjang.
Irwan memasukkan cincinnya pada kalung itu, menatapnya sesaat kemudian memakai kalung itu di lehernya. Irwan memandang bayangannya di cermin dan tersenyum tipis.
“Mungkin ini lebih baik...” gumam Irwan, memperhatikan cincin miliknya yang digunakan sebagai bandul kalung.
oOo