Kata-kata Ayu terus mengganggu pikiran Ega selama beberapa hari berikutnya. Setiap malam Ega tak bisa tidur karena memikirkan kedekatan Irwan dan Intan. Bukan hanya sekali mereka terlihat bersama. Hampir di setiap acara yang di hadiri Irwan, Intan selalu ada menemaninya. Banyak foto kebersamaan mereka yang beredar di media sosial. Tak jarang mereka berpose mesra, saling bergandengan tangan atau berangkulan. Hati Ega sakit melihat semua itu. Namun dia tak bisa berbuat apapun kecuali diam.
“Kenapa harus ‘a Irwan yang jadi pilihan Bunda? Kenapa bukan pria lain yang bisa mengerti dan menerima Ega, Bun?” kata Ega, memandang foto Almh. Bundanya.
Air mata kini membasahi wajah cantiknya. Ega tak bisa menahan kesedihannya saat mengingat pesan terakhir Bundanya.
“Belajarlah mencintainya, Ga. Bunda yakin dia bisa menjaga dan melindungi kamu menggantikan Ayah dan Bunda,” kata Bunda Rina di saat terakhir hidupnya. “Hormati dan patuhi ucapannya. Kelak dia yang akan menuntunmu menuju surga-Nya.”
oOo
“Les, besok ada kak Irwan di mall Anggrek. Kita nonton yuk,” ajak Ayu, duduk di kursi depan Ega kemudian membalikkan tubuhnya memandang Lesti dan Ega yang duduk di belakangnya. Saat ini mereka sedang menunggu dosen yang belum masuk kelas mereka.
“Yang benar, Yu? Kamu tahu dari mana?” tanya Lesti, memandang sahabatnya.
“Dari IG-nya kak Alfin. Dia upload jadwal kak Irwan buat seminggu ke depan,” jawab Ayu.
“Beneran? Ayo kita ke sana,” kata Lesti, antusias.
“Shiip,” kata Ayu, mengacungkan jempolnya. “Ga, kamu ikut, kan?” Ayu beralih memandang Ega.
“Entahlah. Lihat besok aja ya,” ucap Ega, malas.
“Yaah... kok gitu sih, Ga,” timpal Ayu, kecewa.
“Ega lagi malas pergi, Yu,” sahut Ega, memberikan alasan.
Ega sedang tak ingin bertemu dengan Irwan. Dia takut apa yang dipikirkannya akhir-akhir ini benar. Ega belum siap menerima kenyataan bila Irwan dan Intan memiliki hubungan spesial.
oOo
Ega berjalan mengikuti Lesti dan Ayu dengan malas ke dalam mall Anggrek. Dia sudah menolak untuk ikut ke sini, namun Lesti dan Ayu langsung menariknya sepulang kuliah tadi.
“Ega, cepat dong. Kita harus dapat barisan paling depan supaya bisa lihat kak Irwan dengan jelas,” kata Ayu, tak sabar.
“Iya, ini udah cepat kok,” sahut Ega dari belakang.
Ega mempercepat langkahnya. Namun baru beberapa langkah berjalan dia menghentikannya. Pandangan mata Ega menangkap sosok orang yang dikenalnya di salah satu toko di mall ini.
Seorang pria berpostur tubuh tinggi dengan wajah yang tertutup topi dan kacamata sedang memandang wanita cantik dan seksi di depannya dengan penuh senyuman. Tangannya memegang pundak wanita itu.
Mata Ega berkaca-kaca. Dia yakin tak salah mengenali orang. Pria itu selalu menemuinya dengan penampilan seperti itu. Ega menghapus cairan bening yang menetes dari sudut matanya. Dia tak sanggup melihatnya lebih lama lagi. Ega memutuskan untuk pergi dari tempat itu.
Sementara di dalam toko pria itu menoleh dan melihat kepergian Ega.
‘Ega? Apa gadis itu Ega?’ tanya pria itu dalam hati.
“Irwan, kamu lihatin siapa?” tanya wanita di hadapannya mengikuti arah pandangan Irwan.
Irwan segera mengalihkan pandangannya dan tersenyum. “Bukan siapa-siapa kok, Tan,” jawab Irwan. “Belanjanya udah, kan?” sambungnya kemudian.
Intan mengangguk. Dua tangannya sudah menenteng beberapa tas belanjaan.
Ya, pria dan wanita yang dilihat Ega adalah Irwan dan Intan yang sedang berada di toko pakaian. Irwan mengajak Intan berbelanja sebelum dia tampil di mall tersebut.
oOo
“Yu, Ega mana?” tanya Lesti, menghentikan langkah dan memandang ke sekitarnya.
Mereka sudah sampai di depan panggung tempat Irwan akan manggung, namun dia tak melihat batang hidung sahabatnya.
“Tadi di belakangku, Les. Kok sekarang nggak ada ya?” Ayu balik bertanya, bingung. “Jangan-jangan masih ketinggalan di belakang.”
“Coba di telepon, Yu,” saran Lesti.
Ayu mengangguk dan mengambil handphonenya. “Nggak diangkat, Les,” kata Ayu beberapa saat kemudian. “Coba pake handphone kamu.”
“Ada w******p dari Ega, Yu,” beri tahu Lesti saat membuka handphonenya. “Dia sakit perut dan pamit pulang duluan,” ujarnya membaca pesan dari Ega.
“Ya Allah... Kenapa Ega nggak bilang sih? Kita kan bisa mengantarnya pulang,” kata Ayu, khawatir.
“Dia nggak mau ganggu kita buat nonton kak Irwan, Yu,” sahut Lesti, melanjutkan membaca pesan dari Ega. “Ega sudah di dalam taksi, jadi kita nggak perlu khawatir.”
“Iya, semoga Ega baik-baik saja,” do'a Ayu.
“Amiin.”
oOo
“Ini, Wan,” kata Intan, memberikan sebotol air mineral pada Irwan.
“Makasih, Tan,” sahut Irwan, tersenyum menerima botol itu. Dia segera meminumnya hingga habis.
“Haus banget ya, Wan? Minumnya langsung habis gitu,” ujar Intan, duduk disamping Irwan.
“Iya nih... capek dan haus dari tadi teriak-teriak mulu,” jawab Irwan.
Irwan baru selesai manggung dan sekarang sedang istirahat di salah satu ruangan di mall Anggrek. Dia bernyanyi selama satu jam untuk menghibur pengunjung dan penggemarnya dalam rangkaian acara ulangtahun mall Anggrek yang ke-15.
Intan menatap Irwan. Walau Irwan sedang kelelahan dan wajahnya penuh keringat, namun dia masih tetap terlihat tampan. Intan mengambil tissue dan menghapus keringat di wajah Irwan.
Irwan kaget dan memandang Intan. Namun bukan wajah Intan yang dia lihat, melainkan wajah...
‘EGA,’ gumam Irwan dalam hati. Matanya membulat sedangkan tangannya memegang tangan Intan yang berada di wajahnya.
“Kenapa, Wan?” suara Intan, membuyarkan kekagetan Irwan.
“Ah... Nggak apa-apa kok, Tan. Biar aku bersihin sendiri,” ujar Irwan, mengambil tissue di tangan Intan. Dia mengalihkan pandangannya dari Intan sambil mengelap keringat di wajah dan lehernya.
‘Ada apa dengan Irwan? Biasanya dia tak pernah menolak jika aku melakukannya,’ batin Intan mengamati sikap Irwan yang tidak seperti biasanya.
‘Kenapa wajah Ega yang aku lihat?’ tanya hati Irwan, bingung. Ingatannya kembali pada saat dia melihat kepergian seorang gadis di depan toko pakaian. ‘Apa mungkin gadis itu Ega? Tadi aku melihat kedua temannya, tapi tak ada Ega di sana. Apa mungkin dia melihatku dengan Intan?’
Irwan menghela nafas panjang. ‘Kenapa akhir-akhir ini dia selalu mengganggu pikiranku, keluhnya dalam hati.
“Irwan... Irwan...” Intan mengguncang bahu Irwan pelan.
“Eh... Kenapa, Tan?” tanya Irwan, tersadar dari lamunannya.
“Kamu tuh yang kenapa. Dari tadi aku manggil kamu tapi kamu nggak dengar-dengar,” kata Intan, kesal.
“Iya maaf. Ada apa, Tan?” tanya Irwan, memandang Intan.
“Kamu kan udah janji mau antar aku beli kosmetik setelah manggung. Ayo kita pergi sekarang,” ajak Intan, merangkul lengan Irwan.
“Iya, bentar lagi ya. Aku masih capek, Tan,” sahut Irwan.
Intan melipat kedua tangannya di depan d**a dan memasang wajah cemberut mendengar jawaban Irwan.
Irwan menghela nafas panjang melihat Intan dalam mode ngambek.
“Baiklah, aku ganti baju dulu,” kata Irwan, mengalah. Dia tak suka bila Intan ngambek kepadanya.
Intan langsung tersenyum sumringah mendengarnya. “Makasih, Wan,” ujarnya tersenyum senang.
Irwan hanya mengangguk dan berlalu dari hadapan Intan.
oOo