Ega bertanya pada security letak tangga darurat gedung Nirmala. Dia beralasan tak biasa menggunakan lift sehingga ingin menaiki tangga menuju lantai dua. Setelah security memberi tahu di mana letak tangga darurat gedung ini, Ega mengucapkan terima kasih dan berjalan ke pojok ruangan kemudian masuk ke dalam pintu yang mengarah ke tangga darurat. Seorang pria sudah berada di sana menunggunya.
“‘a Irwan,” panggil Ega saat tiba di belakang pria itu.
Pria itu menoleh dan sosok Irwan Narendra kini berdiri di hadapan Ega.
“Kenapa ‘a Irwan ingin ketemu Ega?” tanya Ega, mendongakkan kepala menatap Irwan yang lebih tinggi darinya.
“Menurutmu kenapa?” Irwan balik bertanya, menatap tajam Ega.
Ega menghela nafas panjang. Dia bisa menangkap nada amarah dalam suara Irwan. Ega yakin Irwan marah karena sikapnya saat di backstage tadi.
“Jaga sikapmu, Ga! Aku nggak suka kamu bicara seperti tadi di depan banyak orang,” hardik Irwan.
“Memang kenapa kalau Ega bertanya? Ega berhak tahu siapa wanita itu,” sahut Ega. Dia tahu apa yang dilakukannya tadi memang salah, tapi Ega tak bisa menahan diri saat melihat kemesraan Irwan dan Intan di depan matanya.
“Kamu memang berhak tahu, Ga, tapi bukan dengan cara seperti itu,” kata Irwan, marah.
“Lalu bagaimana caranya, ‘a? Kita bahkan tak pernah bertemu,” ujar Ega dengan mata berkaca-kaca.
Ega mengalihkan pandangan dari Irwan. Hatinya perih menyadari Irwan yang tak pernah menganggapnya. Selama Ega tinggal di Jakarta, Irwan hanya menemuinya beberapa kali. Mereka bahkan tak pernah berkomunikasi jika tak ada keperluan yang penting.
Irwan terdiam. Dia ingat terakhir kali bertemu Ega saat orangtuanya datang ke Jakarta dan itu sudah hampir satu tahun yang lalu. Saat itu Irwan yang baru pulang dari luar kota langsung menemui Ega di tempat kost-nya.
oOo
“‘a Irwan,” ucap Ega, kaget.
Sore ini Ega baru pulang dari kampus. Dia akan membuka pintu kost-nya saat melihat mobil sedan hitam berhenti di depan kost-nya. Seorang pria yang menutupi wajahnya menggunakan topi turun dari mobil dan menghampiri Ega.
“Ada perlu apa ‘a Irwan datang ke sini?” tanya Ega saat Irwan berada di hadapannya.
Sejak mengantar Ega ketika pertama kali datang ke Jakarta, Irwan tak pernah datang ke sini lagi. Biasanya mereka hanya berkomunikasi lewat handphone jika ada sesuatu yang penting.
“Mama dan Papa ada di Jakarta. Mereka ingin bertemu dengan kamu,” ujar Irwan datar.
“Benarkah?” tanya Ega, sumringah. Sudah hampir setengah tahun Ega tak pernah bertemu dengan orangtua Irwan sekaligus orangtua angkatnya. Dia sangat merindukan mereka.
Irwan mengangguk. “Ayo ikut aku,” kata Irwan berbalik kearah mobilnya, namun dengan cepat Ega menahannya.
“Tunggu, ‘a. Ega mau ganti baju dulu. ‘a Irwan tunggu di mobil sebentar ya,” pinta Ega.
Irwan menghela nafas panjang. Dia tak ingin ada orang yang mengenalinya jika terlalu lama berada di sini. Kalau bukan karena permintaan orangtuanya, dia juga tak mau menjemput Ega. Namun melihat wajah memelas Ega akhirnya dia setuju. “Baiklah, aku tunggu lima belas menit,” ujarnya setuju.
Ega tersenyum dan mengangguk. Dia bergegas masuk ke dalam rumah kost sedangkan Irwan kembali ke mobilnya. Lima belas menit kemudian, Ega menyusul Irwan dan mobil segera berjalan meninggalkan kost Ega.
oOo
“Mama... Papa...” panggil Ega menghampiri sepasang suami istri yang sedang duduk di sebuah restoran.
Mereka menoleh dan tersenyum melihat kedatangan Irwan dan Ega.
“Sayang... Mama kangen banget sama kamu,” kata Mama Iis, memeluk Ega.
“Ega juga kangen sama Mama,” kata Ega, membalas pelukan Mama Iis.
“Kangennya cuma sama Mama aja nih? Sama Papa nggak?” tanya Papa Beni.
“Kangen Papa juga kok,” kata Ega, tersenyum kemudian mencium tangan Papa Beni. Papa Beni mengelus puncak kepala Ega dengan sayang.
Irwan terdiam melihat keakraban di antara mereka. Dia tak menyangka Ega bisa sedekat itu dengan kedua orangtuanya.
“Sayang, kok kamu diam aja sih? Ayo duduk sini bareng kita,” kata Mama Iis membuyarkan lamunan Irwan.
“I-iya, Ma,” sahut Irwan kemudian duduk di sebelah Papa-nya.
“Gimana kabar kamu, Ga? Kuliahnya lancar?” tanya Papa Beni, membuka percakapan disela-sela mereka makan.
“Alhamdulillah baik, Pa, kuliah Ega juga lancar,” jawab Ega, tersenyum menatap Papa Beni.
“Syukurlah kalau begitu. Kamu harus belajar yang rajin supaya bisa lulus dengan hasil yang memuaskan,” ujar Papa Beni.
“Iya, Insya Allah, Pa,” sahut Ega.
“Hubungan kalian bagaimana? Baik-baik aja, kan?” tanya Mama Iis, memandang Irwan dan Ega bergantian.
“Eh...”
Ega memandang Irwan. Dia bingung harus menjawab apa karena tak ada kemajuan dalam hubungan mereka berdua.
“Kami baik-baik aja, Ma. Seperti yang kalian lihat,” ujar Irwan, tersenyum menenangkan.
Orangtua Irwan tak pernah tahu tentang hubungan mereka yang sebenarnya. Irwan dan Ega selalu bersikap baik-baik saja jika di hadapan keduanya.
“Syukurlah kalau begitu. Kami senang mendengarnya,” senyum Mama Iis.
Ega balas tersenyum. Ada rasa bersalah karena harus berbohong pada kedua orangtua di hadapannya. Namun Ega juga tak mau membuat mereka sedih jika mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Irwan dan Ega memang tak pernah bertengkar karena intensitas pertemuan mereka yang sangat jarang terjadi, bahkan semenjak Ega kuliah di Jakarta mereka baru bertemu beberapa kali. Sikap Irwan yang selalu dingin dan tak acuh pada Ega membuat mereka tak saling mengenal satu sama lain.
oOo
“Ega minta maaf telah membuat ‘a Irwan marah. Ega hanya tak suka melihat kedekatan kalian,” kata Ega, menyentak lamunan Irwan.
“Dia fashion stylist-ku, jadi wajar kalau kami dekat, Ga,” jelas Irwan, memandang Ega yang kini menundukkan wajahnya.
“Entahlah. Semoga yang dikatakan ‘a Irwan memang benar kalau kalian hanya sebatas rekan kerja,” ucap Ega. “Kalau tak ada yang perlu dibicarakan lagi Ega pergi dulu, ‘a, teman-teman Ega sudah menunggu di luar,” pamitnya kemudian.
“Assalamu ‘alaikum.” Ega berbalik pergi tanpa menunggu jawaban salam dari Irwan.
Irwan menatap kepergian Ega dalam diam. Ada sesal yang menghinggapi hatinya karena telah memarahi Ega, tapi Irwan segera menepis perasaan itu. Dari dulu dia tak pernah menginginkan kehadiran Ega, namun keadaan yang memaksanya untuk menerima Ega di dalam hidupnya.
oOo
Ega, Ayu dan Lesti telah sampai di rumah kost Ega. Mereka duduk bersila di ruang tamu sambil bercerita pengalaman yang mereka dapatkan hari ini.
“Sumpah... aku seneng banget hari ini. Akhirnya impianku buat ketemu kak Irwan bisa terwujud,” kata Ayu, antusias.
“Iya, Yu. Kita bahkan bisa berfoto dan ngobrol bersama kak Irwan. Ga nyangka banget yah,” sahut Lesti.
Ayu dan Lesti asyik bercerita sementara Ega hanya diam mendengarkan mereka. Pikirannya masih dipenuhi dengan bayangan Irwan. Entah kenapa dia tak bisa menerima penjelasan Irwan. Hatinya berdenyut sakit mengingat kemesraan Irwan dan Intan yang sempat dilihatnya.
‘Semoga kamu nggak merusak kepercayaan Ega, ‘a,’ kata Ega dalam hati.
Selama ini Ega mencoba percaya pada Irwan. Dia tahu Irwan tak pernah menyukainya. Irwan terpaksa menerima Ega karena permintaan orangtua mereka. Namun seburuk apapun sikap Irwan kepadanya, Ega selalu menghargai Irwan. Bagi Ega, Irwan dan orangtuanya adalah keluarga Ega saat ini.
“Ega... Ega...” Ayu melambaikan tangannya di depan wajah Ega.
“Eh... I-iya, kenapa, Yu?” tanya Ega, tersadar dari lamunannya.
“Kamu melamun ya? Dari tadi kami ngomong sama kamu, Ga,” kata Ayu memandang Ega, heran.
“Oh... maaf, kalian tadi ngomong apa?” tanya Ega, menatap kedua sahabatnya.
“Kamu kenapa sih, Ga? Hari ini aneh banget,” kata Lesti, memperhatikan sahabatnya.
“Aneh gimana?” tanya Ega, bingung.
“Ya aneh. Tadi waktu ketemu kak Irwan tiba-tiba kamu tanya tentang kak Intan. Terus mata kamu jadi sembab gitu setelah balik dari toilet dan sekarang kamu malah melamun gini,” terang Lesti panjang lebar. “Kamu ada masalah?” tanyanya kemudian.
Ega menggeleng. “Ega nggak aneh dan nggak ada masalah, Les. Mungkin cuma perasaan kamu aja,” kata Ega, tersenyum menutupi kenyataan yang sebenarnya.
“Tapi benar kata Lesti, Ga. Ngapain kamu tanya tentang kak Intan seperti itu? Untung aja kak Irwan nggak marah,” timpal Ayu.
“Dia marah,” sahut Ega, spontan.
“Kamu tahu dari mana?” tanya Lesti, kaget.
“Cuma nebak aja,” kata Ega, menyeringai.
Ega tak akan menceritakan pertemuannya dengan Irwan di tangga darurat tadi. Selama ini dia masih menjaga rahasianya dengan Irwan. Tak ada seorangpun yang tahu jika Irwan dan Ega saling kenal, termasuk kedua sahabatnya.
“Ya ampun, Ga, kirain beneran. Aku udah takut kak Irwan nggak mau ketemu kita lagi karena ulah kamu,” kata Ayu, menghela nafas lega.
“Bukankah kalian juga penasaran siapa wanita yang selalu bersamanya?” tanya Ega, memandang sahabatnya bergantian.
Ega pernah mendengar Lesti dan Ayu bercerita tentang wanita yang akhir-akhir ini dekat dengan Irwan. Sebenarnya dia penasaran siapa wanita itu, tapi tak berani bertanya pada mereka.
“Iya sih, tapi bukan dengan cara bertanya blak-blakan seperti itu, Ga,” sahut Lesti. “Kalau mereka memang punya hubungan, suatu saat nanti juga akan terkuak ke media.”
“Gimana caranya?” tanya Ega, tak mengerti.
“Ega... Kak Irwan itu penyanyi terkenal. Banyak orang yang ingin tahu tentang kehidupan pribadinya. Jika mereka sering tertangkap kamera bersama, pasti akhirnya mereka mengaku juga,” jelas Ayu, panjang lebar.
‘Apa benar seperti itu? Jika mereka benar-benar memiliki hubungan, lalu bagaimana dengan aku?’ pikir Ega, sedih.
oOo