Ega kini sudah sembuh. Tangannya sudah tidak diperban lagi dan dia juga sudah mulai aktif kuliah. Saat ini Ega sedang duduk di taman kampus sendirian. Wajahnya nampak murung dengan pandangan kosong. Pembicaraannya dengan Irwan beberapa hari yang lalu kembali berputar dalam ingatannya. “Seharusnya ‘a Irwan tahu kenapa Ega bersikap seperti ini. Selama ini Ega berusaha menerima ‘aa. Seburuk apapun sikap ‘a Irwan pada Ega, Ega tetap menghormati ‘aa. Jadi tolong jangan hancurkan kepercayaan Ega dengan sikap ‘a Irwan di luar sana," ujarnya dengan suara bergetar menahan tangis. Irwan menatap Ega dengan intens. Dia bisa melihat kekecewaan yang mendalam pada sorot mata Ega. “Apa maksud kamu? Memang sikap aku di luar sana kenapa?” tanya Irwan, tak mengerti dengan maksud ucapan Ega. “Apa Ega haru