bc

Istri Cantik CEO Dingin

book_age18+
411
IKUTI
3.4K
BACA
one-night stand
HE
opposites attract
independent
boss
drama
bxg
office/work place
assistant
like
intro-logo
Uraian

Warning 21+ Area

Tidak disarankan dibaca oleh yang belum cukup umur. Terutama bab dengan tanda khusus ⚠️

***

Vanila hanya ingin bertahan hidup setelah dihancurkan oleh orang-orang terdekatnya. Ketika Adrian, CEO dingin dan penuh rahasia, menawarinya pernikahan kontrak selama satu tahun, Vanila setuju—meski dengan satu syarat. Tidak boleh ada cinta di antara mereka. Tapi tinggal bersama pria seangkuh Adrian membuat segalanya rumit. Apalagi ketika batas antara tanggung jawab dan hasrat mulai kabur, dan aturan paling penting dalam kontrak itu justru menjadi hal yang paling ingin mereka langgar.

chap-preview
Pratinjau gratis
Kamu Mau Tidur Denganku?
“Kalian berdua ngapain?!” Suara Vanila menggelegar, memecah keheningan kamar yang masih dipenuhi aroma pengkhianatan. "Van, gue bisa jelasin. Tolong jangan salah paham," ucap Sena tergesa, berusaha bangkit dari tempat tidur. Vanila berdiri kaku di ambang pintu. Jantungnya berdegup tak karuan, tubuhnya gemetar hebat. Pandangannya kabur, bukan karena air mata—melainkan karena kenyataan yang terlalu menyakitkan untuk dicerna. Sahabat yang selama ini ia anggap saudara sendiri… dan kekasihnya… di ranjang yang sama. Telanjang. Tanpa malu. Masih segar di ingatannya, saat Sena melonjak girang memberinya pelukan karena Vanila akhirnya jadian dengan Giorgino—cinta pertamanya, lelaki yang selama ini begitu ia jaga dan percaya sepenuh hati. “Sena? Lo beneran begini ke gue?” Sena hanya bisa menunduk. “Van, gue bisa jelasin, kok.” “Lo ngapain tidur bareng dia? Terus ini?” Vanila menunjuk deretan pakaian dalam yang tercecer dari ruang tamu sampai kamar. Ia menunduk, memungut bra hitam dengan ujung jari, lalu melemparkannya ke arah Sena. “Ini punya lo, kan?!” Rasa jijik merayap di kulit Vanila. Sena sedang memakai kemeja longgar—milik Giorgino. Dan pria itu hanya duduk di tepi ranjang, menatap Vanila seolah dia-lah yang bersalah datang terlalu cepat malam ini. Sena mendekat, memegang kaki Vanila seolah memohon belas kasihan. “Maafin gue, Van... gue khilaf... gue nggak mau kehilangan lo...” “JANGAN PEGANG GUE!” Vanila menepis kasar. Ia tak pernah meneriaki Sena sebelumnya, tapi malam ini semuanya berbeda. Kepercayaan, persahabatan, cinta—semua dihancurkan dalam satu malam. “Van, tolong jangan salahin Sena. Ini semua salah aku,” ujar Giorgino, akhirnya membuka suara. Vanila menoleh dengan tatapan menusuk. “Kamu mau jelasin apa, hah?” “Sena nggak salah,” jawab Giorgino tanpa ragu. Vanila tertawa getir. “Jadi kamu lebih pilih bela dia ketimbang aku?” Harapannya yang terakhir hancur saat melihat Giorgino tak menunjukkan sedikit pun rasa penyesalan. “Gino... gue cinta banget sama lo. Tapi lo malah begini...” "Aku—" “Gino b******k!” Tamparan keras mendarat di pipi Giorgino. “VAN, LO KETERLALUAN!!” Sena menjerit sambil memeluk Giorgino, seolah pria itu harta berharganya. Hati Vanila makin hancur. Kedua orang itu benar-benar tak tahu malu. Mereka tak lagi peduli pada luka yang ia rasakan. “Biarin, Sen. Biar Vanila marah, dia berhak,” kata Giorgino pelan. “Tapi maaf, Van. Aku... nggak bisa lagi sama kamu. Aku—nggak bisa bohong sama perasaanku.” Vanila nyaris terjungkal. “Karena gue nggak mau kasih kehormatan gue ke lo? Gitu, ya?” Giorgino menunduk. Sena juga tak sanggup menatap matanya. “Kalian cocok,” ucap Vanila lirih. “Sama-sama SAMPAH!” Ia mengambil gelas di atas meja, meminumnya cepat karena tenggorokannya terasa terbakar. Air dingin tak mampu menenangkan dadanya yang seperti mau meledak. Ia lalu melemparkan gelas itu tepat ke arah lantai. PRANG!! Pecahan kaca berhamburan, Sena menjerit. Tapi Vanila tak peduli. “Langgeng, ya! Di neraka!” teriaknya sebelum berlari keluar. *** Langkah Vanila gontai menyusuri trotoar. Dunianya runtuh. Pandangannya kabur. Malam ini seharusnya ia datang membawa kue ulang tahun—kejutan untuk pria yang ia cintai. Tapi yang didapat justru kejutan paling keji. Ia menatap langit malam yang tak bersahabat. Setiap lampu jalan terlihat terlalu terang. Matanya perih, tapi ia terus melangkah, seperti ditarik oleh kehampaan. Tiba-tiba— “AWAS!!” Cahaya mobil membutakan matanya sesaat sebelum sebuah suara keras terdengar. Ban mengerik di aspal. Tubuh Vanila jatuh menghantam tanah, lututnya terluka. “Astaga! Kamu nggak apa-apa?” Suara pria menghampirinya. Vanila mendongak dengan tatapan kosong. “Lo siapa?” “Maaf... saya sedikit mabuk... saya hampir nabrak kamu. Saya akan ganti rugi,” ujar pria itu dengan nada panik. Vanila berdiri tertatih. “Ganti rugi? Aku nggak butuh itu.” Ia menatap pria di depannya—tinggi, tampan, wajahnya tajam dan serius. “Saya Adrian,” katanya sambil menyerahkan kartu nama. “Kamu butuh pertolongan?” “Aku nggak mau pulang,” lirih Vanila. Adrian bingung. “Kalau nggak pulang, terus mau kemana?” “Kamu tinggal di mana?” tanya Vanila, membuat Adrian makin bingung. “Rumah saya?” “Aku boleh ikut ke sana?” Adrian nyaris tertawa sarkas. "Apa? Kita bahkan baru kenal satu menit lalu.” “Aku butuh tempat. Aku baru dikhianati. Pacarku tidur sama sahabatku. Aku hancur.” Suaranya lirih, namun menyayat. Adrian menghela napas. Wanita itu terlihat benar-benar kacau. Tapi juga cantik. Kulitnya pucat, wajahnya imut tapi menyedihkan, ada luka yang terlalu dalam di matanya. “Yaudah, kamu ikut aja. Tapi jangan menyusahkan!" Vanila tersenyum—senyum yang dipaksa. “Makasih. Kamu malaikat, tau gak?” Adrian menggeleng pelan, lalu membukakan pintu mobil. “Cepat masuk sebelum saya berubah pikiran.” --- Di dalam mobil, Vanila hanya menangis. Adrian mencuri-curi pandang, bingung harus bilang apa. “Saya nggak bawa kamu ke rumah, ya. Jadi kamu mau kemana?” tanyanya. “Bawa aku ke jembatan aja. Yang di bawahnya sungai.” “Untuk apa?” “Aku nggak bisa berenang. Mungkin cepat mati kalau terjun.” “GILA. Umur kamu berapa sih?” “Dua puluh tiga.” “Dan kamu udah nyerah segampang itu?” Vanila mengusap wajahnya. “Gak ada gunanya hidup.” Adrian menarik napas panjang. “Kalau kamu mati, mereka malah bahagia. Mereka hidup, kamu mati. Udah mikir sampe situ?” Vanila terdiam. Satu sisi hatinya mengiyakan kata-kata itu. “Menurut kamu, aku harus gimana?” Adrian menoleh cepat. “Kenapa kamu jadi nanya saya?” “Kamu kayaknya punya jawaban.” Pria itu tertawa miris. “Cari bahagiamu sendiri. Cowok bisa dicari. Sahabat bisa diganti.” Keheningan memenuhi ruang mobil. “Kamu mau tidur sama aku nggak?” Adrian menginjak rem mendadak. “APA?!”

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Papa, Tolong Bawa Mama Pulang ke Rumah!

read
4.8K
bc

Tentang Cinta Kita

read
216.4K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
153.3K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
175.6K
bc

My husband (Ex) bad boy (BAHASA INDONESIA)

read
297.5K
bc

Ketika Istriku Berubah Dingin

read
3.8K
bc

TERNODA

read
193.7K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook