Adrian belum tidur. Ia duduk di tepi ranjang dengan napas berat, matanya menatap wajah Vanila yang tertidur gelisah. Meski tubuhnya diam, jari-jarinya menggenggam selimut rapat. Dalam tidurnya, Vanila tampak seperti sedang berusaha lari dari sesuatu yang masih menghantuinya. Adrian bangkit pelan, berjalan menuju balkon kamar. Ia tidak ingin membangunkannya, tapi hatinya terlalu gelisah untuk diam. Beberapa jam lalu, saat Vanila dibawa pulang oleh pengawal, ekspresinya masih hancur. Tak ada air mata. Tak ada suara. Hanya tatapan kosong. Seolah suaranya tertinggal di ruangan tempat kejadian itu berlangsung. Adrian berdiri mematung. Ia menunggu Vanila mandi, menyentuhnya dengan sabar, mencoba memeluknya tanpa memaksa. Tapi ada satu kalimat lirih yang keluar dari mulut Vanila ketika ia meng