Air hangat menyelimuti tubuh mereka. Vanila duduk di pangkuan Adrian, tubuhnya telanjang licin oleh air dan minyak aroma terapi. Nafasnya tak teratur, kulitnya memerah, bukan hanya karena suhu air, tapi karena setiap sentuhan pria di belakangnya terasa membakar pelan-pelan. “Mas...” bisik Vanila pelan, lehernya tergoda oleh embusan napas Adrian. “Hmm?” suara itu berat dan rendah, bergema di telinganya, mengirim getaran ke dalam. “Kulitku... makin panas...” lirihnya, hampir terdengar seperti keluhan manja. “Tapi kamu nggak minta aku berhenti,” gumam Adrian sambil mencium bahu Vanila, perlahan turun, menggigit halus kulit basahnya. Vanila mendesah. “Karena... aku suka, Mas...” Adrian menahan kepalan tangannya agar tidak langsung melahap habis wanita di pangkuannya. Ia menggenggam pingg