Pagi itu, apartemen masih sunyi. Tirai jendela belum terbuka, cahaya matahari hanya menembus sedikit dari sela-sela kain tipis. Vanila duduk di meja makan, sendoknya menggoyang pelan bubur yang sudah dingin, tapi tak pernah benar-benar ia makan. Pintu utama diketuk perlahan. Vanila bangkit dan membukanya. Berliana berdiri di ambang pintu dengan mantel panjang dan senyum hangat. “Boleh Mama masuk?” Vanila hanya mengangguk. Ia melangkah perlahan kembali ke dalam, diikuti Berliana yang langsung bisa membaca suasana hati anaknya. Ada keheningan yang tak biasa. “Kamu nggak tidur nyenyak, ya?” tanya Berliana sambil meletakkan tasnya di sofa. Vanila menggeleng kecil. “Masih jetlag, mungkin,” jawabnya datar. Berliana mendekat dan duduk di sampingnya. “Jetlag, atau Adrian belum pulang juga se