Vanila berdiri di dapur terbuka yang menyatu dengan area makan, memandangi meja yang mulai dihias elegan oleh tim katering khusus yang disiapkan untuk menyambut Berliana. Aromanya menggugah selera, cahaya lampu gantung kristal berpendar lembut, dan musik klasik mengalun pelan di latar belakang. Namun Vanila tak bisa fokus. Pandangannya berulang kali tertuju pada Adrian, yang tengah membantu menata posisi gelas wine di ujung meja. Cara pria itu menggulung lengan kemeja putihnya, memperlihatkan urat di lengannya yang menonjol, entah kenapa membuat jantung Vanila berdebar. Ia menggeleng pelan. Astaga, kenapa aku jadi kayak gini terus? Baru saja ia mencoba mengalihkan pikiran dengan mengecek daftar menu di ponselnya, suara rendah Adrian terdengar dari dekat. "Sayang, kamu oke? Kok dari tad