Perjalanan menuju rumah dipenuhi diam yang tak asing. Vanila menatap ke luar jendela mobil. Hatinya masih berisik meski mulutnya tak berkata apa pun. Di sampingnya, Adrian menggenggam tangan Vanila erat. Tidak terlalu kuat, tapi juga tidak ingin lepas. Seolah ia ingin memastikan Vanila nyata. Bahwa ini bukan bagian dari mimpi panjang yang menyesakkan. Tak satu pun dari mereka berbicara sepanjang perjalanan. Tapi genggaman itu cukup untuk menghangatkan ruang hampa yang sempat terbentuk di antara mereka. Begitu sampai di rumah, Vanila langsung naik ke lantai atas tanpa banyak kata. Adrian menyusulnya dalam diam. Pintu kamar terbuka. Aroma yang dulu akrab menyambut mereka. Vanila melangkah menuju sisi tempat tidur. Ia duduk perlahan, menatap lantai seolah tak tahu harus memulai dari mana.