Ruangan VVIP itu senyap, hanya terdengar desiran pendingin ruangan yang menyatu dengan ketegangan di udara. Vanila duduk di sofa panjang berbalut beludru gelap, sementara Adrian berdiri di hadapannya dengan sorot mata tajam namun sulit ditebak. Antara ingin marah, ingin bertanya, atau ingin memeluk istrinya erat-erat dan memohon agar tak pernah pergi lagi. Namun satu hal yang jelas, Adrian terlihat rapuh. Wanita paruh baya di samping Vanila duduk dengan tenang dan elegan. Berliana Karenina. Tatapannya tak menunjukkan kesombongan meski namanya terpampang di banyak koran bisnis luar negeri. Ia hanya duduk sebagai seorang ibu, yang akhirnya menemukan putrinya setelah dua puluh dua tahun mencari dalam luka dan doa. Berliana menarik napas pelan, lalu berkata dengan suara yang lembut namun da