Vanila berdiri membelakangi Adrian, tubuhnya bergetar, napasnya tak beraturan. Kata-kata Adrian barusan masih bergaung di telinganya—bahwa ia tak yakin bisa menepati janji satu tahun mereka. Janji yang awalnya terasa seperti pagar pengaman kini justru berubah menjadi jeruji besi yang menyekap perasaan mereka masing-masing. "Mas Adrian... kita nggak boleh seperti ini," ucap Vanila pelan, masih dengan punggung menghadapnya. "Kita harus tetap pegang kesepakatan awal. Kalau kita langgar... kita nggak akan bisa keluar tanpa luka." Langkah kaki Adrian mendekat perlahan. “Tapi luka itu sudah ada, Vanila,” bisiknya. “Aku sudah terluka sejak kamu menyembunyikan hal sekecil apa pun dariku. Karena entah kenapa, semuanya terasa besar ketika datang darimu.” Vanila menutup matanya, menahan air mata