4| Surat perjanjian

1463 Kata
Aruna menatap surat perjanjian yang baru saja ditulis oleh Abas. Surat itu berisi tentang hal yang perlu Aruna rahasiakan, yaitu keberadaan Hansel Archad di kost ini. Aruna tidak boleh dengan sengaja, ataupun tidak, memberitahukan kepada siapa pun tentang Hansel yang tinggal di sini. Bagaimanapun caranya, Aruna harus menjaga rahasia tersebut. Selain itu  Aruna juga diharuskan melindungi Hansel dari hal-hal buruk yang dapat mengancam nyawanya. Jika melanggar, Aruna akan kena denda lima kali lipat dari uang yang akan didapatkannya. Ya, hanya itu yang perlu Aruna lakukan untuk mendapatkan uang dua puluh juta rupiah serta gratis biaya kost selama satu tahun.  “Bagaimana?” tanya Abas kepada Aruna. “Jika setuju, lo hanya tinggal tanda tangan di atas materai saja. Setelah itu, bakal langsung gue transfer uangnya ke rekening lo.” Mendadak Aruna merasa seperti tengah bertransaksi ilegal.  “Bagaimana dengan keselamatan gue?” tanya Aruna menatap Abas dengan tatapan serius. “Keselamatan?” tanya Abas terdengar bingung. Aruna menganggukkan kepala. “Lo takut keselamatan lo terancam karena Hansel tinggal di sini?” “Iya,” jawab Aruna lantang. “Selama lo nggak bilang siapa-siapa, gue jamin, lo aman dari segala hal. Entah itu masyarakat umum yang ingin menghajar Hansel atau wartawan yang sedang memburu beritanya,” kata Abas meyakinkan Aruna. “Bukan itu,” kata Aruna. “Gue merasa terancam jika harus tinggal bareng dia.” Aruna menunjuk Hansel dengan sapu yang ada di tangannya.  Hansel melotot kesal ke arah Aruna. Sedangkan Abas terkekeh pelan.  “Dia nggak berbahaya,” kata Abas santai. “Oh please,” balas Aruna memutar bola matanya dengan bosan. “Dia sedang kena skandal pelecehan terhadap perempuan. Dan gue perempuan. Bagaimana jika dia melakukan hal tak terpuji itu kepada gue?” tanyanya. Ya, Aruna takut jika cowok itu melakukan pelecehan juga terhadap dirinya. Meskipun Aruna tidak secantik ataupun sebohai Pamela, tapi kan Aruna tetap perempuan. Dan Hansel itu laki-laki dengan reputasi yang sangat buruk saat ini. Sangat berisiko jika harus tinggal satu atap dengan cowok itu. Aruna kan harus memastikan keselamatannya juga. “Lo tahu, nuduh orang sembarangan kayak gitu bisa gue laporin ke polisi!” kata Hansel kesal. Aruna menunjuk ke arah Hansel dengan ekspresi terkejut. “Lo lihat kan? Dia ngancem gue,” katanya kepada Abas. “Dia bukan pria seperti yang orang-orang tuduhkan,” kata Abas yakin. “Ya lo manajernya,” gerutu Aruna pelan menyindir.  “Oke, kalau gitu, mau lo apa?” tanya Abas kepada Aruna. “Pasti duit,” sahut Hansel. “Gue nggak semata duitan itu ya!” balas Aruna sebal. “Gue hanya ingin menulis sesuatu di sini.” Aruna menunjuk kertas yang berisi surat perjanjian tadi.  “Nulis apa?” tanya Abas. “Hal-hal yang tidak boleh Hansel lakukan selama tinggal satu atap sama gue.” “Seperti?” tanya Abas dengan sebelah alis terangkat. “Tidak boleh menyentuh gue atau sekadar berdekatan sama gue. Jarak minimal lima meter. Terus, Hansel tidak boleh berisik. Hansel juga tidak boleh melakukan hal yang mengancam nyawa gue. Terus…,” ucap Aruna menggantung. Ia tengah memikirkan segala hal yang bisa saja terjadi dengan dirinya jika Hansel berada di sini. “Cariin gue tempat lain, Bas,” kata Hansel. “Kepala gue bakal pecah jika harus berada di sini dengan cewek aneh ini.” “Benar,” sahut Aruna. “Kepala lo memang bakal pecah kalau berani nyentuh gue.” Aruna melotot ke arah Hansel sambil mengacungkan sapu ke arah pria itu. Hansel menghela napas dalam. Ia menatap Abas dengan putus asa. “Please,” katanya. “Gue nggak bisa tinggal di sini.” “Ya Tuhan,” kata Abas yang tampaknya sama lelahnya dengan Hansel maupun Aruna. “Sepertinya memang ide yang buruk jika kalian harus tinggal satu atap. Tapi, gue beneran nggak ada tempat lain. Jadi, gue mohon kalian berdua akur untuk beberapa minggu saja.” “Ogah,” balas Hansel dan Aruna bersamaan.  *** “Lo beneran bakal ninggalin gue di sini sama cewek itu?” tanya Hansel mengikuti Abas ke luar rumah. “Dengan sangat terpaksa iya,” balas Abas tak terdengar menyesal sama sekali.  “Dia gila, Bas,” kata Hansel lagi. “Semua cewek pasti gila kalau ketemu sama lo secara langsung,” kata Abas santai. “Secara lo adalah aktor terkenal Hansel Archad.” Abas tersenyum lebar seakan mengejek Hansel. Lalu, senyum itu langsung menghilang dan berganti ekspresi datar. “Yang sedang kena skandal pelecehan.” “Gue nggak ngelecehin Pamela!” kata Hansel. “Lo yakin?” tanya Abas terdengar marah. “Karena terakhir lo bilang, lo nggak ingat karena saat itu lo sedang mabuk!” desisnya.  Hansel membuang pandangan ke arah pekarangan bunga yang ada di halaman rumah.  “Hanya karena tidak ada bukti saja, Pamela belum menuntut lo,” tambah Abas.  “Tapi, nggak harus di sini kan? Gue nggak bisa tinggal dengan cewek itu!” kata Hansel lagi menolak ide gila Abas yang mengharuskannya tinggal di sini bersama dengan cewek aneh tadi. “Hansel, karir lo sedang diujung tanduk. Dan ini bukan saatnya merengek untuk tinggal di tempat lain,” ucap Abas lagi. “Bertahanlah untuk beberapa minggu. Biarin gue beresin masalah lo. Setelah itu, lo bisa kembali ke rumah lo.” “Tapi--” “Sebaiknya lo masuk ke dalam rumah sebelum cewek itu ngunciin lo di luar,” kata Abas seraya memukul pundak Hansel. “Gue balik dulu. Kalau ada apa-apa langsung hubungin gue. Oke?” “Sepertinya ambulan akan datang lebih dulu sebelum gue sempat ngabarin lo kalau kepala gue bocor karena dipukul sapu sama dia,” timpal Hansel. “Dia nggak akan melakukan itu selama lo jaga jarak.” Hansel menghela napas dalam. Ia tak tahu lagi apa yang harus ia keluhkan agar dirinya bisa pergi dari rumah ini.  “Bye, Hansel.” Hansel menatap kepergian Abas dengan tatapan tidak rela. Dirinya benar-benar tidak ingin tinggal di sini dengan perempuan aneh yang Hansel tidak tahu namanya.  Hansel menatap lembar surat perjanjian yang berada di tangannya. Lembar perjanjian bertanda tangan dirinya, perempuan tadi dan Abas.  “Aruna Griska,” kata Hansel membaca nama perempuan yang akan tinggal satu atap dengannya. “Dasar cewek aneh.” Hansel melipat lembar surat perjanjian asal-asalan lalu memasukkannya ke dalam saku celana training panjang yang dikenakannya. Lalu, ia berderap menuju pintu untuk masuk ke dalam rumah.  Di ruang tengah, Hansel mendapati Aruna berdiri di depan sofa yang dia duduki tadi dengan sapu yang masih setia dia pegang. “Gue bisa karate,” kata Aruna tiba-tiba. Hansel menatap malas perempuan itu.  “Gue udah sabuk hitam,” tambah Aruna. Hansel hanya menghela napas pelan seraya berjalan melewati ruang tengah untuk pergi ke kamar yang berada di sebelah tangga. Abas tadi mempersilakan Hansel untuk tidur di kamar itu karena kamar itu kosong. Pilihannya hanya kamar itu dan kamar lain yang ada di lantai dua. Berhubung semua kebutuhan ada di lantai satu, akhirnya Hansel memilih kamar itu. “Udah lo kunci belum pintunya?” tanya Aruna yang membuat Hansel berhenti di tempat. “Gerbang juga harus dikunci,” tambahnya. “Kalau ada maling gimana?” Hansel berbalik untuk menatap Aruna. “Bukannya lo bisa karate?” tanyanya.  Aruna mengangguk mantap, seolah membanggakan keahlian bela diri yang Hansel ragukan itu. “Ya udah, tinggal lo karate aja malingnya,” kata Hansel lagi seraya masuk ke dalam kamar lalu mengunci pintunya. Ia mengabaikan omelan Aruna. Hansel terlalu capek untuk sekadar meladeni perempuan itu berdebat.  Hansel merebahkan tubuhnya ke kasur. Dirinya masih tidak menyangka berada di tempat ini karena skandal sialan yang dirinya tak yakin lakukan. Andai saja Hansel menolak untuk menenggak minuman beralkohol, mungkin skandal sialan itu tidak akan terjadi.  Hansel ingat betapa dirinya dulu sangat dipuja. Banyak sekali pujian yang ia dapatkan dari orang-orang. Dari pujian mengenai wajahnya yang kata orang tampan, hingga prestasinya di bidang akting. Hansel bahkan ingat pernah dipuji karena perlakuan sopannya terhadap fans yang kebanyakan adalah perempuan. Namun, kini pujian-pujian itu berubah menjadi sumpah serapah dan makian. Orang-orang melupakan semua hal baik tentang Hansel hanya karena skandal pelecehan yang belum tentu kebenarannya.  Hansel menoleh ke arah pintu kamarnya. Ia masih mendengar omelan kesal dari mulut Aruna. Bahkan, kalau tidak salah dengar, Hansel juga mendengar suara Aruna yang memarahi kucing. Jika tahu kalau di sini ada penghuni lain, Hansel pasti menolak ketika disuruh tinggal di sini. Bagaimana bisa Hansel terjebak di sini dengan perempuan aneh seperti Aruna? Hansel benar-benar bisa gila. Hansel mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana. Diketiknya sebuah pesan untuk Abas. Please, pindahin gue ke tempat lain. Gue nggak kuat. Kirim.  “Nanti, gue harus ke dokter THT dulu apa ke psikolog dulu?” gumam Hansel. “Omelan Aruna bikin gue tuli. Aruna sendiri bikin gue tertekan dan gila. Bahkan kepala gue udah mulai sakit.” Hansel memiringkan tubuhnya dengan kedua tangan menutupi telinga. Tampaknya, ini akan jadi malam berat baginya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN