Objek Pemuas Nafsu 🔥

1176 Kata
Tempat tinggal Damian sama sekali tidak terduga. Bukan rumah mewah yang dibayangkan Aurelia dari seorang konglomerat, melainkan sebuah apartemen. Sederhana, rapi, dan terasa sangat nyaman. Aurelia melihat sekeliling. Tidak ada pernak-pernik atau hiasan berlebihan. Hanya perabotan minimalis yang tampak fungsional dan mahal. Pria ini punya selera yang unik. Ia sungguh terkejut. Seorang konglomerat tinggal di tempat seperti ini? Ini jelas tidak biasa. Damian muncul lagi, membawa dua gelas berisi minuman dingin. Ia menyodorkannya dengan senyum. "Silakan, diminum," katanya. Aurelia mengangguk. Ia memang haus setelah pesta tadi. Ia mengambil gelas dan meneguk isinya dengan tenang. Damian menatapnya. Tatapannya tajam, seperti sedang menimbang-nimbang atau mencoba membaca isi pikiran Aurelia. Saat Aurelia meletakkan gelas kembali ke meja, Damian melontarkan pertanyaan, “Jadi kau ingin balas dendam karena calon tunanganmu berselingkuh?” Aurelia nyaris tersedak, tapi dia buru-buru menenangkan diri sebelum menjawab pertanyaan Damian yang tajam itu. Sebelum Aurelia menjawab, Damian lebih dulu mengatakan sesuatu. “Dulu aku memang dijodohkan dengan Bella,” katanya sambil tersenyum sinis. “Ada yang bilang dia wanita yang cerdas, tapi ternyata tidak seperti dugaanku.” Aurelia mendengarkan dengan penuh perhatian, penasaran apa yang akan Damian katakan selanjutnya. Tiba-tiba, rasa ingin tahunya muncul ke permukaan. “Em, maaf, apa kau menyamar jadi sopir keluarga Bella demi menyelidikinya?” Damian tertawa kecil, senyumnya mengembang. “Ya, tadinya aku hanya iseng saja,” ungkapnya dengan nada santai. “Menyenangkan jika menjadi pribadi yang bertolak belakang dengan kenyataan demi mendapatkan informasi yang penting." Ia tertawa renyah, hal itu yang membuat Aurelia tertegun. Damian, ia pria yang punya pesona jantan. "Dan ternyata, aku dibuat kecewa. Bella hanya wanita yang menginginkan kemewahan, bukan pribadi yang hangat dan tulus," lanjut Damian. Damian menggelengkan kepala, ekspresi kecewanya terpancar jelas di wajahnya. Aurelia mendengarkan dengan seksama, dia bisa merasakan kekecewaan Damian. Damian menatap Aurelia serius, matanya menusuk ke dalam jiwa Aurelia. “Kau sendiri, sejak kapan tahu calon tunanganmu berselingkuh, dan kenapa malah nekat menawarkan diri di aplikasi jual beli terselubung?” Damian bertanya dengan nada yang tegas. “Kurasa itu tindakan sangat nekat, kau bisa saja dimanfaatkan.” Tatapan Damian membuat Aurelia merasa seperti sedang diinterogasi, dia harus berhati-hati dalam menjawab pertanyaan Damian. Aurelia mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri sebelum menjawab pertanyaan Damian yang tajam itu. "Ya, aku menyesal, kenapa malah baru tau aplikasi gila yang ternyata menarik," ucap Aurelia. "Ah, menarik katamu?" Lagi-lagi Damian tertawa. Aurelia berpikir sejenak, dia tidak bisa langsung berkata pada Damian bahwa dia adalah Aurelia dari masa depan. "Sangat menarik," ucap Aurelia. Ia harus berpikir kata apa yang tepat untuk menjelaskan pada Damian. Karena bagaimana mungkin Damian percaya bahwa dia datang dari masa depan hanya untuk membalas dendam pada Septimus? Aurelia yakin Damian akan menganggapnya gila, konyol, dan mustahil. Jika Damian tidak percaya, Aurelia bisa kehilangan kesempatan untuk mendapatkan bantuan dan jalan untuk membalas dendamnya pada Septimus. Aurelia harus berpikir strategi lain untuk menjelaskan motivasinya tanpa mengungkapkan rahasia tentang perjalanan waktu. Dia perlu mencari cara untuk membuat Damian percaya padanya tanpa mengungkapkan kebenaran yang tidak masuk akal itu. Aurelia menenangkan diri sebelum berbicara lebih pada Damian. “Mungkin bisa dibilang aku wanita yang diliputi dendam,” katanya dengan suara yang stabil. “Dan tak berpikir panjang, aku hanya ingin meluapkan kekecewaan. Aku disakiti dan ditipu calon tunangan, padahal aku sudah membesarkan namanya, memberinya posisi di perusahaan milik keluargaku.” Aurelia menelan ludah, mencoba menahan emosi yang masih membara. “Saat ini aku tak bisa menyingkirkan Septimus begitu saja dari perusahaan. Aku hampir gila, aku ingin Septimus mendapatkan ganjaran perbuatannya. Akhirnya, begitulah, aku nekat melakukan hal gila itu.” Damian menatap Aurelia dengan intens, seolah-olah mencoba membaca antara baris kalimat yang Aurelia ucapkan. Sedangkan Aurelia berharap Damian bisa memahami motivasinya, dan bersedia membantunya, tanpa menaruh curiga. Damian menganalisis jawaban Aurelia dengan cermat. “Jadi, kau ingin menjatuhkan Septimus tapi tidak bisa melakukannya sendiri, lalu kau coba cari bantuan dari orang yang berpengaruh, bisa membantu, begitu?” Aurelia mengangguk, mengakui motivasinya. Damian menghela napas, lalu melanjutkan, “Kau sangat berani, tapi bagaimana jika aku punya rencana lain selain membantu?” Aurelia terkejut, lalu bertanya, “Maksud Tuan?” Damian menatap Aurelia intens, matanya seperti menembus ke dalam jiwa Aurelia. “Pria kadang memiliki keinginan yang tidak terduga, dan kau mungkin malah terjebak dalam situasi yang tidak diinginkan.” Aurelia merasa sedikit was-was mendengar kata-kata Damian. Aurelia bertanya dengan nada yang sedikit berhati-hati, “Apa kau ingin sesuatu sebagai timbal balik atas bantuanmu untukku?” Damian tersenyum, menunjukkan senyum yang menawan. “Tentu saja, aku tak bisa melakukan sesuatu hanya karena itu menarik,” katanya dengan nada yang santai. “Sementara di dunia ini tak ada yang gratis, bukan, Nona Aurelia yang cantik?” Damian menambahkan pujian pada kalimatnya, membuat Aurelia merasa sedikit tersentak. “Em itu....” Aurelia mendadak kikuk. Damian tersenyum tipis saat melihat Aurelia yang masih penasaran dengan motifnya. “Aurelia, aku ingin menjadi orang yang pertama kali melakukan banyak hal denganmu,” katanya dengan nada yang rendah dan sensual. “Aku ingin menjadi orang yang membuatmu merasakan sesuatu yang belum pernah kau rasakan sebelumnya.” Aurelia terkejut dengan kata-kata Damian, dan dia bisa merasakan adrenalin yang meningkat dalam tubuhnya. “Apa maksudmu? Sesuatu semacam apa?” tanyanya dengan suara yang sedikit bergetar. Damian berhenti tepat di hadapan Aurelia, jarak di antara mereka begitu dekat hingga Aurelia bisa merasakan hangat napasnya. Tatapannya menusuk, tajam, seolah menelanjangi seluruh pertahanan yang Aurelia coba bangun. Suara Damian turun menjadi lirih, namun penuh tekanan yang sulit ditolak. "Tubuhmu, gairahmu, aku ingin memilikinya." "A-Apa?" Napas Aurelia langsung tercekat. "Ah, kau membuatku tegang, Tuan." Damian tersenyum kecil, senyum yang membuat Aurelia merinding. “Aku ingin kau menyerahkan dirimu padaku, Aurelia. Bukan sekadar janji atau kata-kata manis, tapi sepenuhnya. Aku ingin kau memuaskanku di ranjang, membuatku merasakan bahwa kau benar-benar milikku.” Aurelia menahan napas, jantungnya berdetak tak karuan. Kata-kata Damian menyalakan campuran antara ketakutan, keterkejutan, dan sesuatu yang tidak bisa ia sebutkan dengan jelas. Damian melanjutkan, kali ini lebih tegas, seakan menutup ruang bagi Aurelia untuk menawar. “Sebagai gantinya, aku akan berdiri di sisimu. Aku akan membantu menghancurkan Septimus, dan jika perlu, mengubur Bella bersamanya." Aurelia melebarkan mata, lalu meneguk ludah. "Tidak hanya karier, tapi reputasi, nama baik, dan setiap langkah yang mereka bangun di atas pengkhianatan itu." Apa dia bersungguh-sungguh, batin Aurelia. Namun masih bersikap cukup normal meski ia setengah mati gemetar. "Kau akan mendapatkan balas dendammu, tapi hanya jika kau sanggup membayar harga yang kuminta.” Senyumnya tipis, dingin, dan berbahaya. “Dunia ini selalu menuntut timbal balik." Aurelia menghirup udara sedikit lebih banyak. Tekatnya jelas sangat bulat, tapi pria dihadapannya lebih dari dugaanya. "Kau menginginkan kekuatan, dan aku menginginkanmu. Kau paham maksudku, Aurelia Selene Hartman?” Aurelia membeku. Suasana apartemen sederhana itu tiba-tiba terasa menyesakkan, seakan udara pun enggan mengalir. Matanya terpaku pada Damian, pria yang kini menawarkan jalan menuju balas dendam sekaligus menjeratnya dalam perjanjian yang bisa mengubah seluruh hidupnya. Pria ini lebih berbahaya dari dugaan Aurelia. “Maksudmu aku harus menjadi objek pemuas mu?” Damian tertawa kecil. “Aku meralatnya. Aku juga akan memuaskan mu, tak hanya aku yang dipuaskan.” Tubuh Aurelia meremang seketika.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN