“Ah, sakit.” Sebongkah es dibungkus dengan kain menempel di belakang kepala seorang pemuda. Sosok itu duduk di halaman depan penginapan tempat dia tinggal, dia duduk di atas bangku dengan wajah meringis menahan sakit saat sensasi dingin menekan benjolan merah di kepalanya. Ini gara-gara Elaine terlalu keras dalam menghantamkan sendok kayu ke kepala Rhys—kepala pemuda itu hampir saja bocor jika Elaine tidak buru-buru melakukan jahitan nen di sana dan memberi dosis anestesi. Rhys melengos pelan. Dia tidak marah, sungguh. Dia tidak marah. Dia cuma kesal mengapa pria memukul wanita dinamakan kekerasan sementara wanita memukul pria malah diberi semangat dan didukung. Kadang dunia memang tidak adil. Dia meletakkan kantung berisi es balok itu di atas bangku dan menatap ke langit. Rhys selalu t

