Cahaya matahari menerobos tipis lewat celah tirai kamar utama. Di sisi tempat tidur, Nadine terbangun lebih dulu, membalik tubuh dan mengamati sosok Zayn yang masih tertidur di sampingnya. Tangannya perlahan mengusap perut, yang masih belum menampakkan perubahan, namun terasa berbeda. Ada kehidupan di sana—dan tanggung jawab yang terasa lebih nyata dari apa pun. Tak lama kemudian, Zayn menggeliat pelan. Matanya setengah terbuka saat melihat Nadine sudah duduk bersandar dengan bantal di belakang punggungnya. “Udah bangun?” gumamnya pelan dengan suara serak. “Dari tadi,” jawab Nadine lembut. “Kamu kelihatan damai banget, aku enggak tega bangunin.” Zayn tersenyum, lalu bangkit dan mengecup dahinya. “Kamu tunggu di sini. Aku bikin sarapan.” Nadine hanya tersenyum kecil. Ia tahu, sejak sem