Sinar matahari pagi menyusup melalui jendela besar kamar rawat Zayn, menyinari ruangan dengan cahaya lembut keemasan. Nadine duduk di kursinya, menatap pria yang terbaring di tempat tidur dengan kepala dibalut perban dan memar di wajah yang hampir menghilang. Perlahan, Zayn membuka matanya, dan hal pertama yang ia lihat adalah wajah Nadine yang tampak lelah, tapi tetap cantik. Mantan kekasih yang dicintainya itu sudah dua malam merawatnya di sini. “Pagi…,” gumamnya dengan suara serak. Nadine menatapnya dengan ekspresi campuran antara lega dan kesal. “Akhirnya kamu bangun.” Zayn tersenyum kecil. “Oh, kamu menungguku bangun? Manis sekali.” Nadine mendengus, lalu berdiri. “Aku akan membantumu membersihkan diri dulu sebelum dokter datang untuk pemeriksaan.” Zayn mengangkat alis, senyum