Tubuh Rayya menegang sempurna saat mendengar suara lantang itu.
Padahal seseorang yang berteriak ‘hey, kamu.’ belum tentu berteriak memanggil namanya, namun entah kenapa dia rasanya yakin itu untuknya.
“Cepat ke sini, Rayya! Kenapa berhenti di sana?!” Suara Rayyan kembali menyentaknya, hal itu membuat Rayya baru berani menoleh ke belakang.
Ternyata benar, salah satu petugas imigrasi yang berteriak dan membuat jantungnya terasa nyaris copot memanggil orang lain.
Dengan terburu-buru Rayya langsung berlari menghampiri Rayyan dan Devin. Dia tersenyum sumringah menatap Rayyan yang mengernyit bingung dengan kelakuan dan perubahan ekspresi wanita itu.
“Kenapa kamu? Seperti dikejar hantu saja.” Ucap Rayyan yang berjalan mendahuluinya.
“Abang banyak ngomong deh sekarang, ciee … udah mulai terbuka ya sama Rayya? Sering banget nanya Rayya kenapa. Suka deh, ah. Abang diem-diem perhatian, ya?”
Dia sudah kembali ke mode gila-gilanya, Devin hanya menggeleng dengan bahu yang bergidig ngeri.
“Sinting kamu!” Rayyan mendelik lagi dan itu membuat Rayya langsung tertawa.
“Iya, iya, Abang, Rayya emang cantik, kok! Sampe Abang gamblang banget bilang ‘Cantik, kamu!’, makasih ya Abang, you make my day.”
Rayya mengerling genit dan itu membuat Rayyan kembali menghela napas panjang karenanya. Rasanya setiap menghadapi wanita itu Rayyan tidak pernah tidak naik pitam.
“Devin!” Panggil Rayyan saat mereka memasuki VIP lounge sambil menunggu waktu boarding. “Kamu jelaskan padanya apa-apa saja yang perlu dilakukan selama bekerja dengan saya.”
Rayyan berlalu, menuju ke salah satu sofa di sudut lounge itu dan langsung terlihat sibuk dengan tabletnya.
“Ayo.” Ucap Devin membuat Rayya langsung mengangguk.
“Tadi pagi masa aku lihat cobek di apartemen, Dev. Aneh, ngga, si? Di apartemen super mewah ada alat super tradisional yang tidak tersingkirkan oleh kemajuan jaman.”
Devin yang mendengar itu langsung terkekeh.
“Pak Rayyan itu paling rewel untuk masalah makanan, bahkan sambel pun harus diulek, tidak boleh diblender, katanya, si, rasanya berbeda.”
“Dih, ribet!” Ucap Rayya mendengus, untunglah tadi pagi dia inisiatif memakai cobek alih-alih menggunakan blender.
“Biasanya, untuk menu, nanti aku yang akan mengirim list nya, Pak Rayyan akan mengatakan menu apa yang ingin dia makan selama seminggu ke depan, hanya beberapa makanan tertentu, sisanya aku yang akan menentukan dan menyusunnya supaya tetap balance, dan aku serahkan pada koki.”
“Oke.”
“Tapi sampai sekarang Pak Rayyan belum ada mengatakan apa pun padaku, jadi mungkin nanti dia akan request langsung dulu ke kamu.”
Rayya mengangguk mengerti.
“Pak Rayyan paling suka dengan masakan yang bersantan dan menggunakan bumbu kacang, jadi setiap minggu pasti akan selalu ada menu itu dua sampai tiga kali. Setiap kali makan, menunya harus ganti, tidak boleh sama. Jika dalam perjalanan bisnis seperti ini maupun nanti saat sedang stay di Indonesia, artinya kamu harus memasak tiga kali untuk makan pagi, siang, dan malam.”
Rayya menahan napasnya lagi dan mengangguk paham dengan fakta yang baru dibeberkan Devin. Pria itu benar-benar mencintai makanan nusantara sepertinya!
“Kamu dibayar untuk itu Rayya, tidak usah menghela napas.” Devin terkekeh setelahnya, dan Rayya pun langsung mengangguk.
“Aku tau.”
“Kamu sudah paham level pedasnya, kan? Seperti semalam. Dia sangat rewel pokoknya, jadi kamu sabar-sabar saja, ya? Kamu koki ke enam belas dalam tiga tahun ini.” Devin membisik dan melirihkan suaranya.
“Wow! Pasti ngga ada yang tahan sama kelakuannya, ck… ck… ck!” Rayya menggeleng sambil menatap pria itu yang masih sibuk dengan tabletnya.
“Yeah, dan aku harap kamu akan memecahkan rekor sebagai koki terlama yang betah dengannya.” Ujar Devin sambil menepuk-nepuk bahu wanita itu seolah memberinya semangat.
“Iya, lah, aku pasti bertahan lama! Kamu tenang aja!Asik bisa kerja sama taipan tampan dan kaya raya itu, Devin!” Rayya mengedip sambil tertawa jenaka.
‘Dan aku juga membutuhkannya lebih dari sekedar hubungan kerja.’ Batinnya membisik dan kembali mendenyutkan tekad kuat untuk menaklukan hati pria itu.
“Ini kontrak kerjanya.”
Devin mengeluarkan dokumen yang perlu Rayya tanda tangani, Rayya membaca poin demi poin terutama di bagian masa kerja.
“Semua harus melalui probation dulu tiga bulan, lalu kontrak akan diperbaharui setiap tahun.” Devin kembali menjelaskan saat Rayya masih fokus membaca poin kontrak tersebut.
“Biasanya mereka tahan berapa lama kerja sama si taipan tampan rupawan itu, Dev?”
“Mereka mengundurkan diri setelah probation selesai.” Ucap Devin sambil meringis sendiri.
“Mereka pasti nahan diri demi ngga kena pinalti.” Ucap Rayya sambil terkekeh kecil.
Dia membaca di poin nomor sepuluh jika mengundurkan diri selama masa probation maka dendanya 3x gaji.
“Yeah, makanya aku berharap kamu bisa lanjut. Aku bisa bantu dan menjadi tempat kamu cerita jika Pak Rayyan mulai menjengkelkan.”
Rayya terkekeh lagi sambil mengambil pulpen untuk tanda tangan. “Bukannya dia lebih gampang jengkel gara-gara aku, ya? Bukan masakanku?”
Kali ini Devin yang tertawa renyah dan mengangguk setuju.
“Untung kamu sadar diri!”
“Yeu!”
“Emang Abang Rayyan bener-bener ngga bisa makan sembarangan?” Rayya masih bertanya dengan nada penasaran.
“Valid 100%. Dia hanya bisa makan masakan nusantara, Ray. Yang bumbu dan rempahnya kuat, jika tidak cocok biasanya sakit perut dan berujung diare. Lidahnya yang rewel itu karena perutnya yang banyak menuntut.”
“Aneh, gaya elit, diajak makan enak sulit!”
Devin terkekeh dengan celetukan Rayya.
“Justru makanan dia harus dipastikan enak, Ray! Yang paling tinggi level enaknya dibanding orang di sekitarnya!”
“Bukan! Maksudnya, steak, burger, pizza, kan enak! Malah doi ngga suka dan ngga bisa, kan aneh!”
“Yeah, kadang-kadang orang kaya emang aneh seleranya.”
“Dan nyusahin!”
“Exactly!”
“Tapi jadi rejeki buat kamu, kan?”
“Exactly!”
Lalu keduanya tertawa bersamaan setelah menggunjing bos mereka.
“Aku sudah membuatkan rekening dan ini ATM-nya, gaji kamu akan ditransfer ke sini. PIN-nya masih 123456, nanti kamu ganti sendiri saja, bisa langsung download aplikasinya di ponsel. Nanti kamu beli ponsel sendiri saja. Ponsel pribadi. Jangan menggunakan ponsel kantor.”
“Oke, siap!”
“Gaji selama probation dan saat kamu lulus probation akan berbeda, besarnya tergantung Pak Rayyan, itu hak mutlak Pak Rayyan yang akan menentukan setelah memberikan penilaian selama masa probation kamu.”
Rayya melihat nominal gaji yang akan dia dapatkan selama masa probation itu dan mengangguk paham dengan keterangan Devin, itu sudah lebih dari cukup. Dia memang butuh uang, tapi lebih dari uang, dia membutuhkan pria itu untuk bisa mencintainya.
“Aku butuh dokumen-dokumen kamu, Rayya. Sesungguhnya ini terbalik, seharusnya aku screening dokumen kamu dulu baru melakukan interview dan demo masak."
Rayya tekekeh saat melihat Devin sedikit kesal karena secara tidak langsung pria itu harus melompati prosedur yang seharusnya.
"Tapi karena semalam keadaannya genting, jadi, kamu pengecualian! Setelah dari sini, jika tidak ada perubahan rencana, kita akan ke China lalu lanjut ke Australia. Aku butuh data diri kamu untuk mengurus semua dokumen perjalanan ke luar negeri.”
“Siyapp, Dev. Aku bawa, kok, mau sekarang?”
“Nanti saja di hotel.”
“Okayy!”
“Yuk, sudah boarding.” Rayya mengangguk dan langsung melesat berlari untuk menghampiri Rayyan dengan senyum secerah mentari.
“Abang … Nanti malam mau dimasakin apa?” Tanyanya dengan nada centil.
“Nanti saya kirim listnya ke kamu. Minggir!”
Rayya mendengus dengan bibir mengerucut, lalu ingin mengikuti pria itu yang sudah berjalan lebih dulu menuju gate keberangkatan.
“Biasanya Pak Rayyan akan masuk paling akhir setelah semuanya naik.” Ucap Devin kembali memberikan informasinya.
“Kenapa begitu?”
Devin menggidikkan bahunya. “Selera saja.”
“Aneh! Di mana-mana orang maunya lebih dulu, lah!”
Rayya semakin tidak paham dengan keanehan sang taipan muda itu.
“Lagian, ya, Dev. Harusnya buat ukuran taipan kaya raya macam dia kan harusnya naik pesawat pribadi, ya?”
Rayya kembali mengajukan protesnya, kenapa pria itu ikut naik pesawat komersil si?
“Should be.” Devin kembali terlihat acuh tak acuh sambil sibuk mengecek jadwal atasannya itu selama di Macau.
Melihat Devin yang sibuk dengan pekerjaannya, Rayya langsung kembali menghampiri Rayyan yang duduk di depannya.
“Abangggg.” Panggilnya dengan nada mendayu.
“Diam, Rayya! Kamu membuat kuping saya pengang!” Rayya langsung mengatupkan rahangnya namun detik berikutnya bibirnya mencebik.
“Belum juga Rayya bilang apa-apa, Abang! Jahat, ih! Ngga boleh kasar-kasar sama makhluk Tuhan yang paling sexy!” Ujar Rayya sambil mengibaskan rambutnya, Rayyan langsung menatapnya dengan tatapan jengah dan mendorong wanita itu untuk menyingkir.
Devin menutup tabletnya begitu melihat bosnya sudah berjalan yang diikuti oleh Rayya.
Rayyan berhenti di kursinya, dan dengan percaya dirinya Rayya ikut berhenti dan bahkan langsung duduk di sebelah Rayyan.
Pria itu langsung mengernyit dan tersenyum dengan tatapan mengejek. Tau-tau Devin menarik kerah baju Rayya dan ikut terkekeh.
“Kita di belakang. Economy class.”
Wajah Rayya langsung merah padam karena mereka menjadi tontonan penumpang lainnya, pun Rayyan yang langsung menunjukkan tatapan mengejeknya.
Rayya yang tidak terima dan merasa malu karena menjadi pusat perhatian akhirnya memiliki ide untuk menyerang balik pria itu.
“Tega-teganya Abang naro Rayya di belakang! Rayya calon istri Abang, loh.” Ucapnya yang membuat wajah Rayyan kini gantian merah padam, dia langsung mendapat tatapan tidak bersahabat dari penumpang business class lain karena dengan tega membiarkan calon istrinya duduk di kursi ekonomi.
Devin yang sekali lagi mendengar celetukan asal Rayya hanya bisa menggigit bibirnya dan mendorong wanita itu untuk pindah ke bangku ekonomi bersamanya, sedang Rayya masih memberikan tatapan tidak terimanya pada Rayyan.