Bab 9 | Keluarga Raespati

1509 Kata
Wanita dengan wajah cantik dan terlihat menenangkan bagi siapa saja yang memandangnya itu terlihat berjalan anggun melangkah di koridor rumah sakit. Senyumnya membuat wajahnya semakin terlihat mempesona, namun percayalah, sekali pun wajahnya terlihat menenangkan untuk siapa saja yang memandangnya, namun di balik ketenangan itu tersembunyi kengerian yang membuat manusia bergidig ngeri saat mengetahuinya, dia tidak jauh berbeda kelakuannya seperti setan. “Nona, apa tidak apa-apa menemui Rayyani terlebih dahulu? Nanti Nyonya besar mencari Anda karena Anda pulang tidak tepat waktu setelah menemui Dokter Brian.” Wanita yang menjadi bodyguard setianya menatap dengan cemas pada nona muda yang merupakan intan permata paling berharga dan sangat dijaga oleh keluarga Raespati. Sedikit saja ada lecet pada tubuh nona mudanya, maka sama saja dia mengantarkan hidupnya lebih dekat pada kematian. “Tutup mulut kamu, Yira! Saya tidak meminta pendapat kamu! Cukup ikuti saja kemana saya pergi!” Wanita yang dipanggil Nona itu langsung mendelik tajam pada bawahannya yang langsung mengangguk kaku dengan bibir yang terkatup sempurna. “Tapi wajah Anda masih pucat Nona Kelana. Dokter menyarankan Anda untuk lebih banyak beristirahat. Saya hanya khawatir.” Bisik Yira lagi mencoba untuk membujuk nona mudanya itu. Jika mereka tidak pulang tepat waktu, Yira yang akan mendapat amukan dari nyonya besarnya. “Diam! Saya tidak meminta pendapat kamu! Kamu bukan khawatir pada saya, kan? Tapi pada nyawa kamu sendiri, benar?!” Yira langsung terdiam saat mendapat sentakan lagi dari Kelana, memilih mengunci mulutnya rapat dari pada harus berdebat dengan wanita yang tidak pernah mengenal kata kalah atau mengalah dalam hidupnya. “Saya harus menemui peri baik hati yang sudah memberikan kehidupannya pada saya, Yira! Setidaknya saya perlu mengucapkan terima kasih, karena wanita itu, saya bisa hidup lebih lama, dia sejak kecil sudah bersedia menukar nyawanya dengan nyawa saya.” Kelana kembali berbicara pada Yira itu dengan senyum manisnya, dia menepuk-nepuk dadanya dengan perasaan yang tidak sabar untuk menemui ibu peri yang dia bicarakan pada Yira tadi. “Saya ingin mengucapkan salam perpisahan lebih awal, takutnya saat di meja operasi justru tidak sempat, nanti saya menyesal tidak mengucapkan terima kasih dan selamat tinggal dengan tepat. Mama tidak akan marah dengan saya yang datang untuk menemui Rayyani.” “Iya, Nona. Saya minta maaf.” “Rayyani sedang apa, ya? Jika ada sesuatu yang dia inginkan sebelum meninggalkan dunia ini, maka aku akan mengabulkannya, sebagai hadiah karena wanita itu mau menukar hidupnya dengan hidupku.” Kelana kembali tersenyum sumringah, dia menarik napasnya panjang dan rasanya tidak siap untuk memulai hidupnya yang baru. Kelana tiba di depan kamar rawat yang dijaga oleh dua bodyguard milik keluarganya, mereka langsung mengangguk sopan dan membukakan kamar rawat itu untuk Kelana. Saat Kelana masuk, dia melihat wanita yang menjadi sumber kehidupannya tengah berbaring memunggungi pintu. “Rayyani, pasti kamu sedang meratapi nasib, ya, karena sebentar lagi akan meninggalkan dunia ini? Seharusnya kamu bangga, loh, kamu melakukan hal besar untuk hidup seseorang. Come on … Aku akan mengabulkan apa pun permintaan kamu.” Kelana sumringah menatap pada tubuh ringkih yang masih membelakanginya itu, dia bersidekap dan menunggu sampai wanita yang dia panggil Rayyani itu mau meresponnya. Namun, lima menit berlalu tidak ada respon apa pun dari Rayyani, hingga Kelana langsung mendecak kesal dan dengan kasar membalikkan tubuh Rayyani dengan menyentak bahunya. Namun, saat dia menyentuh bahu itu, keningnya mengernyit dalam karena merasa bahu itu sangat keras, dengan sekali sentakan dia membalikkan tubuh itu dan matanya membelalak sempurna. Itu hanya manekin yang dilengkapi dengan wig! Bukan wanita bernama Rayyani yang sejak tadi dia ajak bicara! Tatapan Kelana langsung menyalang-nyalang dengan tangan yang mengepal, namun tubuhnya gemetar hebat. Yira yang ada di sebelahnya pun wajahnya langsung pucat pasi. “Doni! Kamal!” Teriak Kelana pada dua bodyguard yang berjaga di depan. Membuat dua pria itu langsung datang dengan tergopoh-gopoh. Telunjuk Kelana langsung menuding pada manekin yang terbaring di atas ranjang pasien. “Apa-apaan ini?!” Doni dan Kamal langsung tergagap dengan tatapan tidak percaya. “Bagaimana kerja kalian, hah?!” Teriak Kelana dengan napas yang mulai memburu dan wajah yang memucat. Yira yang ada di sampingnya mulai khawatir melihat nona mudanya. “Kalian akan mati setelah ini!” Ucap Kelana lagi yang meninggalkan ruangan begitu saja dan keluar sambil menangis. Dia mencoba menghubungi mama dan papanya atas situasi genting yang baru saja terjadi! Tidak! Dia tidak boleh kehilangan Rayyani! Kehilangan Rayyani sama saja dia kehilangan nyawanya! “Bajingannnn! Bagaimana bisa wanita itu kabur di saat sudah dijaga ketat?!!!” Kelana berteriak sambil menekan dadanya di koridor rumah sakit itu dan langsung menuju ke salah satu ruangan untuk mengadukan kejadian emergency yang saat ini terjadi. Dengan kasar, Kelana mendorong pintu ruangan itu tanpa mengucap salam atau mengetuknya terlebih dahulu. “Kak Arsa!” Teriaknya dengan isak tangis yang langsung melengking. “Kelana? Ada apa, Dek? Kamu kenapa menangis histeris seperti ini? Bukankah kamu harusnya sudah ada di rumah? Pemeriksaan dengan Dokter Brian berjalan lancar, kan, sayang?” Arsa berdiri dan tau-tau tubuhnya langsung ditubruk dan dipeluk dengan erat oleh adiknya. Kelana terisak di d**a kakaknya tanpa mau menjelaskan apa yang terjadi. Arsa lalu menatap tajam ke arah Yira dan meminta penjelasan atas apa yang terjadi. “Rayyani hilang, Tuan.” Ucap Yira dengan wajah menunduk dan tangan yang saling bertaut berusaha untuk menyembunyikan gemetar ketakutannya. “Apa?! Bagaimana bisa?! Mana Doni dan Kamal?! Brengsekkk!” Teriak Arsa yang langsung melepas pelukan adiknya. “Tunggu di sini, kita perlu bergerak cepat sebelum Rayyani pergi semakin jauh. Dia tidak akan bisa pergi jauh dari kita, kamu tenang, ya, jangan khawatir! Kakak akan mengurusnya dan memastikan dia kembali dalam dua puluh empat jam.” Arsa mendudukkan adiknya di sofa sambil meremas bahu Kelana, lalu pria itu melesat keluar untuk bergerak menghubungi berita ini pada keluarga juga orang-orangnya. Tidak lama, Arsa kembali datang, dia menyerahkan sebotol air mineral pada Kelana yang masih terisak-isak. “Kak … Bagaimana, ini? Bagaimana bisa Rayyani kabur? Aku takut, Kak.” Kelana langsung bersandar di bahu Arsa dan menangis terisak di sana. “Masih diselidiki. Tenang, sayang. Semua akan tetap berjalan sesuai rencana. Kita pulang dulu, ya? Kita bicarakan ini di rumah dengan Mama, Papa dan Ayden. Ayo, pulang dengan Kakak. Kakak tidak ada jadwal operasi lagi setelah ini.” Arsa lalu berjongkok di depan adiknya, membuat Kelana langsung mengalungkan lengannya dengan manja dan naik ke punggung kakaknya. “Kakak harus menemukan Rayyani untukku, ya, Kak? Aku ingin hidup lebih lama dan ingin merasakan disayang oleh Kakak sampai tua.” “Kamu akan hidup sampai tua dengan kami, sayang.” Bisik Arsa sambil menoleh dan tersenyum pada adiknya, jauh di dalam lubuk hatinya, tanpa siapa pun yang tau, dia menggumam maaf karena harus memilih jalan ini. Begitu tiba di rumah, orang tua mereka sudah menunggu bersama Ayden, anak tengah dari keluaga Raespati. “Kakak …” Kelana langsung berlari dan memeluk kakak keduanya sambil menangis sesenggukan di sana. “Bagaimana ini, Kak? Rayyani menghilang, Kak. Bagaimana bisa?” Yasmin yang melihat anak gadisnya menangis tersedu-sedu langsung merasa khawatir. “Sayang … Tenang, ya, kamu jangan khawatir, jangan memikirkan apa pun, ini biar menjadi urusan kami, dan kamu akan baik-baik saja, Mama khawatir kamu drop lagi, sayang.” Yasmin lalu membawa putri bungsu dan putri satu-satunya yang dia miliki itu untuk masuk. “Ma …. Tapi bagaimana bisa Rayyani kabur di saat kita sudah memberikan penjagaan, Ma.” Anak bungsu itu terus menangis di bahu mamanya, napasnya semakin tersengal-sengal dengan denyut di d**a yang terasa menyesakkan. “Minum dulu, sayang. Sudah, tenang. Semuanya akan baik-baik saja. Biar Papa dan Kakak-kakak kamu yang mengurus pencariannya, dia pasti akan ditemukan sebentar lagi, dia tidak mungkin bisa pergi jauh.” “Kecuali ada yang membantunya.” Ucap Pradana Raespati dengan tatapan mata yang menyalang dan penuh dendam. Arsa yang mendengar ucapan papanya hanya menelan ludahnya kelat, namun dia mencoba tetap tenang dan menunjukkan emosi sebagai mana mestinya. "Wanita itu tidak akan bisa kabur dari kita. Dia tidak akan pernah bisa lepas dari kita, karena hidupnya telah ditakdirkan untuk menjadi pion dalam hidup Kelana." Ucap Ayden dengan nada yang dingin dan tidak terbantahkan. Adik Arsa yang hanya berselisih dua tahun darinya itu terlihat menyimpan amarah yang menggebu-gebu atas keberanian Rayyani yang kabur di saat genting seperti ini. “Tenang, saja, sayang, Kakak akan menyeretnya pulang dan dia akan kembali untuk menjalankan apa yang telah kita rencanakan. Kakak berjanji dengan nyawa Kakak.” Bisik Ayden dengan tekad yang semakin membara. “Berani sekali wanita itu bermain-main dengan seorang Raespati! Dia benar-benar mencari kematiannya dengan cara yang lebih menyakitkan ternyata! Lihat saja begitu aku menemukannya! Tidak ada ampun dan hanya ada rasa sakit yang dia rasakan setelahnya!” Tangan Ayden mengepal kuat di pangkuan. Arsa yang melihat itu diam-diam juga membakar tekadnya dalam hati jika misinya yang ingin menyelamatkan Rayya akan berhasil kali ini. Wanita itu berhak menikmati kehidupannya, berhak menggenggam erat kehidupannya sendiri, dia bukan seorang b***k apalagi tawanan. Dia memiliki hak yang sama dan kebebasan yang sama seperti manusia yang lain. Sudah cukup Rasya yang menjadi korban hingga harus meninggal di tangan keluarganya. Arsa tidak bisa lagi melihat Rayya juga kehilangan nyawanya dengan cara yang sangat keji dan tidak berperi kemanusiaan!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN