Bab 6 | Menendangnya atau Menjinakkannya

2429 Kata
Devin yang masih menikmati mienya langsung tersedak hebat mendengar percakapan Rayya dengan bosnya itu. Dia meneguk air putihnya hingga tandas dan menepuk-nepuk dadanya dengan suara batuk yang keras. “Wahh … Wahh … Wanita itu bukan hanya gila ternyata.” Devin menggelengkan kepalanya tidak percaya dengan bibir yang menganga. Rayya yang mendengar teriakkan Rayyan justru tertawa dan mengerling genit pada pria itu. “Abang, hidupnya pasti serius mulu, kan? Ngga asik, banget, si! Rayya bercanda kali, Abang. Ya, boleh, si, kalo Abang mau tidur bareng Rayya, tapi ke KUA dulu kita.” “Stress!” Rayyan mendesis dengan tatapan nyalangnya. “Maksudnya Rayya nginep di sini aja, ya? Kan, itu banyak ruangan di sini, Rayya bisa pake kamar yang mana aja, daripada bolak balik, kan?” Rayya masih membujuk, masalahnya dia tidak tau harus pergi ke mana, dan rasanya bertahan di apartemen pria itu adalah tempat paling aman untuknya. Keluarga Raespati tidak mungkin masuk ke sini dan menyeretnya, Rayya memiliki feeling jika Rayyan bukanlah pria sembarangan. “Rayya janji ngga akan macem-macam, Abang. Mulai detik ini sejak Rayya jadi koki pribadi Abang, Rayya tinggal di tempat Abang aja, ya? Abang boleh, kok, potong gaji Rayya buat biaya tempat tinggal, kan lebih gampang juga buat Abang kalo butuh apa-apa tinggal panggil Rayya kapan aja, iya, kan?” “Saya bos kamu di sini, hanya saya yang bisa membuat aturan.” “Rayya kasih saran, lho, Abang. Rayya juga tau, kok, sebagai imam rumah tangga, Abang yang lebih berhak ngatur Rayya, kalo Rayya kan cuma makmum, ikut aja apa kata imam dunia akhirat Rayya.” Omongan wanita itu yang kembali melantur membuat Rayyan langsung menatapnya dengan mata yang menyalang-nyalang. Sedang Rayya justru mengulum senyum manisnya, dia buat seimut mungkin berharap hati pria itu langsung luluh dan mengijinkannya tinggal malam ini, padahal hatinya sudah dilanda gelisah yang semakin menyiksa. Dia tidak tau ke mana harus bermalam jika bukan di apartemen pria itu malam ini. “Pulang sana kamu! Kita bertemu di bandara besok pagi! Devin akan menjemput kamu!” Rayyan kembali memberikan ultimatum, namun Rayya langsung menggeleng dan justru menghempaskan tubuhnya di sofa. “Rayya tidur sini aja, ya, Abang? Please … Kalo tengah malem Abang laper, kan, Abang bisa bangunin Rayya buat masak sesuatu. Rayya pasti bakal layanin Abang, kok.” “Saya tidak akan bangun tengah malam! Pergi kamu!” Rayya langsung menggelengkan kepalanya kuat, dia lalu merebahkan tubuhnya di sofa dan meringkuk begitu saja di sana. Melihat kelakuan absurd wanita itu yang semakin menjadi membuat Rayyan menghela napasnya kasar. “Kamu perlu packing malam ini, Rayya! Siapkan keperluan kamu untuk besok!” Rayya mengulum senyum manisnya, dia senang jika pria itu sudah memanggil namanya. “Rayya cukup bawa diri aja, Abang. Kosan Rayya, tuh, abis kebakaran, pas pulang-pulang, Rayya cuma dapet abunya aja. Udah beberapa malam ini Rayya nginep di motel, tapi takut soalnya banyak yang mabok di lantai bawah.” Rayya sudah mengubah ekspresinya dengan ekspresi memelas, diam-diam mendesah dengan kemampuan berbohongnya yang mengalir begitu saja. “Tadi, kan, Abang liat sendiri Rayya dikejar-kejar sama preman itu. Itu gara-gara Rayya abis check out dari motel, mereka mau ngerampok dan nangkep Rayya, makanya langsung Rayya pukul pake botol, eh Rayya dikejar-kejar.” Rayyan menyipit setelah mendengar alasan wanita itu yang tiba-tiba saja menariknya masuk gang dan menciumnya. “Kenapa kamu tidak menginap di hotel yang layak?” “Ngga ada duit, ih, Abang, Pake nanya, Rayya ini yatim piatu. Makanya, tolong disayang anak yatim ini, Abang. Please, lah, Abang. Rayya ngga minta banyak, kok, cukup disayang Abang aja.” Rayyan mendecak lagi dengan wanita itu yang masih saja sempat-sempatnya menggoda dengan bualan gilanya . “Boleh, ya, Rayya tinggal di sini aja? Sumpah. Demi Allah Rayya ngga bakal macem-macem, Abang, justru Rayya tinggal di sini bikin Abang lebih mudah, Rayya yakin dan bakal buktiin itu.” Kini Rayya sudah menangkupkan kedua tangan di depan dadanya dengan tatapan yang dibuat semelas mungkin. “Devin!” Rayyan memanggil Devin yang sejak tadi hanya mencuri dengar obrolan mereka dari ruang makan. “Iya, Pak.” “Kamu antarkan dia ke hotel terdekat, yang aman dan nyaman. Besok kamu jemput.” Rayya langsung menggeleng dan berlari untuk memeluk salah satu tiang pondasi di sana dengan erat, hal itu membuat Devin dan Rayyan semakin tidak habis pikir dengan kelakuan wanita itu. “Kalo Abang ngga ijinin Rayya nginep di sini malem ini, Rayya ngga jamin besok pagi Rayya masih di hotel yang sama.” Rayya akhirnya mengeluarkan jurus terakhirnya, taruhan terbesarnya akhirnya dia keluarkan. Jika Rayyan tidak takut dengan ancamannya dan justru dengan lantang menantang balik wanita itu untuk pergi jauh, maka dia akan semakin luntang-luntung malam ini. “Rayya takut, Abang! Preman tadi aja ngejar-ngejar Rayya padahal Rayya udah lari jauh banget, gimana kalo mereka masih cari-cari Rayya lewat jaringan temen-temen premannya yang lain yang juga mangkal di mana-mana?” Devin yang ada di tengah mereka berdua hanya menunggu seperti orang ketiga sambil diam-diam mengamati. “Rayya di sini aja yang pasti aman sama Abang. Abang butuh Rayya, dan Rayya butuh Abang. Ini mutualisme yang saling menguntungkan. Ini Rayya beneran minta tolong, Abang! Abang boleh kunci kamarnya dari luar juga gapapa, kalo Abang takut Rayya macem-macem.” Rayya langsung beranjak dan meraih tangan Rayyan, namun pria itu langsung menepis genggaman tangan Rayya dan mendelik tajam. Rayyan sampai menghela napasnya kasar dan memejamkan matanya. “Devin. Dalam seminggu saya butuh kamu mendapatkan pengganti dia!” Rayya langsung menggeleng dengan tatapan putus asa pada Devin, sedang Devin hanya mengangguk patuh. “Baik, Pak.” Bosnya itu sepertinya benar-benar kesulitan harus menghadapi Rayya yang kelakuannya kadang di luar nalar. “Dan kamu, sana masuk ke kamar! Saya ijinkan untuk malam ini.” Rayya mengangguk dengan hati yang mendesah lirih. Tentang permintaan Rayyan pada Devin untuk segera mencari pengganti dirinya di saat Rayya bahkan belum memulai hari pertamanya membuat wanita itu dilanda gelisah. ‘It’s okay, Rayya! Setidaknya kamu selamat untuk malam ini dan seminggu ke depan! Kamu memiliki waktu untuk banyak berpikir dan mencari cara supaya bisa terus menempel dan membuat pria itu bergantung padamu.’ Rayya mengafirmasi dirinya supaya untuk tetap optimis, pelariannya baru saja dimulai, dan secara kebetula atau memang takdir yang sudah digariskan, dia bertemu dengan pria itu yang membutuhkannya dan akan membawanya terbang ke Macau. “Abang …” Rayya kembali memanggilnya, kini senyumnya sudah kembali cerah dan menatap sumringah pada pria yang wajahnya selalu muram dan penuh amarah saat berhadapan dengannya. “Apa lagi?” “Abang jangan galak-galak mulu kenapa. Cepet tua nanti. Walaupun makin tua pasti makin menggoda, si.” Rayya terkekeh sendiri setelahnya, namun Rayyan justru mendengus jengah. “Itu, Rayya bener-bener ngga punya apa-apa, hapenya juga ngga ada, ngga selamet dari preman yang tadi, baju, kan, udah kebakar semua di kosan. Jadi, Rayya bener-bener cuma punya baju yang ada di badan ini. Pinjemin Rayya baju Abang boleh?” Devin menggigit bibirnya lagi, wanita itu memang tidak ada matinya dan tidak ada takutnya, setelah disentak dan diperingatkan jika akan dipecat sebentar lagi, kelakuannya masih saja sembrono. “Devin!” Panggil Rayyan lagi, membuat Devin langsung merubah mimiknya menjadi serius. “Kamu bisa membaca ukuran bajunya, kan? Scanning saja bentuk tubuhnya.” Ucap Rayyan yang kini bersidekap dan menatap Rayya dari atas sampai bawah. “Abang!” Rayya langsung memeluk dirinya sendiri dan menutup bagian payudaranya secara refleks. Dia menatap Rayyan dengan tatapan waspada saat mata pria itu terlihat menelanjangi tubuhnya. “Apa? Bukannya tadi kamu lantang mengajakku tidur bersama malam ini?!” Entah kenapa Rayyan melontarkan kalimat itu, seolah ingin menyerang balik Rayya yang sudah berani mempermainkannya. “Berarti sebelum ke Macau, besok pagi kita ke KUA dulu.” Ucap Rayya dengan nada tegas masih memeluk tubuhnya sendiri. “Dalam mimpimu.” Rayyan mendecak kesal, Devin lagi-lagi diam dan mengamati. Kenapa sekarang obrolannya menjadi dua arah? Dengan bosnya itu yang juga menanggapi kegilaan Rayya? “Mimpi yang akan menjadi kenyataan, Abang.” Rayya kembali mengedipkan matanya genit. Hal itu membuat Rayyan kembali mengambil bantal sofa dan melempar ke arahnya. “Ambilkan ponselnya, Devin.” Devin mengangguk lalu beranjak untuk mengambil sesuatu di tas kerjanya. “Ini ponsel perusahaan. Kamu bisa memakainya sekarang, di ponsel itu hanya ada nomorku dan nomor Pak Rayyan. Dilarang menggunakan ponsel itu untuk kepentingan pribadi. Kami akan langsung mengetahuinya.” “Jadi ponselnya sudah disadap?” Rayya menerimanya dengan senyum sumringah yang membuat Devin dan Rayyan saling pandang tidak paham. Rayya justru bersyukur dengan keadaan ini. Keadaan yang sedang sangat dia butuhkan. Jika ponsel kerjanya bahkan sudah diretas dan hanya bisa menghubungi Rayyan dan Devin saja, maka rasanya akan lebih sulit bagi keluarga Raespati untuk bisa menemukan contact-nya. “Bukan disadap, tapi kami bisa mengetahui apa saja yang kamu lakukan di ponsel itu.” “Ya, itu namanya disadap keles.” Rayya memicingkan matanya pada Devin. “Disadap jika itu memang ponsel pribadi kamu.” Rayyan yang menjawabnya sambil mendecak. “Iya, iya, paham, Abang.” “Saya tidak suka kamu mencampur adukkan masalah pekerjaan dan masalah pribadi, bahkan dalam satu ponsel yang sama.” “Siap, dimengerti, Abang. Pokoknya, Rayya ngga akan pernah ngecewain Abang. Ponsel ini bakal Rayya pake buat nelpon Abang seorang.” Rayya lalu memberikan tanda cinta dengan tangannya di depan d**a sambil mengerling nakal. “Rayya pinjem kemeja Abang, ya? Apa piyama, atau apa aja boleh, deh, Rayya mau mandi, gerah banget, abis marathon tadi dikejar preman. Baju apa aja boleh, yang penting jangan semvak Abang, takut banget loh.” “Rayya! Mulut kamu itu!” Rayyan kembali menyentak, kupingnya pengang mendengar mulut wanita itu yang tidak pernah bisa difilter. “Saya tidak akan meminjamkan baju apa pun pada kamu! Masuk ke kamar kamu sekarang. Yang pintu hitam itu!” “Iyaa, Abang. Selamat malam, mimpiin Rayya jadi pengantin Abang malam ini, ya?” Rayya kembali mengedipkan keningnya dan bahkan memberikan kiss bye sebelum masuk ke kamarnya, meninggalkan Rayyan yang langsung memijat pelipisnya sambil menghempaskan tubuhnya ke sofa. “Saya serius, Devin. Mulai besok, selama kita di Macau, saya ingin kamu tetap mencari kandidat pengganti Rayya. Saya tidak bisa bekerja dengan wanita berisik dengan mulut tanpa filter sepertinya.” Devin ikut duduk di depan bosnya dan diam-diam mendesah tidak setuju, dia menyukai Rayya, meski omongannya ceplas-ceplos, tapi rasanya perempuan itu terlihat seperti perempuan yang baik. “Pak Rayyan tidak ingin mencobanya untuk probation dulu barang tiga bulan, Pak? Saya juga mencicipi masakannya tadi setelah Pak Rayyan, jujur masakannya outstanding, 10/10, Pak Rayyan yang langganan minta dibuatkan mie goreng jawa pada koki-koki sebelumnya, dan saya juga pernah mencicipi buatan mereka, tidak ada yang lebih enak dari buatan Rayya, kan, Pak?” Kali ini Devin mencoba bernegosiasi halus dengan memberikan pandangan-pandangannya seperti biasa saat berdiskusi dengan Rayyan. “Saya hanya butuh makanan yang cocok dengan lidah saya, tidak perlu terlalu enak. Enak saja sudah cukup.” ‘Ya, tapi menemukan makanan yang cocok dengan lidah Anda itu sulit.’ Devin hanya bisa menyuarakan dalam hati. “Tapi sepertinya dia pribadi yang menyenangkan, Pak. Hanya saja memang sedikit berisik, tapi mungkin justru dia yang nantinya paling betah bekerja dengan Pak Rayyan, Pak Rayyan tau sendiri selama apa para koki itu bertahan dengan Anda. Jika Anda mencoba mempertahankan Rayya selama kinerjanya bagus, maka Anda juga bisa memberi perintah dan wewenang tegas supaya Rayya berhenti membicarakan omong kosong kepada Anda.” “Masaahnya saya bahkan kesulitan untuk menyumpal mulutnya yang tidak memiliki filter dan sopan santun itu. Dia seperti belut yang bergerak terlalu lincah dan sudah lepas sebelum saya beri peringatan, Devin.” “Mungkin Pak Rayyan butuh waktu untuk bisa menjinakkannya? Bagaimana jika Pak Rayyan mencoba untuk menjinakkannya dalam tiga bulan ini selama kinerjanya bagus? Jika dalam tiga bulan dia masih membuat pusing, baru kita mencari koki baru, Pak?” Rayyan mendesah panjang dan menatap Devin dengan kesal. “Bukannya saya tidak ingin mencarikan kandidat koki baru, Pak. Tapi Pak Rayyan tau sendiri, proses rekrutmen mulai dari menghubungi mereka dan mencari jam yang cocok kapan mereka bisa demo memasak sangat memakan waktu, dan jadwal Anda beberapa bulan ke depan cukup padat, Pak.” “Kita akan ke Beijing setelah dari Macau untuk melakukan kerja sama dalam pengembangan Cybersecurity Alastair Group, Pak. Setelah berhasil diterapkan di Alastair Group, Pak Rayyan akan menjualnya ke perusahaan lain, kan? Pak Rayyan bilang juga ada urusan di Australia untuk bulan depan? Jika boleh saya runut, jadwal Pak Rayyan untuk bulan-bulan ke depan hampir pindah dari satu negara ke negara lain dan tidak ada jadwal stay lama di Indonesia.” Rayyan langsung menghela napasnya panjang diingatkan dengan jadwalnya yang padat untuk hari-hari ke depan. “Apa sebaiknya saya mulai mengurus visa China dan Australia Rayya saja dari pada kita mencoba mencari penggantinya, Pak? Saya tidak yakin Pak Rayyan memiliki waktu fleksible untuk tiba-tiba terbang ke Indonesia hanya demi mencicipi masakan para kandidat koki yang ada, atau membawa mereka semua ke tempat di mana Pak Rayyan sedang tinggal rasanya juga sangat tidak efisien.” Devin tetap terlihat tenang memberikan berbagai opsi yang akan membuat Rayyan semakin condong untuk bertahan dengan Rayya dan seharusnya mencoba dulu dari pada harus langsung mengganti wanita itu. Dia juga yang nanti pusing tujuh keliling, mengurus lagi additional job yang memuakkan demi mendapatkan satu orang koki yang masakannya cocok dengan lidah sang atasan. Lebih baik dia merayu dan terus meyakinkan bosnya jika Rayyan tidak memiliki pilihan lain selain menerima Rayya untuk keberlangsungan hidupnya. “Ya sudah, untuk beberapa bulan kita menggunakan wanita itu dulu. Saat jadwal kita tidak lagi padat dan saya stay di Indonesia dalam waktu yang lama, kita akan langsung mulai bergerak mencari koki yang baru.” Barulah saat itu senyum Devin tercipta dengan helaan napas yang lega. Akhirnya dia bisa terbebas dari tugas melelahkan itu. “Baik, Pak. Besok akan saya mulai urus untuk semua dokumen perjalanan Rayya. Semoga Pak Rayyan bisa betah lebih lama dengannya dan semoga Pak Rayyan bisa menjinakkan kucing betina yang liar itu.” Devin terkekeh setelahnya dan Rayyan langsung mendecak dengan tatapan mendelik sebal. “Kamu sepertinya menyukainya, ya?” “Selama dia bisa membantu saya mengurus perut Pak Rayyan, saya akan menyukainya, Pak.” Devin mengulum senyum lebih lebar lagi. Dan tepat saat itu ponselnya berbunyi. “Pak, saya pulang, ya? Tunangan saya sudah patroli ini, mau mengontrol saya sedang apa, di mana dan dengan siapa.” Ucap Devin sambil terkekeh dan mengangkat teleponnya yang menunjukkan panggilan dari kontak tunangannya. “Kamu kenapa jadi ketularan sinting seperti Rayya?” Karena biasanya Devin hanya akan ijin pulang, tanpa menambahkan omong kosong menggelikan setelahnya. Rayyan lalu meninggalkan Devin begitu saja menuju ke kamarnya, membuat Devin juga langsung beranjak pergi dari sana setelah mengucapkan selamat malam pada atasannya itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN