Rayya menghela napasnya panjang dengan rasa gugup yang menjalar di d**a dan membuat tubuhnya terasa panas dingin.
Malam ini, bukanlah hanya sekedar uji kelulusan untuk mendapat sebuah pekerjaan, namun malam yang menentukan nasib kehidupan Rayya ke depannya.
Sehingga dia sangat gugup luar biasa. Dia baru saja menghidangkan tujuh porsi mie goreng jawa dengan level kepedasan yang berbeda.
Dia hanya tidak ingin terjebak dalam permainan pria itu yang ingin mendepaknya dengan mengatakan sesuatu yang sengaja dibuat rancu untuk mengecoh.
Dia akan memastikan jika malam ini dia pemenangnya.
Meski tidak mengetahui sedikit pun clue tentang rasa dominan yang disukai Rayyan, namun Rayya mencoba mengombinasikan rasa terbaik untuk mendapat cita rasa otentik dari makanan khas jawa itu.
“Abang …” Rayya memanggilnya dengan nada manis, senyumnya dibuat secantik mungkin, siapa tau pria itu jatuh cinta dan langsung mempersuntingnya.
Hahaha! Rayya tertawa dengan pemikiran gilanya. Kenapa berada di dekat pria yang dia kenal kurang dari dua jam membuatnya bisa memiliki pikiran-pikiran gila di luar nalar, si? Rayya juga tidak paham dengan dirinya sendiri.
“Makan malamnya sudah siap. Siap membuat perut Abang kenyang dan dijamin ketagihan.”
Rayya bahkan mengedipkan matanya dan membuat dia kembali mendapat pelototan dan lemparan bantal sofa dari Rayyan yang langsung beranjak menuju ke dapur.
“Ih, Abang, anarkis, ngga boleh, loh, kekerasan dalam rumah tangga.” Rayya menghentakkan kakinya kesal, rasanya ingin melempar balik bantal sofa itu, tapi harus dia tahan.
Tunggu sampai Rayyan bertekuk lutut pada masakannya baru dia bisa menunjukkan taringnya.
Devin yang sejak tadi diam memperhatikan ikut tertawa tanpa suara, interaksi mereka benar-benar selalu bisa menghiburnya.
Sejak tadi, alih-alih mencari kandidat koki lain, yang Devin lakukan hanyalah scroll berita-berita yang muncul di pop up jendela laptopnya, bukan mencari dan mencoba menghubungi kandidat seperti yang dia janjikan pada bosnya.
Dia hanya tidak ingin membuang waktu dengan melakukan pekerjaan yang sia-sia, mana ada koki bintang lima yang mau ditelepon di atas jam sembilan malam untuk interview dan disuruh memasak untuk diuji coba?
Mereka bukan orang yang kekurangan uang dan sudah berada di level bekerja dengan passion, setinggi apa pun bayarannya, jika mereka tidak cocok dengan atasannya maka akan langsung mereka tinggalkan.
Mereka akan mencari client lain yang memberikan gaji sama namun tingkat kenyamanan yang berbeda dari atasannya, begitulah selama ini para koki pribadi itu bekerja.
Tiga tahun semenjak Paman Aldo pensiun, Devin sudah menghadapi berbagai macam koki top atas yang selalu membuatnya pusing tujuh keliling, dari mulai proses perekrutan sampai mereka menjadi koki pun, mereka selalu mengeluh padanya karena beratnya tekanan menjadi koki pribadi Rayyan Alastair.
Sehingga, Devin hanya akan menunggu dan berdoa semoga Rayya benar-benar lolos kali ini, wanita itu sepertinya tangguh dan pantang menyerah, berisik dan bisa menghidupkan suasana. Seharusnya jika dia lolos menjadi koki Rayyan, wanita itu bisa bertahan lama.
Jika dia benar-benar bisa memenuhi selera lidah Rayyan yang banyak cincongnya itu, maka Devin akan merasa beban hidupnya berkurang setengah.
“Devin.” Panggilan itu langsung membuat Devin tergesa berjalan ke dapur, memenuhi panggilan bosnya.
Rayya sudah ada di sana dan Devin mengedipkan matanya sambil mengacungkan jempolnya.
“Kenapa kamu membuat tujuh porsi? Kamu kira saya perut gentong?” Rayyan masih memberikan tatapan tajamnya seperti biasa.
“Ihh, bukan, dong, Abang. Perut Abang keliatan kotak-kotak gitu kalo Rayya terawang pake mata batin, masa perut gentong.” Ucapnya lagi sambil menggigit bibirnya sendiri dan merasa dirinya semakin gila bisa melontarkan kata-kata kotor seperti itu
“Mulut, mata dan otak kamu memang kotor, ya!”
“Kotornya sama Abang aja, kok, aslinya Rayya polos, Abang. Suwer.”
“Sudahlah, jika bukan karena keadaan darurat untuk besok, sudah saya tendang kamu malam ini. Coba jelaskan kenapa kamu membuat tujuh porsi.” Ucap Rayyan sambil menarik kursinya dan diikuti oleh Devin.
“Ya, kan, Abang cuma kasih tau Rayya mau mie goreng jawa yang super pedas, tapi kan, kita belum kenal apalagi sayang-sayangan…”
“Mulut kamu itu, ya!” Rayyan mendesis lagi dengan ucapan Rayya.
“Ya, kan, kata pepatah, tak kenal maka tak sayang, Abang. Tadi kan, Abang, Rayya ajak kenalan ngga mau, gimana mau sayang-sayangan, Rayya bener, kan?”
Devin di tempatnya hanya bisa menunduk sambil menggigit kuat bibirnya untuk menahan supaya tawa tidak lolos dari bibirnya. Benar-benar sinting wanita ini. Tidak ada rasa takutnya sama sekali.
Beruntung, Rayyan sedang diposisi terdesak, jika tidak wanita itu benar-benar tidak selamat.
“Kamu bisa serius tidak?!”
“Rayya mah siap diseriusin kapan aja, kok, kalo sama Abang.” Lagi, Rayya menjawabnya dengan nada riang, dan setiap jawabannya masih membuat Rayyan selalu naik pitam.
“Rayya!” Teriak Rayyan membuat tatapan Rayya langsung berbinar dan menepuk-nepuk pipinya.
“Masya Allah tabarakallah, akhirnya nama Rayya disebut juga sama calon masa depan.”
“Keluar kamu!” Teriak Rayyan sambil menuding ke arah pintu keluar.
Barulah Rayya langsung menjelaskan pertanyaan Rayyan sambil menarik napasnya panjang.
“Rayya buat tujuh porsi soalnya Rayya, kan, ngga tau, level kepedasan Abang itu ada di mana. Jadi nanti Abang bisa icip dari masing-masing piring dulu, sebelum nilai rasanya. Kalo misal Abang udah cocok sama level pedesnya, kan, Abang bisa nikmatin mie itu tanpa fokus sama tingkat kepedesannya yang mungkin kurang pas, jadi penilaian Abang sama rasa mienya juga ngga akan kabur karena rasa pedesnya. Gitu maksud Rayya, Abang.”
Devin diam-diam membatin dan mengacungi kemampuan Rayya. ‘Boleh juga wanita ini.’ Batinnya membisik.
Rayya bukan hanya sibuk memikirkan tingkat kepedasan yang ditekankan Rayyan yang sesungguhnya sengaja meminta mie super pedas untuk bisa mengecoh fokus Rayya.
Ternyata wanita itu bisa menangani krisisnya dengan baik, dan tetap fokus pada cita rasa yang akan menjadi penentuan dari penilaiannya malam ini.
“Itu juga topping-nya aman, kok, Abang. Ngga ada seafood, karena sebagian besar orang kan alergi sama seafood tertentu, dan Rayya, kan, belum tau Abang alerginya sama apa aja, jadi itu topping nya cuma Rayya kasih ayam suwir sama orak-arik telur plus bakso daging. Sayurnya baru lengkap, tapi tetep ngga berlebihan. Pas pokoknya, Abang. Silahkan dicoba.”
Rayyan mendengus namun tetap mencoba mencicipi masakan yang sesungguhnya dari wanginya membuat Rayyan was-was.
Wanginya terlalu semerbak, yang mampu membuat perut orang langsung keroncongan, yang bisa membuat orang kenyang tiba-tiba menjadi lapar dan berselera untuk makan lagi.
Dia jadi was-was jika harus menerima wanita gila itu menjadi kokinya, akan menjadi apa hari-harinya nanti?
Meskipun koki sementara sampai Devin mendapatkan koki baru, tetap saja, membayangkan satu hari bersama Rayya saja membuat Rayyan langsung pening dengan mulut wanita itu yang sangat berisik.
Dan sialnya, saat Rayyan menarik piring ke empat dan coba mencicipinya menggunakan garpu dan dia pindahkan pada piring saji miliknya, Rayyan langsung memejamkan matanya merasakan bagaimana rasa masakan itu meresap sempurna di lidahnya.
Gurihnya, asinnya, pedasnya, benar-benar pas dan membuat lidahnya kelojotan karena terlalu nikmat. Sialannya, dia yang menyukai mie goreng jawa, tidak pernah merasakan yang dibuat seenak ini oleh koki-koki pribadi sebelumnya.
“Sialannn!” Rayyan hanya bisa mendesis dalam hati dan menikmati suap demi suap itu sambil memejamkan matanya dengan lidah yang dimanjakan oleh kenikmatan makanan itu.
Devin yang sudah melihat ekspresi bosnya langsung memberikan kedua jempolnya pada Rayya dan mengedip dengan senyum simpul.
Rayya yang melihat ekspresi itu juga sudah bisa menduga hasilnya, akhirnya dia mendapat kemenangan malam ini.
“Gimana, Abang? Enak banget, kan, sampe Abang merem-melek gitu makannya.” Ucap Rayya yang langsung membuat Rayyan melotot tajam ke arahnya, dan dia bahkan baru menyadari saat melihat ke arah piringnya yang hanya tersisa sesuap lagi.
“Diam kamu! Siapa yang menyuruh kamu berkomentar?!” Rayyan masih ketus dan menghabiskan suapan terakhirnya, lalu beranjak dari sana setelah meneguk segelas air sampai tandas.
“Devin. Kamu urus dia untuk terbang ke Macau dengan kita besok. Tapi saya hanya ingin sementara, dalam waktu dekat ini, kita akan tetap mencari koki baru. Saya tidak tahan dengan kelakuan gilanya.” Ucap Rayyan lalu melenggang begitu saja dari dapur.
Rayya langsung berjingkrak kegirangan dan itu membuat Devin tertawa, dia menarik satu piring yang masih utuh di atas meja makan lalu menikmatinya, dan sekarang Devin tau kenapa Rayyan bisa langsung memutuskan tanpa mempertimbangkan.
Rayya juga ikut duduk dan menikmati mie buatannya.
“Sumpah, enak banget!” Devin memberikan jempolnya, membut Rayya tertawa dan ikut memberikan dua jempolnya.
“Nanti sharing gimana koki-koki sebelumnya dan apa aja yang perlu aku tau tentang si Abang, ya, Dev?”
“Hemmm … Gampang.” Devin enggan berbicara karena ingin menikmati makan malam super nikmatnya yang gratisan.
Rayya lalu menyelesaikan makanannya lebih cepat dari Devin. Dia lalu beranjak dan menghampiri Rayyan yang ternyata sedang sibuk dengan ponselnya di ruang tamu.
“Abang, jadi besok Rayya ikut ke Macau, kan?”
“Hemm.” Rayyan menjawab tanpa menoleh.
“Berarti malam ini Rayya nginep di sini aja, ya? Tidur sama Abang, biar sekalian kita ke bandara bareng.”
Ucapan Rayya selanjutnya membuat Rayyan akhirnya menoleh dan memberikan tatapan tajamnya pada Rayya.
“Benar-benar gila, kamu!”